Konten dari Pengguna

Patuhlah!

Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
7 Agustus 2021 22:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sugeng Winarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anggota komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) melakukan aksi kampanye prokes dengan membawa poster di kawasan Fatmawati Jakarta, Senin (12/7/2021). Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Anggota komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) melakukan aksi kampanye prokes dengan membawa poster di kawasan Fatmawati Jakarta, Senin (12/7/2021). Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Sugeng Winarno*
Kebijakan pembatasan pergerakan manusia masih terus diperpanjang. Tak ada yang tau pembatasan itu akan sampai kapan. Pandemi Covid-19 juga tak ada yang bisa menjamin akan terkendali dalam waktu singkat. Hidup berdampingan dengan pandemi sepertinya akan menjadi pilihan realistis. Tinggal kuncinya patuh pada protokol kesehatan (prokes). Ini yang sulit.
ADVERTISEMENT
Menurut sejumlah pakar kesehatan, tak ada gunanya orang divaksin kalau mereka tak patuh prokes. Memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan menjadi keharusan. Patuhlah!. Karena kalau ini bisa tegak dilakukan, kita akan bisa hidup berdampingan dengan pandemi ini. Patuhlah, jangan membangkang dengan aturan prokes.
Sejatinya kunci dari pengendalian pandemi adalah sikap patuh. Tak ada artinya sejumlah peraturan yang sudah dibuat pemerintah kalau tak ada yang mau patuh (manut) menjalankan aturan itu. Penegakkan disiplin mematuhi peraturan masih menjadi persoalan serius bangsa ini. Bahkan sekelompok orang berpendapat bahwa peraturan itu dibuat memang untuk dilanggar.
Urusan patuh atau tidak patuh, taat atau membangkang sebenarnya bisa bermuara pada kedua belah pihak. Pihak yang mengatur dan pihak yang diatur. Untuk membuat orang yang diatur patuh, tentu aturan yang dibuat harus jelas dan tegas sanksinya. Kalau syarat ini tak terpenuhi, tentu aturan hanya tinggal aturan, tak ada orang yang mau nggubris peraturan itu.
ADVERTISEMENT
Peraturan juga akan sia-sia kalau hal-hal yang terkait pelaksanaan aturan itu tak jelas, mbulet, dan multi tafsir. Tak jarang beberapa peraturan di negeri ini narasinya memicu beragam penafsiran. Dalam penyampaian pesan komunikasi peraturan itu narasinya juga beraneka rupa, tak seragam. Padahal pesan komunikasi yang tak tunggal bisa memicu penafsiran yang variatif dan subyektif.
Masih sering terjadi peraturan yang tak sama dan satu komando antara pusat dan daerah. Masih jamak terjadi pemerintah pusat ngomong A, sementara pimpinan daerah bicara B. Pembuat peraturan terlihat tak kompak. Model kebijakan seperti ini menunjukkan antara beberapa pihak yang mestinya bertanggungjawab terhadap aturan itu seperti saling lempar tugas dan menghindari resiko. Pemaafan juga masih terjadi pada orang-orang yang melanggar peraturan.
ADVERTISEMENT
Pembuat peraturan juga sering merubah aturan yang dibuatnya. Pejabat pembuat peraturan terkesan plin plan dan tak dapat dipercaya. Orang seperti ini kata Cak Kartolo, komedian ludruk Jawa Timur, ibarat isuk tempe, sore dele, bengi mendol. Perubahan atas sebuah peraturan hanya akan membuat peraturan yang baru akan bernasib serupa dengan peraturan awal yang telah diubah. Alih-alih mendapat dukungan masyarakat, peraturan seperti ini justru dapat menimbulkan apatisme dan sikap cuek masyarakat.
Timbulnya sikap pembangkangan masyarakat atas peraturan pemerintah bisa jadi dipicu oleh perilaku blunder sang pembuat peraturan. Antara apa yang disampaikan ternyata tak sesuai dengan yang dilakukan di lapangan. Misalnya, aturan terkait pelarangan berkumpul dan menggelar pesta selama masa pembatasan, namun justru muncul kasus pejabat yang menggelar pesta ulang tahun dan terjadi kerumunan.
ADVERTISEMENT
Jadi alasan banyaknya masyarakat yang tak mau patuh mengikuti kebijakan PPKM darurat bisa dimengerti. Apalagi bagi sejumlah orang hanya berdiam diri di rumah bukanlah pilihan yang mudah. Bisa jadi mereka memang bisa mati karena keluar rumah dan terpapar virus, namun kalau mereka tak nekat pergi bekerja juga bisa mati kelaparan. Karena tak semua pekerjaan bisa dilakukan WFH.
Faktor pemicu sikap pembangkangan selain dari pihak pembuat peraturan, dari sisi masyarakat juga tak sedikit yang memang bandel. Terdapat sekelompok orang yang sulit diatur. Mereka sukanya melakukan perlawanan terhadap sejumlah peraturan pemerintah. Sikap sekelompok orang seperti ini memang wajar di alam demokrasi, namun sikap tersebut bisa merugikan orang lain, terutama terkait penanganan pandemi saat ini.
ADVERTISEMENT
Gagalnya penerapan sejumlah peraturan penanganan pandemi juga banyak dipicu oleh kebodohan bersama. Menurut Epidemiolog Pandu Riono, di negeri ini telah terjadi kebodohan massal. Sikap inilah yang dapat menggagalkan upaya mewujudkan kekebalan komunal (herd immunity) karena yang terjadi justru kebodohan massal (herd stupidity). Antara pemimpin dengan orang yang dipimpin sering kompak melakukan kesalahan bersama dan berulang.
Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia semakin buruk, bahkan Indonesia telah menempati posisi kedua terburuk setelah India. Untuk itu upaya menegakkan disiplin menjalankan protokol kesehatan tak bisa ditawar-tawar. Butuh sikap pemimpin yang tegas dan kesadaran semua warga yang dipimpin. Patuh pada kebijakan PPKM darurat adalah harga mati, tak perlu ditawar, tak perlu banyak diperdebatkan, dan tak usah saling menyalahkan. Saat ini, yang penting patuhlah!.
ADVERTISEMENT
Kini tak cukup lagi dengan 3 M. Saat ini banyak dikampanyekan 6 M yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, menjaga pola makan sehat dan istirahat cukup. Sejumlah ahli kesehatan juga menyarankan memakai dobel masker karena dengan masker satu layer saja masih berpeluang bisa ditembus virus.
Jumlah korban yang terus berjatuhan, ruang-ruang ICU yang tutup karena penuh, kelangkaan tabung oksigen, petugas pemakaman yang kewalahan, nakes yang bertumbangan, dan banyaknya kabar duka tiap hari hendaknya jadi nasihat agar kita patuh pada peraturan penanganan pandemi. Kita patut yakin bahwa peraturan sejatinya dibuat demi kebaikan dan keselamatan bersama. (*)
*) Penulis dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.
ADVERTISEMENT