Ratusan Mahasiswa di Mamuju Demo Tolak RUU Pertanahan

Konten Media Partner
24 September 2019 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratusan mahasiswa Mamuju menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pertanahan di depan kantor Gubernur Sulbar. Foto: Dok. Wandi/Kominfo Sulbar
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan mahasiswa Mamuju menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pertanahan di depan kantor Gubernur Sulbar. Foto: Dok. Wandi/Kominfo Sulbar
ADVERTISEMENT
Memperingati Hari Tani Nasional, ratusan mahasiswa Mamuju menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat, Selasa (24/9).
ADVERTISEMENT
Massa yang tergabung dalam Gerakan Reforma Agraria Sulbar dan Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) ini menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan karena dinilai merugikan petani dan bertentangan dengan Reforma Agraria 1960.
Massa aksi yang membawa sejumlah spanduk berisi tuntutan itu bergerak dari Lapangan Ahmad Kirang, Mamuju, sejak pagi menuju kantor Gubernur Sulawesi Barat di Jalan Abdul Malik Pattana Endeng dengan mendapatkan pengawalan ketat kepolisian dan Satpol PP.
Selain menyampaikan sejumlah tuntutan, mereka juga melakukan aksi teaterikal sebagai simbol perlawanan petani terhadap pemerintah dan korporasi yang dianggap semena-mena merampas tanah rakyat.
Koordinator Aksi, Muhammad Suyuti, mengatakan aksi tersebut dilakukan karena revisi RUU Pertanahan dianggap tidak berpihak kepada rakyat, maraknya kriminalisasi terhadap petani, serta menolak keras pembalakan liar dan reklamasi di wilayah Sulbar.
ADVERTISEMENT
"RUU Pertanahan ini tidak berpihak kepada rakyat dan bertentangan dengan Reforma Agraria 1960. Kalau disahkan, justru akan menghilangkan hak-hak tanah rakyat," ujarnya.
Aksi teaterikal sebagai simbol perlawanan petani dalam melawan pemerintah dan korporasi yang dianggap semena-mena merampas tanah rakyat.
RUU Pertanahan, kata dia, justru akan memberi peluang bagi investor untuk menggusur dan menguasai lahan warga. Sementara, kata dia, Pasal 91 RUU Pertanahan akan memberikan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta bagi petani yang melawan aparat untuk mempertahankan hak mereka.
"Tentu saja ini bisa memicu konflik saat petani berusaha mempertahankan lahannya," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Barat, Muhammad Idris, yang menerima pengunjuk rasa berjanji akan meneruskan tuntutan mereka ke Pemerintah Pusat. Menurutnya, Pemprov Sulbar juga berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi petani di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kita akan tampung aspirasi saudara-saudara, 68 persen masyarakat Sulbar bekerja di sektor pertanian dan tentu saja kami memikirkan bagaimana mereka bisa seperti petani di negara-negara maju," ujar Idris.
(Sapriadi)