Penderita Kusta: Apa itu Pemilu, Nggak Tahu Saya!

Konten Media Partner
26 April 2019 22:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penderita kusta di sebuah persimpangan.
zoom-in-whitePerbesar
Penderita kusta di sebuah persimpangan.
ADVERTISEMENT
MEDAN, SumutNews.com | Betis kirinya sudah buntung. Tumit kanannya diperban dan terdapat warna merah tua di bagian tengahnya. Peci, baju, celana, tas pinggang dan perbannya semua lusuh. Tangan kanan dan kirinya sudah tak lagi sempurna, menengadahkan gayung yang sudah pecah.
ADVERTISEMENT
Sejak pukul 07.30 WIB, dia sudah duduk di depan sebuah toko yang tak lagi digunakan di pasar tradisional di Jalan Halat, Medan. Pria renta itu menghabiskan waktu dari pagi hingga siang mencari simpati dan kemurahan hati orang lain. Dia mengaku bernama Tri. Dia lupa dengan nama lengkap atau pun usianya.
Wajahnya semakin kuyu ketika diajak berbicara tentang pemilihan umum (pemilu). Sambil acuh tak acuh dia mengaku tak mengetahui pemilu. Dia sudah lupa kapan terakhir kali mengikuti pemilu. Tri sibuk mengangkat gayungnya ketika ada orang yang melintas di depannya. Tanpa bersuara.
Dia enggan berbicara banyak tentang pemilu karena baginya tidak berarti apa-apa. Menurutnya yang paling penting adalah bisa makan dan tak mengganggu orang lain. Bahkan sembuh dari sakitnya pun, dia tak lagi berharap. Hidup, menurutnya, tinggal menunggu waktu terakhirnya.
ADVERTISEMENT
“Saya bisa apa dengan kondisi begini. Siapa yang peduli sama saya. (Kalau pemilu) yang lain saja. Saya tak tahu apa-apa,” katanya sambil menberi kode tak mau ditanya-tanya, Jumat (26/4/2019).
Tri dulunya tinggal di sebuah penampungan di Sicanang, Belawan. Namun sudah setahun ini dia meninggalkannya dan memilih tinggal di rumah saudaranya di Medan Labuhan.
“Di sana ada banyak yang seperti saya. Tapi tak ada yang peduli. Saya pilih keluar dari situ,” katanya.
Beberapa hari lalu, di sebuah persimpangan di Jalan Gatot Subroto – Jalan Asrama, seorang perempuan paruh baya penderita kusta melambaikan tangannya ketika mengetahui dirinya difoto. Namanya Eni. Dia meminta fotonya dihapus dan tidak diberikan kemana-mana.
Dia keberatan karena selama ini tidak ada yang peduli kepada mereka. Namun dia bersedia diwawancarai mengenai pemilu. Menurutnya, pemilu apapun selama ini tidak memberi arti sekecil apa pun kepada penderita kusta.
ADVERTISEMENT
“Kami ini seperti dianggap hama. Tapi dibiarkan hidup, dibiarkan mengemis. Pokoknya dibiarkan aja lah, mati atau hidup. Udah lah, tak usah tanya-tanya lagi,” katanya.
Tak jauh dari situ, di persimpangan Jalan Gatot Subroto – Jalan Kapten Muslim, seorang pria melihat dengan curiga ketika difoto dan menunjukkan sikap ketidaksukaannya.
“Apa itu pemilu, nggak tahu saya. Nggak tahu,” katanya sambil menepiskan tangannya lalu kembali menengadahkan kardus ke pengendara sepeda motor yang berhenti lampu merah.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik beberapa waktu lalu di Medan mengatakan, dalam konteks pemilu, pihaknya mencatat bahwa hingga kini permasalahan lama masih terjadi. Misalnya, masih banyak warga yang belum didaftarkan sebagai pemilih.
Di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) misalnya, masalah itu masih terjadi dimana mayoritas warga di lapas masih kesulitan memperoleh haknya sebagai warga negara dalam konteks memilih saat pemilu.
ADVERTISEMENT
“Kita sudah sampaikan rekomendasi ke KPU nasional dan provinsi sehingga ada perubahan teknis sehingga hak-hak mereka bisa diberikan,” katanya.
Begitu halnya dengan masyarakat penyandang disabilitas. Dia memperkirakan akan mengalami kesulitan karena keterbatasan fisik maupun akses ke tempat pemungutan suara (TPS) yang tidak diperhatikan.
"KPU harus mengubah aturan atau teknis untuk menjemput bola dengan mendata yang belum terdata, serta menerima laporan dari banyak pihak dan segera melakukan perubahan," pungkasnya.