RSUP H Adam Malik Medan Tangani 30 Kasus Difteri Sejak 2017

Konten Media Partner
6 Desember 2019 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu MKed (Ped) SpA PhD (CTM). Foto: SumutNews
zoom-in-whitePerbesar
dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu MKed (Ped) SpA PhD (CTM). Foto: SumutNews
ADVERTISEMENT
MEDAN | Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan menangani 30 kasus difteri pada anak sepanjang 2017 hingga 2019.
ADVERTISEMENT
Demikian dikatakan dokter spesialis anak yang juga konsutan infeksi tropis RSUP HAM, dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu MKed (Ped) SpA PhD (CTM) kepada wartawan, Jumat (6/12).
"Ada 30 anak yang tercatat sejak 207 hingga 2019. Dari angka itu ada satu anak meninggal dunia karena terlambar dibawa ke rumah sakit," katanya.
Ia menjelaskan, difteri merupakan infeksi akteri yang menyerang dengan cepat. Namun, penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi.
"Harusnya penyakit ini sudah tidak ada lagi. Jika penyakitnya muncul, berarti cakupan imunisasi tidak terlalu baik. Ketiak ada satu kasus difteri, berarti akan ada kasus-kasus lain," ungkapnya.
Penanganan difteri, katanya, tidak bisa dalam satu atau dua tahun. Dia mencontohkan, Rusia membutuhkan waktu hingga 10 tahun. Indonesia, mungkin butuh waktu yang lebih panjang.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita akan tetap punya kasus kalau cakupan imunisasinya tidak ditingkatkan," jelasnya.
Pasien difteri, katanya, berkaitan dengan imunisasi. Pasien yang tidak imunisasi resiko terserang besar. Begitu halnya dengan yang imunisasi tidak lengkap.
"Pasien-pasien difteri yang tidak mendapatkan imunisasi maka akan lebih jelek dan angka kematiannya besar, jadi itu yang kita dapatkan pasien di sini," jelasnya.
Dia mencontohkan kasus difteri dalam satu keluarga yang terdiri dari YS (6), HS (5), MS (3) dan RS (2) dari Simalungun yang kini dirawat intensif di RSUP H Adam Malik. HS tidak diimunisasi. Kedua adiknya diimunisasi namun tidak lengkap.
"Kita tidak bisa nilai juga kalau imunisasinya tidak lengkap, tentu resikonya hampir sama dengan yang tak dapat imunisasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Obat Tersedia
Ayodhia mengatakan, pihaknya tidak pernah kekurangan obat karena selalu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumut. Pihaknya juga selalu melakukan evaluasi tentang ketersediaan obat. Jika kurang, katanya, pihaknya akan meminta tambahan dari Dinas Kesehatan.
"Obat untuk difteri ada dua, yaitu antibiotik agar bakterinya mati dan anti difteri serum untuk membunuh racun yang dihasilkan oleh bakteri. Itu yang didapat dari Dinkes dan cukup untuk semua pasien (difteri) di sini," akunya.
Ayodhia menambahkan, difteri disebabkan oleh bakteri bukan virus, sehingga pilihan obatnya adalah antibiotik. Bakteri ini sangat mudah menular dan menimbulkan gejala dalam waktu cepat.
"Bakteri itu ada di udara. Orang yang bisa kebal dari difteri adalah yang sudah punya proteksi dengan imunisasi," cetusnya.
ADVERTISEMENT
Imunisasi untuk difteri bisa dibererikan saat anak berusia dua bulan dan empat bulan. Lalu ada ulangan pada kelas 5 SD.
"Penularannya bisa lewat batuk atau bersin. Jika ada yang sakit tentu harusnya tidak ketemu dengan orang lain, karena kalau bersin maka kumannya akan berpindah ke orang lain lewat udara," katanya.
Penderita, kata dia, akan muncul gejala seperti flu biasa, batuk pilek demam tapi tidak tinggi.
"Kalau ada yang demam yang tidak tinggi kemudian disertai batuk dan bersin lalu nyeri saat menelan sebaiknya cepat ke pusat kesehatan supaya langsung dapat pemeriksaan," pungkasnya. | SUMUTNEWS