Siasati Naiknya Harga Kedelai, Perajin Tempe di Mamuju dan Wajo Perkecil Ukuran

Konten Media Partner
5 Januari 2021 15:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perajin tempe di Mamuju terpaksa harus memperkecil ukuran tempe untuk menyiasati naiknya harga bahan baku kedelai. Foto: Awal Dion/sulbarkini
zoom-in-whitePerbesar
Perajin tempe di Mamuju terpaksa harus memperkecil ukuran tempe untuk menyiasati naiknya harga bahan baku kedelai. Foto: Awal Dion/sulbarkini
ADVERTISEMENT
Melonjaknya harga kedelai cukup dirasakan oleh perajin tahu dan tempe di berbagai daerah. Termasuk di Mamuju, Sulawesi Barat, dan di Wajo, Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Mereka terpaksa harus memutar otak untuk bisa tetap memproduksi di tengah melambungnya harga bahan baku kedelai dan pandemi COVID-19 yang masih belum berlalu.
"Sebelum naik, harga kedelai saya belikan Rp 8 ribu per kilogram. Sekarang naik Rp 10 ribu per kilogramnya, tentu sangat berat saya rasakan," kata Budi Santoso, salah seorang perajin tahu dan tempe di Mamuju, Selasa (5/1).
Menurut dia, selain mahal, kedelai juga sulit didapatkan. Baik itu kedelai impor maupun kedelai lokal. Budi menjelaskan, kualitas kedelai impor jauh lebih bagus dibandingkan dengan kedelai lokal.
"Kalau kedelai impor, kadar airnya merata. Beda kalau kedelai lokal, kadar airnya tidak menentu," jelas Budi yang sudah melakoni usaha produksi tahu dan tempe selama 20 tahun dan mempekerjakan 7 orang karyawan ini.
ADVERTISEMENT
Untuk menyiasati naiknya harga bahan baku kedelai, Budi mengaku memilih memperkecil ukuran tahu dan tempe dari biasanya daripada menaikkan harga jual.
"Sebenarnya kalau dihitung-hitung, masih rugi. Tapi mau apa, hanya untuk mengimbanginya. Kalau kita kurangi, bisa-bisa pelanggan tambah tidak ada," ujarnya.
Diakuinya, dampak pandemi COVID-19 cukup berimbas bagi pelaku UMKM dibandingkan dengan krisis moneter yang terjadi pada 1998 lalu. Budi berharap, pemerintah mencari solusi sehingga harga kedelai di pasaran kembali stabil.
"Saya berharap harga kedelai di pasaran bisa kembali stabil," ucapnya.
Terancam Gulung Tikar
Perajin tempe di Wajo, Sulawesi Selatan, berharap adanya perhatian pemerintah agar mereka tidak gulung tikar. Foto: Deden
Hal sama dialami perajin tempe di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Harga kedelai impor yang biasanya dibeli di Makassar seharga Rp 7.500 per kilogram naik hingga Rp 10.500 per kilogram.
ADVERTISEMENT
Erna, salah seorang perajin tempe di daerah ini mengatakan, kualitas kedelai impor lebih bagus dibandingkan dengan kedelai lokal.
"Agar tetap berjalan, terpaksa kami perkecil ukuran tempe agar bisa tetap bertahan," ujarnya.
Erna berharap adanya perhatian pemerintah agar harga kedelai kembali stabil dan perajin tahu dan tempe bisa bertahan di tengah pandemi COVID-19.
"Kalau begini, bukan saja pengusaha tempe yang gulung tikar, tetapi pedagang kaki lima pun akan gulung tikar," tandasnya.
(Reportase Wajo: Deden)