Wagub Sumut: Edukasi Lingkungan Sebaiknya Dimasukkan Dalam Mapel

Konten Media Partner
30 Oktober 2019 20:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wagub Sumut, Musa Rajekshah. Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Wagub Sumut, Musa Rajekshah. Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
Sekitar 100 orang dari kelompok organisasi masyarakat dan sektor swasta berkumpul dalam acara lokakarya, untuk membahas pengembangan ekonomi dan manajemen sumber daya alam di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh.
ADVERTISEMENT
Acara yang berlangsung di Hotel Santika Dyandara Medan pada 30 hingga 31 Oktober 2019, dibuka oleh Wagub Sumut, Musa Rajeksah.
Musa Rajekshah mengatakan, pentingnya hidup berdampingan dengan alam dan mencintai serta menjaga flora dan fauna, agar dimasukkan ke dalam materi pelajaran (mapel) sekolah.
"Saat ini banyak orang lebih sibuk dengan gadget dan bermain di mal. Hidup berdampingan dengan alam perlu masuk pelajaran sekolah agar generasi muda dapat edukasi awal yang baik mengenai lingkungan," kata Musa Rajekshah yang akrab disapa Ijeck.
Ijeck mengatakan, saat ini kerusakan hutan yang terjadi di berbagai wilayah di Sumut tidak lepas dari masalah edukasi yang minim pada masyarakat. Misalnya, ada masyarakat yang berladang di tempat yang seharusnya tidak boleh berladang.
ADVERTISEMENT
"Kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat, bagaimana memanfaatkan hutan sebagai sumber penghasilan tanpa merusak hutan. Ini yang perlu kita sosialisasikan," ujarnya.
Dengan perkembangan yang ada, katanya, maka semangat untuk menjaga kelestarian lingkungan harus dilanjutkan ke anak-cucu, generasi mendatang. Pendidikan mengenai lingkungan itu patut dilakukan secara dini mulai dari sekolah.
"Saya rasa penting bagi kita masukkan dalam materi pelajaran mungkin nanti ke depan. Kita punya masukan apakah memang salah satu materi dalam pelajaran di sekolah adalah bagaimana hidup berdampingan dengan alam, menjaga alam, menjaga flora dan faunanya," ungkapnya.
Dikatakannya, dengan kondisi demikian akhirnya hutan terus dirambah untuk kebutuhan hidup.
"Ada juga perusahaan yang tidak bertanggung jawab. Dalam kesempatan ini pemerintah menyadari bukan waktunya mencari yang dipersalahkan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kita membutuhkan bantuan dari banyak pihak," cetusnya.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, yang pertama kali harus dibenahi adalah sumber daya manusianya tentang pentingnya hutan. Masyarakat harus diberitahu bagaimana meningkatkan perekonomian dari hasil hutan tanpa harus merusaknya.
"Di Sumut kita punya dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Waktu itu kami pernah ke TNBG bersama dengan Pak Gubernur Tengku Rizal Nurdin, kalau tidak dibuat taman nasional (hutan) ini tidak akan terselamatkan," jelasnya.
Dalam mengelola sumber daya alam, kata Ijeck, masyarakat harus dilibatkan. Masyarakat harus mendapatkan manfaat dari potensi alamnya.
Kemampuan berproduksi 30 persen
Vice President Conservation International, Ketut Sarjana Putra mengatakan, kemampuan berproduksi masyarakat masih di kisaran 30 persen. Padahal, itu masih bisa ditingkatkan lagi. Hal ini disebabkan kapasitas, akses ke pasar yang tidak dimiliki banyak petani.
ADVERTISEMENT
"Jika dilihat saat ini mereka mencari solusi sendiri-sendiri atau masyarakat mungkin butuh land tiltle. Tidak hanya produksi yang dikejar tapi legal standingnya," sebutnya.
Dia menjelaskan, beberapa perusahaan sudah mengarah pada green investment scheme, seiring dengan kecenderungan pasar menginginkan jaminan keberlanjutan dari sisi lingkungan dan juga kesejahteraan masyarakatnya.
Hal itu dipicu kesadaran akan lingkungan di masyarakat di Eropa maupun Amerika, sehingga pelaku industri juga beranjak agar lebih baik. Mengenai regulasi yang dibutuhkan itu apakah diperlukan sanksi, menurutnya sudah ada.
"Aturan sudah ada, tapi sering penaltinya tidak ada. Apa penalti kalau perusahaan tidak melakukan green investment scheme. Mungkin itu yang harus dipertegas, sehingga perusahaan bisa mengadopsi itu," katanya.
ADVERTISEMENT
Director of Sustainability Musim Mas, Olivier Tichit mengatakan, saat ini kerjasama para pihak semakin baik. Kelompok tani tidak hanya fokus pada budidaya tapi pemakaian dan penggunaan dengan pestisida aman untuk mereka sendiri dan lingkungan.
"Dengan inisatif CSL (Coalition of Sustainability Livelihood), soal perubahan pasar, kepentingan kita sebagai perusahaan adalah pasar lokal dan luar negeri. Kita selalu bilang pasar luar negeri, tapi lupa dengan pasar lokal," ungkapnya.
Dia menduga, ada kaitan yang belum sempurna antara masyarakat di kota dengan petani. Menurutnya, sudah semestinya petani lebih dekat dengan pasar. Kalau petani lebih dekat dengan pasar dan pasar dimengerti petani, maka kebutuhan pasar bisa terjawab.
"Kenapa pasar butuh ini dan petani bisa begini, ini yang penting. Kita tak ingin ada perambahan hutan. Bagaimana petani sejahtera, jangan sampai pasar buta terhadap kondisi petani. Produsen (petani) juga jangan buta dengan pasar. Dengan CSL kita bisa bertukar pikiran," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Kelompok Tani Maju Bersama Kabupaten Tapanuli Selatan, Julhadi Siregar mengatakan, pertemuan ini memberikan peluang penting bagi petani untuk berbicara tentang apa yang terjadi di kampung dan kebun.
Dia mengatakan, bantuan yang dibutuhkan dari pemerintah dan perusahaan adalah untuk meningkatkan kehidupan yang lebih layak.
"Kami mempunyai kebun tapi kami membutuhkan tanah dan alam untuk menghasilkan produksi yang terbaik," pungkasnya.