Gema Difabel Mamuju 3.jpg

Gema Difabel Mamuju, Bergerak Melampaui Keterbatasan

15 Mei 2020 14:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para penyandang disabilitas di Mamuju tergabung dalam Gema Difabel Mamuju. Foto: Dok. Shafar Malolo
zoom-in-whitePerbesar
Para penyandang disabilitas di Mamuju tergabung dalam Gema Difabel Mamuju. Foto: Dok. Shafar Malolo
ADVERTISEMENT
Memiliki keterbatasan tak menyurutkan semangat sejumlah penyandang disabilitas di Mamuju, Sulawesi Barat, untuk bergerak dalam sejumlah kegiatan sosial dan kemanusiaan. Mereka tergabung dalam organisasi Gema Difabel Mamuju.
ADVERTISEMENT
Ketua Gema Difabel Mamuju, Syafaruddin Syam, yang akrab disapa Shafar Malolo ini mengatakan, organisasi penyandang disabilitas (OPDis) tersebut sudah berdiri sejak tahun 2016. Saat ini, sudah memiliki anggota 25 orang penyandang disabilitas yang ada di Mamuju.
Pria kelahiran 32 tahun silam ini menuturkan, inisiatif untuk mendirikan organisasi Gema Difabel tersebut berawal dari keprihatinannya karena selama ini belum ada organisasi di Mamuju yang konsen memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas. Niat tersebut mendorongnya mendirikan satu-satunya organisasi bagi difabel itu di Sulawesi Barat.
"Awalnya kami buat komunitas, lalu membuat organisasi yang telah memiliki payung hukum," ungkap Shafar, Jumat (15/5).
Salah satu kegiatan kemanusiaan yang pernah dilakukan oleh Gema Difabel Mamuju yakni saat terjadi gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, 28 September 2018 lalu. Gempa bumi berkekuatan 7,4 magnitudo yang disertai tsunami dan likuifaksi itu menelan sedikitnya korban meninggal dunia yang mencapai 2.073 jiwa, korban luka-luka sebanyak 10.679 jiwa, dan merusak rumah warga sekitar 67.310 unit.
Saat gempa dan tsunami di Palu, Gema Difabel Mamuju terlibat langsung dalam suasana tanggap darurat. Foto: Dok. Shafar Malolo
Bersama dengan tim Emergency Respon Arbeiter-Samariter-Bund (ASB), organisasi yang berasal dari Jerman yang bergerak di bidang bantuan dan dukungan sosial serta jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) Sulawesi Tengah, Shafar dan Gema Difabel Mamuju melakukan kaji cepat pascagempa.
ADVERTISEMENT
Mereka melakukan observasi dan kaji cepat kebutuhan sektor dasar seperti air bersih dan sanitasi, pangan dan nutrisi, mata pencaharian, hunian sementara, permukiman serta layanan kesehatan kepada warga yang terdampak gempa, tsunami, dan likuifaksi.
"Sangat jarang LSM melakukan apa yang dilakukan oleh ASB saat itu, yaitu dengan melibatkan difabel untuk terlibat langsung dalam suasana masa tanggap darurat kebencanaan dan bahkan selama di Palu masih sering terjadi gempa susulan dan bervariasi. Pengalaman itu sangat berharga bagi saya," kenangnya.
Shafar juga kerap terlibat dalam penyaluran bantuan bantuan dengan menawarkan antar jemput gratis. Foto: Dok. Shafar Malolo
Shafar yang tergabung dalam Yayasan Marandang Sulbar ini juga tetap aktif melakukan aksi sosial di tengah pandemi virus corona. Melalui Gema Difabel Sulbar, ia menerima jasa pengantaran dan penjemputan sembako maupun paket bantuan lainnya.
ADVERTISEMENT
"Entah itu APD, sembako, dan semua jenis bantuan, kami siap antar dan dijemput secara gratis," ujarnya.
Tak jarang, kata Syafar, Gema Difabel Mamuju juga melakukan aksi penggalangan dana saat terjadi bencana. Baik itu turun langsung di jalan maupun bekerja sama dengan organisasi atau komunitas lainnya.
"Kalau ada bencana dan sebagainya, teman-teman turun aksi kami juga ambil bagian," ucapnya.
Satu yang menjadi harapan Syafar, para difabel di Mamuju juga mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. Sebab, kata dia, setiap kebijakan dan pembangunan yang dilakukan pemerintah juga akan bersentuhan dengan difabel.
"Jadi saya berharap pembangunan di Sulawesi Barat ini selalu menerapkan prinsip universal design. Artinya semua bisa diakses, baik itu difabel maupun nondifabel. Semuanya setara," harapnya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten