BMKG: Sesar Mamuju Kerap Picu Aktivitas Gempa Merusak, Terdata Sejak 1915

Konten Media Partner
27 September 2021 6:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Foto: Jafrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Foto: Jafrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Gempa bumi berkekuatan 5 magnitudo (dimutakhirkan menjadi 4,9 magnitudo) menggetarkan wilayah Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat (Sulbar), Minggu (26/9/2021), sekitar pukul 17.32 WITA.
ADVERTISEMENT
Data BMKG, gempa tersebut berpusat di darat pada jarak 39 kilometer arah barat daya Mamuju Tengah dengan kedalaman pusat gempa 36 kilometer. Gempa ini termasuk gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang diduga kuat dipicu oleh aktivitas Sesar Naik Mamuju (Mamuju Thrust) dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa episenter gempa tersebut terletak berdekatan dengan pusat gempa merusak yang terjadi pada 6 September 1972 berkekuatan 5,8 magnitudo dan gempa merusak pada 8 Januari 1984 berkekuatan 6,7 magnitudo.
"Wilayah Sulawesi Barat memang dikenal sebagai kawasan seismik aktif dan kompleks karena terdapat jalur lipatan dan sesar naik (fold and thrust belt) di lepas pantai dan wilayah pesisir," terang Daryono, dalam keterangannya yang diterima SulbarKini.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan bahwa keberadaan Sesar Naik Mamuju (Mamuju Thrust) selama ini menjadi penyebab banyaknya aktivitas gempa signifikan dan merusak di Sulawesi Barat.
Di antaranya gempa pada 23 Desember 1915, gempa pada 11 April 1967 dengan 6,3 magnitudo, gempa pada 23 Februari 1969 dengan 6,9 magnitudo, gempa pada 6 September 1972 dengan 5,8 magnitudo, gempa pada 8 Januari 1984 dengan 6,7 magnitudo, gempa pada 7 November 2020 dengan 5,3 magnitudo, serta gempa 6,2 magnitudo pada 15 Januari 2021.
Selain itu, peristiwa tsunami juga pernah terjadi di wilayah pesisir Sulawesi Barat, yakni pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 magnitudo dan 8 Januari 1984 dengan kekuatan 6,7 magnitudo.
"Upaya mitigasi bencana gempa dan tsunami baik struktural maupun nonstruktural secara konkrit harus diwujudkan untuk menekan risiko bencana sekecil mungkin yang dapat terjadi di masa yang akan datang," pungkasnya.
ADVERTISEMENT