FSPMI Sumut Tolak Kenaikan UMP hanya 8,03 Persen

Konten Media Partner
18 Oktober 2018 17:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
FSPMI Sumut Tolak Kenaikan UMP hanya 8,03 Persen
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
MEDAN, SumutNew.com | Elemen buruh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Sumatera Utara, menolak tegas jika Gubernur Sumatera Utara menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.
ADVERTISEMENT
"Kita tagih janji Gubernur Sumut yang baru terpilih untuk peduli pada buruh. UMP Sumut saat ini sangat tidak tidak layak bagi buruh Sumut," kata Ketua FSPMi Sumut, Willy Agus Utomo, Kamis (18/10/2018).
Willy menilai, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) mengakibatkan kembalinya rezim upah murah. Dengan adanya PP 78/2015 hak berunding serikat buruh untuk menentukan upah minimum hilang. Oleh karena itu, KSPI - FSPMI dan buruh Indonesia mendesak agar PP 78/2015 segera dicabut. "Secara hukum PP 78/2015 melanggar Pasal 88 dan 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," ujarnya.
Pihaknya menyerukan kepada kepala daerah baik Gubsu, Walikota dan Bupati di Sumut untuk tidak memakai PP 78/2015 dalam menetapkan kenaikan upah minimum 2019.
ADVERTISEMENT
Penetapan upah minimum yang dilakukan oleh Gubernur berdasarkan atas rekomendasi Bupati dan Dewan Pengupahan, yang didahului dengan survey pasar mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL), bukan berdasarkan inflansi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional, yang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang menyebut besarnya kenaikan upah minimum 2019 adalah sebesar 8,03 persen.
"Untuk itu FSPMI meminta kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk mengabaikan surat edaran Nomor: B.240/M-Naker/PHISSK-UPAH/X/2018 Hal Penyampaian Data Tingkat Inflansi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018, tertanggal 15 Oktober 2018," ungkapnya.
Apalagi, dalam surat edaran itu ada dugaan menaker mengancam Gubernur, Bupati, dan Walikota; apabila tidak menetapkan upah minimum sesuai dengan PP 78/2015 maka bisa diberhentikan sebagai Kepala Daerah.
ADVERTISEMENT
"Bagi buruh tidak ada kaitan antara penetapan upah minimum dengan pencopotan kepada daerah. Kami menilai surat edaran Menaker tersebut sangat provokatif dan memancing suasana yang tidak kondusif di kalangan buruh di seluruh Indonesia, serta mencerminkan arogansi penguasa terhadap kaum buruh.FSPMI Sumut mendesak menaker untuk mencabut surat edaran tersebut dan meminta kepada Kepada Daerah untuk mengabaikan isi surat tersebut," jelasnya.
FSPMI mengusulkan kenaikan upah minimum adalah berkisar 20 hingga 25 persen, bukan 8,03 persen. Selain itu, upah minimum sektoral sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 harus tetap diberlakukan.
"UMP Sumut kita minta naik menjadi Rp2,8 Juta, UMK Medan dan Deli Serdang Rp3,5 juta. Bila pemerintah tidak mendengarkan aspirasi kaum buruh, maka kami kaum buruh di Sumut akan mempersiapkan aksi unjuk rasa besar besaran di sumut untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum tanpa menggunakan PP 78/2015," pungkasnya.
ADVERTISEMENT