Polemik Pengambilan Tulang Bangkai Paus Bungkuk di Asahan, Sumut

Konten Media Partner
17 Januari 2020 16:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bangkai Paus di Pantai Silo Baru, Asahan. Foto: dokumen BPSPL Padang
zoom-in-whitePerbesar
Bangkai Paus di Pantai Silo Baru, Asahan. Foto: dokumen BPSPL Padang
ADVERTISEMENT
MEDAN | Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang terkejut mengetahui bangkai paus bungkuk (Humpback whale) yang terdampar di Pantai Silo Baru, Desa Silo Baru, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, dipotong untuk diambil tulangnya dan diserahkan ke museum. Namun, adakah pengambilan itu memiliki izin?
ADVERTISEMENT
Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, Mudatsir mengaku, berdasarkan Standard Operational Procedure (SOP), penanganan bangkai paus adalah dengan cara mengubur, membakar, atau menenggelamkan. Paus yang terdampar itu termasuk urusan BPSPL Padang.
"Melihat situasi kemarin, pilihan penanganan bangkai paus itu adalah dengan penenggelaman secara alami. Sampai di situ SOP kami. Tiba-tiba langsung dipotong. Itu siapa yang kasih izin? Itu bahaya bisa diproses itu. Kalau begitu membuat contoh tak baik ke masyarakat," katanya, Jumat (17/1/2020).
Dengan pemanfaatan tanpa izin itu, katanya, bisa ada ancaman dari dunia luar. Pasalnya, dunia sudah menyepakati bahwa Paus Bungkuk merupakan hewan yang dilindungi.
Dalam Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (Convention on International Trade in Endangered Species or Wild Fauna and Flora/CITES), Paus Bungkuk itu dilindungi secara penuh.
ADVERTISEMENT
"Jika tau tanpa izin begitu langsung dipotong-potong, preseden tak baik di masyarakat. Ini masalah nasional. Coba diangkat dulu masalahnya. Siapa yang kasih izin. Pokoknya sepanjang itu ikan, kita urus, kita harus kubur, bakar, atau tenggelamkan. Itu saja," ujarnya.
Ia mengatakan, sebenarnya untuk pengambilan itu harusnya didahului dengan mengurus Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) di BPSPL Padang. Namun, hingga kini pihaknya belum ada menerima surat pengajuan pemanfaatan atas bangkai paus bungkuk tersebut.
"Tak ada pengajuan ke kita, tak ada minta izin. Keringat anak buah saya belum kering itu. Kok dikerjai lagi. Diangkat biar klir urusan ini. Sekali lagi ini masalah nasional," cetusnya.
Dijelaskannya, BPSPL Padang, adalah balai yang memiliki wilayah kerja di 7 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. "Makanya kita kemarin turun juga ke Asahan, tapi kok terus dipotong begini," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara, Hotmauli Sianturi menjelaskan, pengambilan tulang Paus Bungkuk tersebut untuk dibawa ke museum bisa dilakukan untuk tujuan edukasi dan lembaganya ada izin.
"Bisa pak, untuk tujuan edukasi dan lembaganya ada ijin," katanya singkat.
Saat ditanya apakah yang melakukan pengambilan tulang itu sudah mengajukan izin ke BBKSDA Sumut, Hotmauli membenarkannya. "Sudah pak," katanya.
Kepala Desa Silo Baru, Ahmad Sofyan mengatakan, dari hasil koordinasi dengan pihak dan instansi terkait di Asahan disimpulkan bahwa tulang-tulang paus itu diserahkan ke museum galeri.
"Yang diserahkan itu tulangnya. Dagingnya kita tanam agar tidak mengganggu nelayan saat pembusukannya. Saat ini masih dalam proses," katanya Kamis siang (16/1).
ADVERTISEMENT
Dijelaskannya, bangkai paus itu ditarik ke pinggir menggunakan dua kapal. Hal tersebut guna memudahkan pemotongan daging yang sudah membusuk dan penanamannya di empat lubang yang dipersiapkan. Diperkirakan, kata dia, proses penanaman daging dan pengambilan tulang itu memakan waktu selama empat hari.
"Alat yang digunakan itu pisau yang sudah disiapkan oleh pihak museum, lalu ada sarung tangan, sepatu dan lain sebagainya. Sisitemnya difilet, dipotong dagingnya," akunya.
Dalam pengerjaan itu ada 10 dari warga sekitar dan pihak dari museum. Setiap tulang yang dipisahkan dari dagingnya, diberi tanda agar mudah saat dicocokkan ketika dipasang di museum.
"Ada empat lubang dibuat untuk nanam dagingnya itu. Nah, mereka kan akan ambil tulangnya secara utuh. Ditandai, dan harus pas," katanya.
ADVERTISEMENT
Ahmad menambahkan, kebijakan ini diambil karena memikirkan nelayan. Jika dibiarkan membusuk, akan berpengaruh kepada nelayan.
"Ada paus jadi bangkai, ikannya tak laku di pasaran. Kayak babi kemarin. Pasaran ikan turun karena bangkai babi. Mengantisipasi itu maka kita ambil kesimpulan ini," pungkasnya. | SUMUTNEWS