Kisah Kru Sulbarkini Jadi Korban Gempa: Belum Tidur ataupun Makan, Tetap Liputan

Konten Media Partner
15 Januari 2021 19:35 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Gubernur Sulawesi Barat hancur akibat gempa. Kredit foto: Sulbarkini.
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Gubernur Sulawesi Barat hancur akibat gempa. Kredit foto: Sulbarkini.
ADVERTISEMENT
Sulawesi Barat diguncang gempa 6,2 magnitudo pada Jumat pukul 1 dini hari (15/1). Gempa tersebut menjadi satu dari puluhan rangkaian gempa sejak sehari sebelumnya—termasuk satu gempa dengan kekuatan 5,9 magnitudo. Artinya, bila ada bangunan terdampak dan retak pada gempa Kamis maka besar kemungkinan roboh pada gempa Jumat.
ADVERTISEMENT
Di Mamuju, ibu kota Sulbar, terdapat dua kru Sulbarkini (partner resmi kumparan) yakni Sapriadi "Adi" Pallawalino, Pemimpin Redaksi Sulbarkini; dan wartawan Sulbarkini bernama Awal Dion.
Sekitar pukul 2 dini hari, di grup WhatsApp koordinasi Sulbarkini dengan Tim Kolaborasi kumparan, Awal mengabarkan adanya goncangan besar (gempa 6,2 magnitudo).
Sejam, dua jam, tak ada kabar dari Adi. Awal lantas berinisiatif mencari Adi yang rumahnya berada tak jauh dari tempat tinggalnya. "Hanya ada motor dan handphone milik Adi, tidak tahu ia ke mana," kata Awal.
Kabar tentang Adi baru ada pukul 7 pagi. "Semua kru Sulbarkini selamat," kata Awal. Ternyata, Adi mengungsikan diri dan keluarganya, meninggalkan rumahnya yang berantakan terguncang gempa.
Dengan pakaian dan baterai hp seadanya, Adi dan Awal berangkat mereportase dampak gempa. Seluruh naskah berita termasuk foto-foto akan dikirimkan via WhatsApp dan kemudian Tim Kolaborasi di Jakarta yang mengunggahnya ke Sulbarkini. Frendy, wartawan Sulbarkini di Kabupaten Mamasa, sebisa mungkin membantu melalui jaringannya.
ADVERTISEMENT
Persoalan lain muncul: Tak ada sinyal untuk mengirimkan hasil liputan. Adi maupun Awal pun tidak bisa menelepon atau ditelepon. Mereka harus naik motor, berpindah ke tempat yang bersinyal, lalu mengirimkan hasil liputan.
Ketika foto dan video hasil reportase terkirim, isinya cukup menggetarkan hati. Mamuju porak-poranda: Rumah sakit rata dengan tanah, kantor Gubernur Sulbar hancur, tiang lampu merah dan tiang listrik ambruk, rumah-rumah warga tak terlihat lagi bentuknya. Belum lagi kendaraan ringsek tertimpa bangunan hingga tembok gedung yang jebol compang-camping.
Dari foto dan video juga terlihat bagaimana warga Mamuju sigap saling membantu. Dengan alat seadanya, mereka bahu-membahu mengevakuasi korban yang tertimbun bahan bangunan. Ada juga yang menyiapkan terpal di halaman sebagai tempat pengungsian sederhana untuk anak-anak.
ADVERTISEMENT
Sore hari, hujan mengguyur Mamuju dan membuat kondisi kru Sulbarkini semakin sulit. "Gempa susulan masih sering terasa, sekarang ditambah kami waspada banjir," kata Adi. "Mau ke mana-mana sulit karena tidak ada yang jual bensin. Akses ke jembatan yang menghubungkan Majene dan Mamuju terputus."
Malam di Mamuju akan menjadi semakin gelap karena listrik terputus. Adi dan Awal juga tidak bisa mengisi daya baterai hp meski mencoba bergiliran menumpang listrik dari genset milik kantor polisi atau markas TNI.
Kondisi Adi dan Awal pun perlu diperhatikan karena mereka belum tidur dan baru makan roti sepanjang hari ini. "Tidak ada yang jual makanan di sini, ini kondisi darurat," kata Adi. Maka itu, diputuskan tim Sulbarkini lebih fokus mengurus diri dan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Malam ini, Adi dan Awal tidak berada di rumahnya yang berada di pesisir pantai karena khawatir ada tsunami. Rumah mereka sesungguhnya dalam kondisi yang buruk. "Dinding rumah Awal sudah roboh," ujar Adi.
Meski tahu komunikasi dengan tim Kolaborasi akan terputus karena habis baterai dan tak bisa lagi mengisinya, namun Adi dan Awal tetap semangat. "Kami usahakan tetap fight di tengah keterbatasan!" ujar Adi.
Sapriadi "Adi" Pallawalino, Pemimpin Redaksi Sulbarkini.
Awal Dion, wartawan Sulbarkini.
Tetap semangat, kawan, utamakan keselamatan diri dan keluarga.
Penulis: M. Rizki, Redaktur Kolaborasi kumparan.
Mari donasi sekarang