UMP Sumut 2019 Diteken, Buruh Kecewa

Konten Media Partner
2 November 2018 17:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
UMP Sumut 2019 Diteken, Buruh Kecewa
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
MEDAN, SumutNews.com | Buruh yang tergabung dalam DPW FSPMI Sumut, merasa kecewa dengan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi. Pasalnya, Gubernur resmi menetapkan UMP 2019 sebesar Rp2.303.403,43.
ADVERTISEMENT
Penetapan UMP ini dinilai telah melanggar Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Upah Layak Bagi Kaum Pekerja Buruh. Dalam UU tersebut, penetapan UMP harus berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) yang dihitung atas kebutuhan sandang, pangan dan papan.
"Setelah melakukan survei kebutuhan hidup layak di Sumatera Utara, maka upah buruh harusnya diangka Rp2,9 juta. Untuk itu kita meminta UMP Sumut dinaikkan menjadi Rp2,8 juta," kata ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo, Jumat (2/11/2018).
Willy berharap, Gubernur Sumatera Utara dapat menarik kembali keputusan penetapan UMP Sumut 2019, dan melakukan revisi dengan mendengarkan aspirasi kaum buruh dan pekerja.
"Kita meminta Gubernur Sumatera Utara dalam hal ini Bapak Edy Rahmayadi yang baru dilantik, peduli dan peka dengan kesejahteraan buruh," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Jika Pemprov Sumut tetap memaksakan UMP yang baru itu, maka buruh tidak akan tinggal diam. Buruh akan menempuh berbagai upaya agar aspirasi didengar pemerintah.
"Salah satunya adalah melayangkan gugatan ke PTUN dan Mosi tidak percaya kepada Gubsu yang baru. Kami juga akan menggelar demonstrasi Aksi Bela Upah setiap Senin di depan kantor gubernur. Bahkan kita akan membuat gerakan mosi tidak percaya kepada Gubsu," ucapnya.
Willy juga kecewa atas rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut khususnya unsur dari perwakilan serikat pekerja/serikat buruh, menurutnya, harusnya perwakilan buruh di Depeda berani berjuang untuk menolak kenaikan UMP Sumut yang teralalu murah itu.
"Kita juga meragukan letigimasi mereka sebagai perwakilan buruh, Serikat Pekerja di Sumut ada bekisar 30 an, dan rata rata menolak kenaikan UMP yang hanya murah itu," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sarusnya upah buruh dihitung sesuai kebutuhan hidup layak (KHL) kaum buruh, yakni meliputi berapa biaya hidup seorang buruh lajang.
"Harusnya upah bukan ditetapkan berdasarkan Inflasi plus pertumbuhan ekonomi,tetapi survei harga kebutuhan pokok hidup buruh dalam sebulan meliputi, sandang, pangan, papan, para pekerja," pungkasnya.