DKPP Copot Ketua KPU Sumut Yulhasni karena Melanggar Etik

Konten Media Partner
17 Juli 2019 19:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
DKPP Copot Ketua KPU Sumut Yulhasni karena Melanggar Etik
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
SumutNews.com | Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras dan pemberhentian jabatan Ketua KPUD Sumatera Utara Yulhasni, karena dinilai telah melanggat kode etik pada Pemilu 2019.
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada teradu I Yulhasni, selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara, sejak putusan dibacakan," tulis berkas putusan dalam laman resmi DKPP, Jakarta, Rabu (17/7).
Tal hanya itu, DKPP juga mencopot jabatan divisi teknis kepada Benget Manahan Silitonga selaku anggota KPU. Sementara 5 anggota KPU Provinsi Sumut lainnya hanya dijatuhi sanksi peringatan keras.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu II Mulia Banurea, Teradu IV Herdiensi, Teradu V Ira Wirtati, Teradu VI Syafrial Syah, dan Teradu VII Batara Manurung masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara sejak putusan dibacakan," tulisnya.
Jabatan ketua KPU Kabupaten Nias Barat Famataro Zai juga dicopot. Begitu juga dengan pencopotan jabatan divisi Nigatinia Galo.
ADVERTISEMENT
Tiga anggota KPU Kabupaten Nias Selatan hanya dijatuhi sanski peringatan keras. Adapun ketiga anggota tersebut yaitu Efori Zaluchu, Markus Makna Richard Hia, Maranata Gulo. Salah satu angota KPU RI Ei Novida Ginting juga ikut mendapat peringatan keras dari DKPP.
Duduk perkara dari putusan ini berawal dari laporan Caleg Golkar Rambe Kamarul Zaman ke DKPP. Rambe menilai telah terjadi pelanggaran oleh KPU daerah karena diduga berpihak ke salah satu caleg, yakni Lamhot Sinaga.
Para teradu diduga telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu karena memiliki keberpihakan terhadap calon Anggota DPR RI atas nama Lamhot Sinaga.
Keberpihakan ini diduga terjadi karena Lamhot menyampaikan laporan atas dugaan penggelembungan suara melalui WhatsApp tanpa disertai dokumen dan alat bukti. Meski laporan dilakukan tanpa bukti dan resmi, KPU kemudian tetap membuka kotak suara di Kabupaten Nias Barat.
ADVERTISEMENT
Perkara ini juga dibawa ke meja Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang tengah digelar, KPU membantah adanya penggelembungan suara. KPU menyebut yang menggelembungkan suara justru Rambe.
"Berdasarkan hasil kroscek di tingkat kecamatan terbukti terdapat penggelembungan untuk pemohon (Rambe). Jadi yang melakukan penggelembungan justru pemohon," demikian Kuasa Hukum KPU, Ali Nurdin, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.