Komnas PA: Paman-Bibi Penganiaya Bocah di Sumut di Luar Batas Kemanusiaan

Konten Media Partner
28 Oktober 2020 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arist Merdeka Sirait, Kepala Perlindungan Anak Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Arist Merdeka Sirait, Kepala Perlindungan Anak Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MEDAN | Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut, penganiayaan terhadap bocah 4 tahun oleh paman dan bibinya di luar batas kemanusiaan. Pihaknya akan membentuk tim advokasi atas kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikatakan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, Selasa (27/10/2020) sore.
"Penganiayaan itu sudah di luar batas kemanusiaan karena korban sampai mengalami lebam-lebam dan cacat," kata Aris.
Aris mengatakan, korban harus mendapat pembelaan dan pengawalan hukum, serta terapi psikososial. Pasalnya, korban mengalami trauma pemukulan dan orang tuanya tidak ada (di dalam penjara).
Korban juga harus mendapatkan pelayanan medis mengingat adanya luka yang dideritanya.
"Proses hukum gunakan (UU) perlindungan anak agar ancaman maksimal di atas 5 tahun," katanya.
Aris mengatakan, Sumut merupakan peringkat 4 setelah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan dalam kasus pelanggaran terhadap hak anak. Tercatat dari 2019 hingga Juni 2020 ada 8.000-an kasus.
ADVERTISEMENT
"Kasus ini tersebar di 33 kabupaten/kota. Kekerasannya bervariasi, ada yang kekerasan fisik, seksual dan lainnya," ujarnya.
Dari 33 kabupaten/kota di Sumut, Medan peringkat pertama dalam kasus kekerasan terhadap anak.
"Periode Januari hingga Juni 2020, Medan ada 339 kasus, Deli Serdang 321 kasus dan Toba Samosir antara 40-50 kasus. Di mana 52 persen adalah kasus kekerasan seksual," katanya.
Dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak, harus juga melibatkan warga dalam satu kampung.
"Warga harus mengawasi kampungnya, tetangganya dan sebagainya agak tidak terjadi. Banyangkan jika ada 2 orang anak selama 4 tahun tidak diketahui masyarakatnya sudah mengalami kekerasan seksiual setiap hari oleh ayah kandungnya, artinya masyarakatnya tidak peduli lingkungannya," katanya.
Gerakan itu sudah dilakukan di beberapa tempat, seperti di Sumut ada Gerakan Perlindungan Anak Sahuta. Di Bali ada Gerakan Perlingan Anak Sebanjar, dan di Padang ada Gerakan Perlindungan Anak Satu Nagari.
ADVERTISEMENT
"Jadi artinya apa, kita menggunakan bahasa lokal agar kampung lindungi anak-anaknya. Karena pelaku-pelakunya tidak jauh, adalah orang terdekat. Maka kan harus dipantau," katanya. | SUMUTNEWS