Soal OTT KPK, Akhyar Nasution: Kita Menunggu Keputusan Pengadilan

Konten Media Partner
18 Oktober 2019 12:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasution | Foto : Sumut News
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasution | Foto : Sumut News
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Wali Kota Medan pasca OTT terhadap Dzulmi Eldin, Jumat pagi (18/10/2019).
ADVERTISEMENT
Ada tiga ruangan yang digeledah, yaitu ruang kerja Wali Kota, serta ruang Kasubbag Protokoler dan Bagian Umum.
Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution, mempersilahkan penggeledahan itu.
"Ya silahkan, itu hak KPK, kita tidak ada hak melarang," kata Akhyar.
Akhyar mengaku, ia seluruh staf yang sedang berada di lapangan kembali ke kantor untuk memantau proses penggeledahan.
Soal nama-nama staf yang telah diamankan, Akhyar menyebut untuk birokrasi sudah ada peraturan tentang disiplin pegawai negeri.
Tim KPK menggeledah kantor Wali Kota Medan | foto : Sumut News
"Kita menunggu keputusan pengadilan apa. Setelah ada keputusan dan inkracht baru ada peraturan PP No. 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri. Setelah itu baru diambil tindakan. Untuk pejabat semua ada aturan, nanti kita ikuti semuanya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Diberitakan, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin pada Rabu, 16 Oktober 2019.
Dalam OTT itu, KPK menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebagai tersangka kasus dugaan suap. Eldin pun ditahan selama 20 hari ke depan.
Selain Eldin, KPK juga menahan Kadis PUPR Kota Medan Isa Ansyari, dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar. Mereka ditahan di rumah tahanan yang berbeda.
Eldin dan Syamsul di duga menerima uang dari Isa Ansyari. Uang itu diduga karena diangkatnya dia sebagai Kadis PUPR Medan oleh Dzulmi Eldin.
Isa Ansyari memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret - Juni 2019. Pada tanggal 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi Eldin.
ADVERTISEMENT
Pada Juli 2019 Dzulmi Eldin dan beberapa kepala dinas Pemko Medan melakukan perjalanan dinas dalam rangka kerjasama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Dzulmi Eldin turut mengajak istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Bahkan, keluarga Eldin memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas.
Di masa perpanjangan waktu tinggal di Jepang, keluarga Dzulmi Eldin didampingi Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu Syamsul Fitri Siregar.
Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
ADVERTISEMENT
Pihak travel kemudian menagih sejumlah pembayaran kepada Eldin, yang kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budgeter perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp800 juta.
Tim KPK menggeledah kantor Wali Kota Medan | foto : Sumut News
Syamsul lalu membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan dana, termasuk kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang, dan Isa meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang. Isa Ansyari ditargetkan untuk memberikan uang Rp250 juta.
Pada 15 Oktober 2019 Isa memberikan uang Rp200 juta melalui kerabat Syamsul. Sementara uang Rp50 juta diberikan secara tunai di rumahnya melalui staf protokoler Wali Kota, Andika.
Andika lalu membawa kabur uang Rp50 juta saat akan ditangkap oleh tim penindakan KPK.
Eldin dan Syamsul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Sementara, Isa dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.