Cerita di Balik Jus Buah Naga

Suhari Ete
Sekretaris Umum Perhimpunan Jurnalis Rakyat Tinggal di Batam - Kepulauan Riau
Konten dari Pengguna
28 Juni 2019 16:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suhari Ete tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Segelas jus buah naga kembali kupilih sore itu. Aku tidak minum kopi susu seperti biasanya, karena hari itu aku sangat lelah. Aku sendiri tak cukup yakin bahwa kopi akan mampu untuk memperbaiki mood, sebenarnya. Anggap saja itu iseng-iseng berhadiah. Sesekali kita perlu melakukan hal yang tak benar-benar kita yakitu justru untuk mengetahui kebenarannya.
ADVERTISEMENT
Di salah satu sudut di dpallet aku duduk. Sendirian. Kafe itu sedang tak begitu ramai, dari tempatku duduk, aku leluasa mengedarkan pandang karena mejaku terletak di sudut yang memungkinkan aku melihat ke seluruh penjuru kafe. Tak terkecuali pintu masuk.
Kuputuskan untuk kembali tenggelam dalam Bumi Manusia yang tengah kubaca ulang. Aku selalu suka dengan cara Pramoedya Ananta Toer berututur. Banyak hal yang kucatat dengan baik, satu diantaranya adalah pesan Nyai Ontosoroh pada Annelies, putrinya; Sekali saja dalam hidup orang harus membuat keputusan besar, jika tidak ia tak akan jadi apa-apa.
Keputusan besar. Aku berhenti sejenak. Besar dan kecil tentu amat relatif bagi setiap orang. Membeli mainan untuk anak seharga lima ribu rupiah tentu keputusan besar bagi seorang ayah yang berpenghasilan tak lebih dari lima belas ribu per hari. Sedang bagi yang lain, hal itu mungkin hanya remah-remah roti, tak perlu dipikirkan.
ADVERTISEMENT
Kata orang, pengalaman adalah guru paling baik. Aku ingin menambahkan ‘sekaligus mengerikan’ di belakang kalimat itu. Pengalaman bisa membuat orang demikian bijak. Pun pengalaman bisa membuat orang jadi makhluk paling kejam. Sebagian bilang, itu bergantung bagaimana memandang pengalaman itu sendiri. Tentu saja.
Pengalaman tidak punya kurikulum layaknya sekolah formal. Ini tidak berarti aku bersepakat bahwa kurikulum di sekolah formal adalah kerangka terbaik untuk belajar. Sama sekali tidak. Namun, demikian cair guru bernama pengalaman, sehingga pelajaran yang diajarkan dan dipahami setiap orang pun menjadi sangat personal.