Puluhan Babi Mati Mendadak, Para Peternak Protes ke DPRD Sumut

Konten Media Partner
10 Februari 2020 14:24 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Unjuk rasa menolak pemusnahan babi di DPRD Sumut. Foto : SumutNews
zoom-in-whitePerbesar
Unjuk rasa menolak pemusnahan babi di DPRD Sumut. Foto : SumutNews
ADVERTISEMENT
MEDAN | A. Manulang (55) tampak terengah-engah setelah berjalan kaki dari Lapangan Merdeka menuju gedung DPRD Sumut, di Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (10/2).
ADVERTISEMENT
Ia merupakan satu dari ratusan massa aksi yang datang membawa pesan penolakan pemusnahan babi di Sumatera Utara karena merebaknya virus hog cholera dan african swine fever (ASF).
Warga Desa Muliorejo, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang itu mengaku sejak pukul 05.00 wib telah bersiap berangkat dari salah satu persimpangan di dekat rumahnya. Ia berangkat dengan sekitar 400 orang yang berangkat menggunakan 14 mobil pick up.
"Kami datang karena katanya ada kebijakan untuk memusnahkan babi, itu yang kami tolak," katanya.
Ia mengaku, babi adalah bagian penting dari budaya masyarakat Batak, khususnya yang beragama Kristen. Setiap bagian tubuh babi, kata dia, memiliki arti penting dalam ritual adat dan tidak bisa digantikan dengan hewan ternak lainnya.
ADVERTISEMENT
"Bukan hanya karena miskin kemudian menggunakan babi. Orang kaya pun, jika sudah pakai lembu atau kerbau tetap butuh babi. Jadi begitulah pentingnya," ujarnya.
Ia mengatakan, sejak upacara kelahiran anak, menjelang dewasa, meninggal dunia, babi selalu digunakan dalam upacara adat.
"Ibaratnya, jika tidak menggunakan babi, mau digantikan dengan apa. Kemarin katanya akan ada penggantian, babi jadi lele, tapi kan tak bisa dipakai untuk adat," ujarnya.
Ia menjelaskan, babi sudah menghidupi masyarakat Batak non muslim. Dirinya mengaku sudah sejak tahun 2006 memelihara babi mulai dari 2 ekor hingga akhirnya punya 20 ekor. Dengan beternak babi lah dia bisa menghidupi keluarganya, menyekolahkan anak-anaknya dan membiayai pernikahan anaknya.
Unjuk rasa menolak pemusnahan babi di DPRD Sumut. Foto: SumutNews
Namun, di Natal 2019 adalah hari-hari terakhir dia memiliki babi. Pasalnya, 20 ekor babi terdiri dari induk dan anak-anaknya mati satu persatu secara mendadak.
ADVERTISEMENT
"Ada yang pakai tanda-tanda, ada yang tanpa tanda tiba-tiba mati," katanya.
Hanya saja, pertanda yang mencolok adalah babi-babi yang mati biasanya 2-3 hari sebelumnya sama sekali tidak mau makan. Meski sudah diberi obat maupun suntik, tetap saja tidak mau makan. Penyakit yang dialami ternaknya kali ini, berbeda dengan sebelum-sebelumnya.
"Kalau dulu kita tinggal bilang saja ke Dinas Peternakan, maka mereka akan datang kasih obat dan kasih suntik. Sembuh. Tapi kali ini tidak sembuh, mati juga," katanya.
Ia mengaku tidak tahu kapan akan bisa beternak babi lagi. Jika dirinya punya uang untuk membeli babi, ia akan berpikir ulang daripada merugi karena kondisi sepertinya belum memungkinkannya.
"Babi ini adalah penghidupan saya. Tidak bisa lagi kerja di pabrik. Hanya ternak ini saja lah. Tapi itu pun sudah tidak ada lagi,. Tak ada babi, memang perekonomian terpengaruh kali lah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Di depan gedung DPRD Sumut, Ketua Aksi Gerakan Save Babi, Boasa Simanjuntak mengatakan, aksi ini merupakan gerakan 102. Di mana, pada tanggal 10 Februari, kata dia, dideklarasikan sebagai Hari Kedaulatan Babi.
"Pada hari ini tepatnya 102 kita buat sebagai hari kedaulatan babi," tegasnya.
Boasa mengungkapkan, dirinya telah menjadi ketua babi di dunia karena aksi ini sudah mendapat ucapan dari puluhan negara di dunia.
"Ada 50 negara yang mengucapkan selamat kepada saya sebagai ketua babi," ungkapnya.
Boasa menuturkan, mereka sangat menantang keras pemusnahan babi di Sumatera Utara.
"Kami menantang keras pemusnahan babi, karena kalau babi dimusnahkan berarti sudah menghilangkan budaya Batak. Karena sejak lahir sampai mati babi jadi budaya di tanah Batak," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara, Azhar Harahap mengatakan, hingga saat ini kematian babi di Sumatera Utara sudah mencapai 46.000 ekor di 18 kabupaten/kota.
Untuk diketahui, kematian babi di Sumut diakibatkan oleh hog cholera dan ASF terjadi di Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, Batubara, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Simalungun, Karo, Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba Samosir, dan Dairi. | SUMUTNEWS