Uji Nyali bagi Para Penglaju di KCL pada Masa Pandemi Covid-19

sukur budiharjo
Penulis dan Pensiunan GURU ASN di DKI Jakarta. Dengan suka hati menulis artikel, cerpen, dan puisi. Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Konten dari Pengguna
12 Agustus 2020 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sukur budiharjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika wabah corona atau pandemi Covid-19 belum merebak seperti saat ini, kereta commuterline (KCL) merupakan moda transportasi yang paling populer dan favorit bagi para penglaju. Selain karena harga tiketnya yang murah, KCL juga menawarkan rasa aman dan kecepatan yang tak dimiliki moda transportasi darat lainnya. Tak ada kemacetan yang sangat merugikan penumpang. Andaikan ada musibah kecelakaan karena tabrakan, rel yang terkubur tanah longsor, atau pohon tumbang yang menimpa rel, masih bisa dihitung dengan jari tangan dalam setahun.
ADVERTISEMENT
Namun, saat ini — tatkala pandemi Covid-19 meneror siapa pun — KCL masih menjadi alat angkut penumpang yang paling digemari. Pada jam–jam sibuk atau jam sewa di pagi hari dan sore hari, penumpang KCL membeludak. Pada saat itu para pekerja, karyawan, atau pegawai berangkat bekerja dan pulang dari tempat mereka bekerja.
KCL dengan rute Jakarta Kota — Bogor atau Bogor — Jakarta Kota, dulu sering saya naiki ketika saya belum pensiun sebagai guru ASN di DKI Jakarta. Pada jam sibuk, pagi dan sore hingga malam, selalu penuh sesak. Akan tetapi, saya tak merasa terteror atau khawatir. Itu menjadi pemandangan yang biasa. Hal serupa juga dialami KCL dengan trayek Bogor -- Jatinegara, Bogor -- Angke, Bekasi -- Jakarta Kota, Kampung Duri -- Tangerang, dan Tanah Abang -- Rangkasbitung.
ADVERTISEMENT
Saat ini, berdasarkan cerita kawan-kawan dan berita yang tayang di media daring dan media televisi, meski ada wabah virus corona, penumpang KCL tidak juga surut. Tentu saja sebelum para calon penumpang memasuki area stasiun, mereka harus melewati pemeriksaan yang ketat oleh petugas terkait kepatuhan melaksanakan protokol kesehatan secara baik dan benar. Ini misalnya para calon penumpang harus menggunakan masker, diperiksa suhu badannya, dan mencuci tangan dengan sanitizer sebelum memasuki kereta.
Ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto meninjau Stasiun Bogor pada Senin, 15 Juni 2020 pukul 05.00 WIB pagi hari, kedua kepala daerah ini melihat antrean calon penumpang yang mengular. Kedua kepala daerah ini tentu saja berpesan kepada para calon penumpang agar mematuhi protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.
ADVERTISEMENT
Ajang Uji Nyali
Akan tetapi, Pak Anies dan Kang Bima tidak melihat keadaan penumpang setelah KCL berangkat dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota. Sebab, setelah itu KCL berhenti di setiap stasiun untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Ada 23 stasiun yang harus disinggahi dengan waktu tempuh sekitar dua jam.
Pada jam-jam sibuk, seperti telah saya kemukakan, calon penumpang menyerbu ke dalam gerbong di setiap stasiun. Aturan menjaga jarak seperti yang diatur dalam protokol kesehatan tak lagi dipatuhi oleh penumpang. Ambyar. Para penumpang berdesakan. Mereka terbuai oleh mimpi mereka masing-masing. Situasi gerbong dan keadaan penumpang pada saat ini layaknya seperti situasi gerbong dan keadaan penumpang sebelum pandemi Covid-19 mendera negeri ini.
ADVERTISEMENT
Pada momen inilah KCL menjadi ajang uji nyali bagi para penumpangnya. Kesabaran mereka diuji. Ketahanan tubuh (imun) yang bersenyawa dengan ketenangan jiwa (iman) harus dimiliki oleh para penumpang KCL ini ketika wabah corona belum berakhir.
Yang terpenting para penumpang harus memiliki keyakinan bahwa mereka tidak akan saling menularkan virus corona. Mereka juga harus meyakini bahwa mereka tidak tertulari virus corona. Sebab, mereka telah melaksanakan protokol kesehatan dengan baik dan benar.
KCL Bersensor dan KCL Ekspres
Untuk mengatasi padatnya penumpang pada jam-jam sibuk, saya menawarkan solusi penggunaan kereta listrik bersensor. Dengan kereta listrik bersensor, layaknya lif, alarm yang terdapat di dalam gerbong akan berbunyi jika penumpang yang naik ke dalam kereta melebihi kapasitas. Penumpang yang lebih dahulu telah berada di dalam kereta dapat menegur penumpang yang baru naik yang mengakibatkan alarm di dalam kereta berbunyi sehingga kereta tak dapat melanjutkan perjalanan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, solusi seperti ini tidak mungkin terealisasi. Karena biayanya mahal. Alat transportasi yang memiliki sensor baru pesawat terbang. Jadi solusi KCL bersensor kita lupakan saja.
Solusi kedua ialah pengoperasian KCL ekspres. Ini tentu bisa diwujudkan karena PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) memiliki pengalaman pernah menjalankan KRL Ekspres Bogor — Jakarta Kota. Protokol kesehatan menjaga jarak tentu tak akan dilanggar. Jumlah penumpangnya pada setiap gerbong sudah dapat dipastikan tak akan melebihi kapasitas. Keamanan dan kenyamanan penumpang pasti terwujud.
Protokol kesehatan menjaga jarak di dalam kereta KCL pada jam sibuk ketika pandemi Covid-19 masih ada dan virus corona menjadi wabah yang mematikan, tak akan terwujud. KCL masih akan tetap berjubel dengan penumpang. Risiko tertular virus corona tidak bisa ditepis lagi. Namun, apa boleh buat!
ADVERTISEMENT