news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

5 Resep Menghindari Krisis Energi

Sudirman Said
Warga negara biasa.
Konten dari Pengguna
28 September 2017 8:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sudirman Said tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sudirman Said di forum Young Leader of Energi Camp (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sudirman Said di forum Young Leader of Energi Camp (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Dari waktu ke waktu, pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral kita akan selalu memerlukan penguatan dan perbaikan. Karena secara natural, memang, semakin maju suatu masyarakat maka kebutuhan akan energi semakin besar.
ADVERTISEMENT
Pembangunan sektor energi selalu akan memiliki tujuan ganda: 1. Mengejar ketertingalan; 2. Meningkatkan kapasitas dan ketersediaan. Keduanya berujung pada tujuan besar yakni menjaga kedaulatan energi kita, sebagai bagian fundamental dari kedaulatan bangsa dan negara kita.
Tantangan yang kita hadapi di bidang energi, hari-hari ini, masih belum beranjak dari diskursus para stakeholders sektor energi sejak bertahun-tahun lalu, bahkan sejak beberapa dekade yang lalu. Beberapa tantangan yang masih saja bekum terselesaikan, yaitu: 1. Menurunnya cadangan sumber daya migas; 2. Keterbatasan kapasitas dan tuanya infrastruktur migas; 3. rasio elektrifikasi yang belum ideal; 4. Missmatch antara potensi dan ekploitasi energi baru dan terbarukan; dan 5. Rendahnya kesadaran akan pentingnya konservasi energi.
Keadaan ini belum berubah banyak, karena memang menata sektor energi memerlukan kesabaran, konsistensi, dan persistensi. Wajar jika sejumlah pihak, terutama para pemerhati dan praktisi yang punya komitmen tinggi, dengan prihatin dan jujur mengatakan: "Risiko krisis energi begitu besar, dan bisa benar-benar terjadi."
ADVERTISEMENT
Dari banyak literatur dan pengamatan "best practices" di berbagai negara, dan dari observasi apa-apa yang kita lihat dalam kebijakan dan praktik pembangunan energi nasional, kita belajar beberapa karakter fundamental dari proyek-proyek energi.
Pertama, hampir seluruh proyek energi memerlukan waktu panjang untuk menyelesaikannya. Mulai dari persiapan proyek, pendanaan, pembebasan lahan, hingga konstruksinya.
Kedua, proyek energi bersifat padat modal sekaligus padat teknologi. Eksplorasi migas, kilang, pembangkit listrik, tranmisi, lapangan produksi migas, hingga penambanagn batubara memerlukan modal besar dan campur tangan teknologi mutakhir. Karena itu yang mampu menjadi pemain handal di sektor ini tidak terlalu banyak. Karena itu pula, kerjasama internasional menjadi sesuatu yang lazim, baik dalam penyediaan dana investasi maupun dalam penyediaan teknologi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, proyek energi memerlukan kerja "keroyokan", atau gotong royong. Bahasa tingginya perlu melibatkan "multi-stakeholders". Investor, kontraktor, penyedia teknologi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat setempat. Manajemen proyek tidak cukup mengurus hal-hal teknis, tetapi juga banyak aspek nonteknis, termasuk manajemen sosial. Betapa banyak proyek energi tertunda begjtu lama disebabkan aspek-aspek non teknis yang rumit.
Keempat, disebabkan nilai proyek-proyek energi yang demikian besar, dan disebabkan keterlibatan begitu banyak pemangku kepentingan, proyek-proyek energi amat rawan politisasi, rawan perburuan rente, dan rawan akan vested interest terutama dari kalangan yang memiliki kekuasaan.
Menghindari Krisis Energi
Mencermati tantangan dan karakteristik fundamental sebagaimana diuraikan di atas, amanat Undang-Undang Nomor 30/Tahun 2007 tentang Energi, dan segenap aturan pelaksanaannya jelas sekali kiranya bahwa energi tidak boleh lagi diperlakukan sebagai "komoditas". Sebaliknya undang-undang ini mengamanatkan agar energi dibangun dan dikelola sebagai pendorong pembangunan (ekonomi) demi mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini muncul kembali dengan kuat kecemasan akan terjadinya krisis energi. Suatu "legitimate concerns" disebabkan kenyataan bahwa aspek-aspek fundamental dari penataan sektor energi memang masih menyisakan pekerjaan rumah begitu besar.
Pada hari jadi Pertambangan dan Energi ke 72 ini, izinkan saya berbagi pemikiran sebagai bahan renungan bagi segenap pemangku kepentingan, hal-hal apa yang perlu dilakukan agar kecemasan akan krisis energi itu tidak benar-benar terjadi. Ada lima hal yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Menjaga konsistensi kebijakan, karena karakter proyek energi berjangka panjang dan memerlukan kepastian akan kebijakan dari otoritas.
2. Sikap bersahabat dengan investor terutama investor global yang pada umumnya memiliki akses akan sumber daya keuangan dan teknologi termutakhir. Sikap bersahabat pada investor global juga diperlukan karena mereka memiliki pembanding dan opsi-opsi bagaimana negara negara lain memperlakukan investornya. Semangat membela kepentingan nasional tidak identik dengan sikap "hostile" pada kehadiran investor. Nasionalisme baru harus diwujudkan dalam bentuk percaya diri berunding sambil menjaga harga diri bangsa dengan menjauhi perilaku yang mengedepankan vested interest dan agenda tersembunyi.
ADVERTISEMENT
3. Perlu mendudukan porsi "negara" yang diwakili oleh BUMN dengan pas, berperan besar tetapi tidak "threatening", instumental tetapi tetap terbuka dalam bermitra dengan para pengusaha swasta nasional. Proyek-proyek energi yang memerlukan biaya besar dan teknologi tinggi, adalah kesempatan bagi bangsa kita untuk memajukan pemain nasional.
Negara dan pemerintah akan indah jika mengambil peran sebagai fasilitator dalam menggandengkan investor global dengan pemain swasta nasional, sebagai bagian dari proses membangun kapasitas nasional secara terencana dan sistematis.
Sebaliknya bila peran BUMN terlalu dominan, bukan saja menutup kesempatan bagi swasta nasional untuk berperan dan "naik kelas", tetapi juga membuka BUMN BUMN pada risiko yang besar, yang semestinya dapat dipikul bersama.
4) Membangun sektor energi adalah kerja besar multi komleks. Saya teringat pesan Pak Harto dalam buku "Butir-butir Budaya Jawa". Pak Harto Presiden kedua Republik Indonesia berpesan: "Ojo Kagetan, Ojo Gumunan, Ojo Dumeh". Terjemahan bebasnya: "jangan kaget dengan kekuasan dan kewenangan, jangan kagum pada kebendaan, jangan mentang-mentang berkuasa."
ADVERTISEMENT
Jika dimaknai dalam pengelolaan sektor energi kira-kira kita tak boleh egois, tak boleh arogan, apalagi mentang-mentan berkuasa. Ini adalah kerja besar, gotong royong nasional; sebab energi merupakan hajat hidup orang banyak.
5) Mengingat salah satu hal non teknis yang menghambat pembangunan sektor energi adalah "politisasi" dan "perburuan rente", maka pengelola sektor harus benar benar berhati dan bertangan bersih. Hanya dengan itu para pemangku kepentingan akan respek dan komit untuk bekerja secara maksimal mengejar ketertinggalan sektor energi.
By the way, sekedar nostalgia, pada tanggal 26 Oktober 2014, ketika untuk pertama kalinya saya bertemu dengan Bapak Presiden Joko Widodo, beliau menyampaikan concern yang kurang lebih sama dengan apa apa yang saya uraikan di atas. Malahan ditambah dengan isu khusus yaitu: "bagaimana mengatasi masalah mafia migas".
ADVERTISEMENT
Ketika itu saya menjawab: "kita banyak memiliki para ahli di bidang energi Bapak Presiden. Sepanjang Pimpinan Negara lurus jalannya, masaah-masalah teknis energi bisa kita selesaikan"
Rasanya kombinasi antara visi, integritas, dan kompetensi para pemangku kepentingan: regulator, industri, para investor, sampai pemerintah daerah masih tetap menjadi prasyarat yang relevan.
Konsistensi, persistensi, sikap inklusif dan ngemomg untuk bekerja bersama sama, gotong royong nasional, insya Allah akan membawa kita terus ke depan terhindar dari jebakan krisis energi.
Sebagaimana Bung Hatta berpesan, teruslah menjaga kejujuran sebagai fondasi dalam mengurus bangsa dan negara. "Kurang pintar bisa diperbaiki dengan belajar, kurang cakap bisa dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur sulit diperbaiki"
Akhirlul kalam sebenarnya tulisan iniebih tepat disebut "pengingat lembut", atau dalam bahasa Inggris sering disebut "a gentle reminder", suatu peringatan yang diberikan karena rasa sayang dan kepedulian. Sebab saya yakin semua pihak tidak ada yang merasa asing dengan hal-hal yang diuraikan di atas.
ADVERTISEMENT
Dirgahayu keluarga besar Pertambangan dan Energi Indonesia. Selamat hari jadi yang ke-72. Selamat terus berjuang membangun kedaulatan energi kita, demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta, 28 September 2017
Sudirman Said