Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menyikapi Ketidakpastian dengan “Ambidexterity”
12 Mei 2025 9:35 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sudirman Said tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Semua pasti kenal Albert Einstein dan Leonardo Da Vinci. Dua orang jenius ini memiliki keterampilan ambidextrous. Apa maknanya? Sir Thomas Browne (1646), seorang dokter yang juga penulis, berkebangsaan Inggris mendefinisikan istilah ambidexterity dengan, “orang-orang yang kedua sisi indranya dapat berfungsi sama baiknya”.
ADVERTISEMENT
Ia menggabungkan dua kata, yaitu “dexter” yang berarti cekatan atau terampil, dengan prefix latin “ambi”, yang berarti keduanya. Secara sederhana dapat dimaknai manusia ambidextrous adalah mereka yang mampu menggunakan kedua sisi indranya (kiri dan kanan), sama terampil dan cekatannya.
Mengapa manusia ambi-dexter istimewa? Karena kebanyakan dari kita memiliki kebiasaan dan kemampuan menggunakan tangan dan kaki kanan saja, atau kiri saja (bagi yang kidal) untuk menjalankan kehidupan sehari-hari: makan, minum, menulis, menendang bola, sikat gigi, mengangkat beban, dan mengerjakan tugas sehari-hari. Manusia ambidexter terbilang langka, dari 100 orang di sekeliling kita, hanya ada 1 orang yang memiliki keterampilan ambidexter. Dua tokoh dunia yang kita kenal, yang memiliki keterampilan ambidestrous adalah Einstein dan Da Vinci.
ADVERTISEMENT
Apakah ambidexterity bisa dilatih? Ternyata bisa. Leonardo Da Vinci terlahir kidal, tetapi sejak kecil dilatih untuk menulis dengan tangan kanannya. Ketika dewasa kedua tangannya memiliki kemampuan yang relatif sama baiknya. Sekarang banyak orang yang berusaha melatih dirinya menjadi ambidextrous, baik dengan motif jaga-jaga maupun memperbanyak instrumen untuk menjalankan hidup, sebagai bagian dari life skills development. Sejumlah saran untuk melatih ambidexterity misalnya dengan menulis, menggambar, menyikat gigi, mengangkat beban, berolahraga, dan lain sebagainya.
*****
Cerita di atas adalah makna teknis dari ambidexterity. Bisakan kita memaknai kapasitas semacam itu dengan lebih luas, lebih filosofis? Bila diterjemahkan lebih luas, maka sikap ambidextrous adalah kesiapan untuk melengkapi diri dengan sebanyak mungkin keterampilan, dengan mengoptimalkan kemampuan tak sekadar fisik kita, tetapi juga mental model, dan kemampuan otak kita. Filosofi ambidextrous juga bisa dimaknai dengan kesiapan untuk menjalani berbagai peran dan tugas, dalam ketidakpastian; dalam suasana terbaik, maupun dalam keadaan terburuk sekalipun.
ADVERTISEMENT
Bila bukan pejabat struktural, ia bisa jadi spesialis. Bila tak ada kesempatan jadi spesialis, turun pangkat pun siap, tak harus merasa turun martabat. Bila tak ada kerja kantoran, bisa juga menjalankan usaha kecil-kecilan. Sebagai praktisi, ia juga terampil menjadi pembicara dan pendidik, pun antusias untuk menjadi penulis dan story teller.
Jadi kasir, jadi penjaga gudang, petugas ekspedisi, sampai menjadi pengemudi, oka-oke saja. Sebaliknya, orang-orang ambidextrous juga Bersiap untuk menangani peran-peran baru yang lebih penting: dipromosikan, dipindahtugaskan, atau diberi tantangan mengerjakan hal-hal jauh lebih besar.
Manusia ambidextrous, dengan demikian, adalah orang-orang yang tak kenal menyerah, bila gagal di satu urusan atau usaha, mereka akan terus berikhtiar dengan usaha lainnya. Atau meneruskan usaha atau urusan yang sama tetapi dengan cara yang berbeda. Mereka akan terus mencoba hal-hal baru, cara-cara baru, pendekatan baru, mitra baru, bahkan menata horizon dan tujuan baru bila diperlukan.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah manusia pembelajar, long live learners. Mereka tak membatasi pembelajaran hanya pada ilmu dan keterampilan yang berhubungan erat dengan bidang kerjanya, tetapi terus menerobos batas-batas disiplin ilmu asal-usulnya. Mereka adalah orang-orang yang Bersiap menjadi: “spesialis-generalis”: punya skills tertentu, tetapi siap untuk mengerjakan apa saja.
******
Nah, dunia (Indonesia di dalamnya) sedang dan akan terus menghadapi ketidakpastian. Bila dikerucutkan ke dunia kerja, segala sesuatu bisa terjadi dengan tiba-tiba. Instansi pemerintah berubah bentuk atau tupoksi, bisa memicu mutasi besar-besaran. Perusahaan merger, ekspansi, atau bangkrut, membawa dampak PHK atau bisa juga membuka peluang promosi, dan keharusan mutasi bagi banyak orang.
Perang dagang dan dinamika geopolitik memancing ketegangan, dan perubahan orientasi ekonomi banyak negara, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada lapangan kerja. Kecenderungan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) yang akan makin masif, akan membawa perubahan signifikan dalam dunia profesi dan kesempatan kerja.
ADVERTISEMENT
Bila kita menyikapi semua gejala di atas dengan cara konvensional: menunggu penugasan, terpaku pada disiplin ilmu, mengandalkan pengalaman masa lalu, bertumpu pada jejaring konvensional; sudah pasti hidup kita sebagai professional ada dalam ancaman besar. Sebaliknya, bila kita menyongsong ketidakpastian dengan sikap dan filosofi “ambidextrous”: serba siap, fleksibel, menyukai hal-hal baru, terus menjadi pembelajar, maka yang di depan mata adalah suatu excitement.
Jadi, jangan cemas menghadapi masa depan, bersiapkan menjadi manusia ambidextrous. Kuncinya: terus bersyukur dan berikhtiar, dan jangan pernah berhenti belajar. Belajar apa saja, agar bisa menjalankan peran apa saja. Sebab, kita tak pernah tahu masa depan kita.