Umat Islam Indonesia Menghadapi Covid-19

suhail eresmair
Student at Indonesia International Islamic University (UIII)
Konten dari Pengguna
2 April 2020 14:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari suhail eresmair tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
foto : M Naufan Rizqullah (Mahasiswa Kajian Islam Pascasarjana UI)
Oleh: M Naufan Rizqullah (Mahasiswa Kajian Islam Pascasarjana UI)
ADVERTISEMENT
Merebaknya virus Corana atau biasa disebut Covid 19 awal tahun ini cukup mengejutkan dunia, virus yang hampir menyebar diseluruh dunia dinilai sebagai virus yang cukup masif dikarenakan tersebarnya di wilayah perkotaan. Virus ini diakui dimulai dari daratan China, lokasi kasus pertama virus corona baru ini dideteksi. Saat ini seluruh dunia sedang berjuang untuk menghadapi virus yang statusnya sudah ditetapkan sebagai pandemi oleh Who dan tidakk lepas juga adalah Indonesia. Cara mennghadapi virus ini adalah dengan cara mengubah gaya hidup yang lebih bersih (mencuci tangan dan memakan masakan matang), cara bekerja dan cara berkomunikasi antar manusia.
Tidak lepas juga dengan perubahan pola Ibadah umat beragama yang dalam konteks Indonesia mayoritas masyarakatnya adalah agama Islam. Pemerintah dan institusi kesehatan menghimbau untuk mengurangi penyebaran virus Covid 19 maka diperlukan menghindari aktivitas yang bersifat berjamaah atau banyak orang dan melakukan seluruh aktivitas tersebut didalam rumah saja. Dalam hal ini umat Islam dihimbau untuk melakukan aktivitas shalat secara individu (munfarid) dan di rumah masing-masing, padahal dalam konteks Islam banyak yang meyakini dan khususnya laki-laki Shalat berjamaah di masjid memiliki keutamaan yang lebih tinggi dibandingkan mengerjakan secara individu.
ADVERTISEMENT
Salah satu keseriusan dunia islam dalam menghadapi pandemi covid 19 ini adalah pemerintah Arab Saudi menutup seluruh akses para jamaah umrah ke kabah ataupun masjid nabawi yang biasanya ramai para pengunjung dan melakukan karantina wilayah untuk masuk ke 2 kota suci mekah dan madinah tersebut. Keputusan kerajaan Arab Saudi ini cukup mengagetkan dan memberi gambaran kepada seluruh umat Islam dunia bahwa virus Covid 19 adalah wabah yang serius dan harus disikapi secara total oleh otoritas setempat mengingat banyak jamaah umrah yang berdatangan dari berbagai negara yang datang ke mekah dan madinah.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Indonesia melaporkan adanya kasus pertama pasien virus covid 19 pada 2 Maret 2020 ini, hingga sekarang kasus pasien positif terus bertambah dan cukup banyak yang sampai meninggal dunia per tanggal 31 maret terhitung sudah ada 1.528 kasus COVID-19 dan 136 orang meninggal dunia. Artinya, kini tingkat kematian (case fatality rate) Corona di Indonesia 8,9% yang terbilang cukup tinggi dan nomor 2 di dunia setelah Italia yang mencapai angka 11%. Dalam hal ini pemerintah Indonesia bisa terbilang cukup lambat untuk mengantisipasi bahkan beberapa pejabat hanya bisa berkelakar terkait virus corona yang belum terdeteksi saat itu padahal di seluruh dunia sudah menyebar luas. Keterlambatan ini bisa kita lihat dengan respon ketidaksiapan infrastruktur tenaga medis dan lambatnya beberapa kebijakan seperti larangan mudik ke kampung halaman setelah ada pasien positif yang membawa virus tersebut ke kampung halaman mereka sehingga virus ini tidak lagi menyebar hanya di wilayah perkotaan saja tapi juga ke daerah- daerah pedesaan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat muslim Indonesia pun juga sudah mulai tersadarkan dengan pentingnya melakukan social distancing, dimana aktivitas beribadah khususnya sholat sudah dihImbau untuk melakukannya dirumah masing-masing dan sebagaian masjid pun ditutup untuk jamaah dan dilarang melakukan aktivitas ibadah. Bahkan sholat jumat yang menjadi ritus mingguan yang diwajibkan bagi laki-laki dihentikan sementara waktu sampai pandemi covid 19 ini bisa selesai.
Sikap masyarakat muslim Indonesia ini juga tidak lepas dari keluarnya fatwa MUI berkaitan dengan virus Covid 19 ini, fatwa MUI keluar pada tanggal 16 maret 2020 nomor 14 Tahun 2020, yang dalam fatwa tersebut mengatur tentang penyelenggaran ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19 dan MUI merilis 9 poin yang secara singkat sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
“1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
ADVERTISEMENT
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
ADVERTISEMENT
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
ADVERTISEMENT
7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19.
9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.”
ADVERTISEMENT
Menariknya hampir setiap Ulama di Indonesia tidak ada yang berselisih paham berkaitan dengan Fatwa MUI tersebut, mengingat Islam Indonesia adalah adalah masyarakat yang sangat majemuk dalam peribadatan, fiqih, madzhab dan aliran keperccayaan didalamnya, tapi jika berbicara tentang Covid 19 ini hampir semua Ulama sepaham untuk melakukan Social Distancing dan mengubah pola beribadahan mereka yang semula berjamaah menjadi individual atau sendiri-sendiri. Tentu fatwa MUI ini sangat sejalan dengan anjuran pemerintah yang menghimbau warga negara Indonesia untuk berdiam diri dirumah dan melakukan pembatasan interaksi yang dalam hal ini juga peribadahan.
Kekompakan ulama dan pemerintah ini menjadi sebuah respon positif bagi masyarakat muslim Indonesia untuk menjadikan 2 acuan tersebut refrensi untuk melawan penyebaran virus Corona secara massif. Pada dasarnya umat Islam Indonesia terlepas dari kemajemukannya memiliki spirit persatuan dan solidaritas demi kemanusiaan. Bahwa disadari agama Islam adalah agama kemanusiaan yang setiap nyawa manusia adalah penting. Para Ulama Indonesia senantiasa mengajarkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah. Jadi, persaudaraan sesama muslim, persaudaraan sesama warga negara apa pun agamanya, persaudaraan sesama manusia. Pengajaran persaudaraan ini mengajarkan berkaitan dengan solidaritas antar sesama adalah ajaran Islam dimana implementasi ajaran tersebut dapat dibuktikan dengan bagaimana umat Islam Indonesia menghadapi wabah covid 19 yang harus dihadapi dengan menekan ego kelompok maupun individu demi kepentingan masyarakat yang lebih luas
ADVERTISEMENT
Belajar dari Jamaah Tabligh di Malaysia
Malaysia digegerkan dengan melonjaknya pasien positif covid 19 yang kebanyakan merupakan peserta pertemuan jamaah tabligh di Masjid Jamek Sri Petaling. Pertemuan yang disebut sebagai agenda tabligh akbar tersebut dihadiri oleh hampir 16.000 peserta dimana peserta tersebut berasal dari berbagai warga negara khususnya negara-negara tetangga seperti brunei darussalam, singapura dan tidak luput Indonesia. Usai acara itu diselenggarakan, sebanyak 190 orang dinyatakan positif terinfeksi virus corona. “Berdasarkan investigasi awal, sebagian besar kasus baru ini terkait dengan kegiatan pertemuan ijtimak tabligh di Masjid Jamek Sri Petaling, Kuala Lumpur,” kata Menteri Kesehatan Malaysia Datuk Seri Dr Adham Baba, seperti dilansir dari The Straitstimes, Rabu, 18 Maret 2020.
Agenda tahunan Ijtima tersebut mendapat sorotan dunia karena menyebabkan perluasan penyebaran virus corona yang cukup masif dan dihubungkan dengan kegiatan tersebut, sebagai contoh brunei darussalam dari 50 warganya yang positif covid 19 sebanyak 38 dihubungkan dengan pertemuan dari agenda di ijtimak di malaysia adapun di singapura 5 orang dari pertemuan tersebut postif covid 19.
ADVERTISEMENT
Kita bisa asumsikan bahwa persebaran orang begitu banyak dan harus segera ditangani bahkan berpeluang untuk menyebarkan ke berbagai orang lagi bahkan dicatat 5 orang positif covid 19 dari singapura setelah mengunjung acara tersebut diketahui berkegiatan secara normal ketika pulang dan mengunjungi 10 masjid di singapura. Tentu tanpa disadari pertemuan akbar tersebut menjadi pemicu penyebaran lebih luasnya orang terkena covid 19 apalagi yang perlu diawasi adalah belasan ribu warga malaysia. Warga Indonesia sendiri pun yang mengikuti acara tersebut pun tak lepas dari masalah tersebut karena total peserta yang mengikuti acara itu sebanyak 696 orang dan belasan orang terkonfirmasi positif covid 19
Kejadian di Malaysia ini menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia terlebih setelah acara di Malaysia, Jamaah Tabligh berencana mengadakan acara serupa di Sulawesi Selatan tepatnya di kabupaten Gowa. Maka pemerintah dalam hal ini pemerintah provinsi dan kepolisian senantiasa melobi para ulama dan panitia dari jamaah tabligh untuk membatalkan acara tersebut. Dan akhirnya para ulama dan panitia Ijtima akbar itu membatalkan guna tidak tersebarnya covid 19 lebih luas lagi.
ADVERTISEMENT
Hikmah yang dapat kita ambil
Bahwasanya pandemi virus ini berkaitan erat dengan keselamatan jiwa manusia bukan hanya sekelompok orang saja tapi seluruh orang yang ada di suatu daerah tersebut. Permasalahan ritual agama yang menjadi terhambat tentu adalah permasalahan yang harus dihadapi, tapi kita berkeyakinan Islam adalah agama yang memudahkan hambanya dan sangat mengedepankan kemanusiaan diatas segalanya. Dalam Al-Quran jelas bahwa setiap nyawa manusia itu penting dan menjaga kesehatan adalah bagian dari kepentingan merawat kehidupan tersebut. Maka Islam memberikan kemudah bagi hambanya untuk menjalankan ibadah sesuai kepada kondisi yang berlaku tanpa harus memaksakan apalagi situasi tersebut adalah situasi yang genting. Maka sejenak kita menahan diri untuk beribadah masing-masing, mencari ilmu masing-masing dan senantiasa berdoa untuk keselamatan seluruh umat manusia.
ADVERTISEMENT