Cerita Tirta Yving dan Maryam, Dua Perempuan Pendaki Gunung dari Mamasa, Sulbar

Konten Media Partner
18 Desember 2020 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tirta Yving (kiri) dan Maryam, dua mahasiswi asal Mamasa, Sulawesi Barat, yang hobi mendaki gunung. Foto: Dok. Istimewa/sulbarkini
zoom-in-whitePerbesar
Tirta Yving (kiri) dan Maryam, dua mahasiswi asal Mamasa, Sulawesi Barat, yang hobi mendaki gunung. Foto: Dok. Istimewa/sulbarkini
ADVERTISEMENT
MAMASA - Bagi sebagian orang, mendaki gunung bukan hanya sekadar hobi. Namun, sebuah kerinduan untuk bersua dengan rindangnya hutan dan beratapkan awan. Petualangan yang dirasakan bagi para pendaki gunung selama perjalanan membuat banyak orang yang tadinya tidak menyukai kegiatan outdoor, menjadi terpesona pada keindahan puncak gunung.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dirasakan Tirta Yving (19 tahun) dan Maryam (20 tahun), dua mahasiswi asal Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Keduanya mengaku selalu merindukan berpetualang, menaklukkan ketinggian, dan menancapkan kenangannya di puncak gunung.
Tirta Yving yang saat ini tercatat sebagai mahasiswi semester 3 di salah satu universitas di Sulawesi Barat mengaku pertama kali melakukan pendakian saat menapaki puncak Gunung Mambulilling di Mamasa pada tahun 2016 lalu yang memiliki ketinggian 2.873 meter di atas permukaan laut (Mdpl).
Awalnya, Tirta merasa pesimistis karena medan perjalanan yang cukup berat. Namun, setelah berhasil mencapai puncak, ia pun dihinggapi perasaan takjub dengan keindahan yang ditawarkan dan ingin lebih banyak melihat puncak-puncak gunung lainnya.
"Saat pertama tiba di puncak, saya langsung kagum. Pemandangan alam yang begitu indah, tidak pernah dibayangkan sebelumnya bisa saya temukan di sana. Akhirnya rasa jatuh cinta terhadap gunung itu muncul dan rasanya ingin lebih banyak melakukan pendakian untuk melihat keindahan alam lainya," kata Tirta, kepada Sulbar Kini, Jumat (18/12).
Tirta mulai mendaki gunung pada tahun 2019 dengan menaklukkan puncak Gunung Mambulilling. Foto: Dok. Istimewa
Ia pun lalu memutuskan bergabung dengan Komunitas Pencinta Alam (KPA) MPB Sulbar dan berkesempatan melakukan pendakian ke gunung yang lebih tinggi dengan jalur yang cukup ekstrem, yaitu Gunung Gandang Dewata. Selain menjadi salah satu gunung tertinggi di Sulawesi, Gunung Gandang Dewata juga terkenal dengan jalurnya yang ekstrem serta penuh dengan cerita mistis.
ADVERTISEMENT
"Pendakian pertama saya ke gunung Gandang Dewata dengan ketinggian 3.037 Mdpl itu diawali di tahun 2019. Saat itu kami berjumlah sekitar 10 orang, ada banyak kenangan dan tantangan saat melakukan pendakian pertama. Saat itu jalurnya sangat ekstrem karena saat kami melakukan pendakian pas di musim hujan, seringkali kami temukan jalur longsor dan licin," ujarnya.
Untuk mencapai puncak gunung, Tirta dan rekan-rekanya menempuh perjalanan selama empat hari tiga malam. Selama pendakian menuju puncak, mereka melakukan kemping di sejumlah pos pada malam hari untuk istirahat dan siangnya melanjutkan perjalanan hingga tiba di puncak.
"Setelah tiba di puncak, rasa haru, senang bahkan sedih kian bercampur. Bagaimana tidak, sudah berapa malam melakukan pendakian baru bisa tiba di puncak gunung Gandang Dewata. Bagi saya ini sebuah kenangan yang tak bisa saya lupakan, perjalanan yang begitu melelahkan terbayar lunas setelah saya tiba di puncak gunung," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Pendakian menuju puncak Gunung Gandang Dewata kembali dilakukan Tirta pada Agustus 2020 lalu.
"Untuk gunung-gunung yang lain di luar Sulawesi, masih planning ke depan. Pasti akan ada waktu untuk ke sana, termasuk Semeru dan Rijani," ucapnya.
Maryam saat berada di puncak Gunung Gandang Dewata. Foto: Dok. Istimewa
Hal yang sama dirasakan Maryam. Bersama dengan Tirta, ia merasakan pendakian pertamanya saat mencapai puncak Gunung Mambulilling pada tahun 2019 lalu. Awalnya hanya sekadar mencoba hingga kemudian terpesona dengan sensasi dan keindahan saat berada di puncak gunung.
"Kalau belum sampai di puncak atau masih dalam perjalanan, memang rasa lelah tak terbendung. Kadang perasaan ingin kembali ke bawah, namun pas kita di puncak semuanya terbayar lunas dan rasa selalu ingin mencoba. Pokoknya gunung itu bagi saya adalah candu," kata mahasiswi semester 3 di salah satu kampus di Sulawesi Barat ini.
ADVERTISEMENT
Menaklukkan puncak Gunung Gandang Dewata merupakan salah satu pendakian yang berkesan bagi Maryam. Selain jalurnya terjal dan ekstrem, dia juga merasakan pentingnya solidaritas dan kekompakan selama melakukan pendakian gunung.
"Solidaritas dan kekompakan serta rasa persaudaraan sangat terasa, kita tidak bisa saling meninggalkan terlalu jauh, saling membantu melewati jalur terjal dan ekstrem. Belum lagi, kita saling menguatkan agar sama-sama bisa sampai puncak," tuturnya.
Kebersamaan dan persaudaraan itu pun dirasakan saat makan bersama. Bekal yang dibawa menjadi santapan bersama dengan pendaki lainnya.
"Kadang sesama pendaki tidak baku kenal, namun saat kita mendaki bersama atau pas ketemu di puncak, kita sangat kenal dan lebih dekat. Jadi rasanya ada saudara baru yang kita temukan," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Bagi Tirta dan Maryam, kecintaan terhadap puncak gunung akan terus ada. Keduanya pun kompak menjadikan Gunung Rinjani dan Semeru sebagai tujuan untuk menancapkan kenangan di sana.