Robert Green

Pelajaran Hidup dari Robert Green: Rezeki Tak Akan Tertukar

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
25 Desember 2019 15:35 WIB
comment
68
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Robert Green (tengah) saat berselebrasi dengan trofi Liga Europa bersama Chelsea. Foto: Kirill KUDRYAVTSEV / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Robert Green (tengah) saat berselebrasi dengan trofi Liga Europa bersama Chelsea. Foto: Kirill KUDRYAVTSEV / AFP
ADVERTISEMENT
Robert Green. Hmm... Entah apakah sosok ini bisa dibilang sebagai pesepak bola paling beruntung atau paling sial. Soalnya begini, selama 21 musim (1999-2019) berkarier, baru musim lalu Green merasakan rasanya mengangkat trofi bergengsi.
ADVERTISEMENT
Gelar juara yang dimaksud adalah trofi Liga Europa 2019/20 yang dimenangkan oleh Chelsea. Meski tidak berhak atas medali karena tak bermain sama sekali untuk The Blues, tapi setidaknya Green bolehlah pinjam trofi itu buat sekadar selfie-selfie.
Sebenarnya, bersama Norwich City, Green dulu pernah menjuarai suatu kompetisi. Pria kelahiran Chertsey itu pernah memenangkan trofi Football League First Division musim 2003/04. Bukan Premier League.
Tapi ‘kan, bagi sebagian orang, trofi itu enggak bergengsi. Apalagi, untuk sosok yang di kemudian hari pernah jadi kiper utama Timnas Inggris. Masa prestasinya cuma kompetisi sepak bola level kedua di Inggris, sih? Enggak level, kali.
Ibaratnya, kamu adalah alumni dari sebuah kampus ternama. Usai lulus, kamu bekerja di perusahaan yang menggajimu ‘cuma’ Rp 8 juta per bulan.
ADVERTISEMENT
Mungkin kamu bakal happy-happy aja. Namun di sisi lain, bakal ada juga orang yang memanas-manasi, “Helloo, meskipun lu fresh graduate, tapi lu lulusan kampus ternama!!"
Robert Green saat membela West Ham United, klub rival Chelsea. Foto: GLYN KIRK / AFP
Begitulah Green. Selama membela West Ham United, Queens Park Rangers, Leeds United, hingga Huddersfield Town, tidak ada prestasi yang diraihnya. Padahal, dia sudah berjibaku di hampir setiap pekan mengawal gawang tim-tim yang dibelanya.
Kecuali dua klub yang disebut terakhir. Bersama Leeds, Green hanya sekali turun laga, sedangkan di Huddersfield dia tak pernah turun sama sekali.
Eh ndilalah, rezekinya justru ada ketika membela Chelsea musim lalu. Padahal, Green juga tidak pernah sama sekali turun dalam laga resmi bersama 'London Biru', tapi malah berkesempatan memenangkan trofi.
ADVERTISEMENT
Asal tahu saja, di bawah asuhan Maurizio Sarri --pelatih Chelsea musim 2018/2019-- dia cuma jadi kiper ketiga. Kiper utamanya adalah Kepa Arrizabalaga dan kiper keduanya Willy Caballero.
Kepa Arrizabalaga, kiper andalan Chelsea. Foto: Andrew Couldridge/Reuters
Takdir Robert Green ini memang unik sekali. Ibaratnya, dulu waktu masih capek-capek kerja, enggak dapat trofi apa-apa. Giliran orang lain yang capek kerja, malah dia kecipratan bangga karena timnya juara.
Dalam sebuah video yang dirilis oleh ofisial Chelsea di Twitter, Green mengucapkan kalimat yang agak menggelitik.
“Mereka (Chelsea) membutuhkan lebih dari seorang pemimpin di lapangan, mereka membutuhkan pemimpin yang tidak benar-benar bermain. Ini adalah kesempatan saya untuk mengembalikan sesuatu,” ujar sosok 39 tahun itu.
Pemimpin adalah seorang yang bertanggung jawab mengangkat motivasi tim. Dan itu adalah tugas Cesar Azpilicueta selaku kapten tim. Kenapa jadi ujug-ujug si Green?
ADVERTISEMENT
Ternyata, begini. Baru-baru ini, Green mengungkapkan sebuah fakta terkait relasinya dengan Sarri kepada The Athletic. Dia bilang bahwa dia pernah berani mengonfrontasi pelatih asal Italia itu di hadapan rekan-rekan setimnya di Chelsea.
"Saya bilang ke dia, 'Anda itu enggak punya plan B. Anda adalah manajer transaksional. Enggak ada pemain lain yang berani ngomong kayak gini. Mereka tahu, tapi mereka takut," katanya.
"Saya, sih, enggak peduli karena, Anda mau melakukan apa, sih, ke saya? Tidak memainkan saya!?" lanjut Green.
Maurizio Sarri saat memimpin Chelsea. Foto: REUTERS/Toby Melville
Patut diapresiasi Green berani bicara seperti itu kepada sosok yang kini menjadi pelatih Juventus tersebut. Namun di sisi lain, Green juga nothing to lose sebenarnya.
Lha wong, dia memang kiper ketiga, kok. Takut apa lagi? Sarri enggak bisa mengancam tidak memainkannya, 'kan? Jadi, ya, sudah. Ungkapkan saja.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, aksi itu adalah bukti bahwa Green mampu hadir untuk bersuara laiknya pemimpin di saat yang dibutuhkan. Di saat pemain lain bungkam, termasuk kapten mungkin juga ketakutan, Green berani pasang badan.
Satu lagi fakta menarik. Saat mengangkat trofi Liga Europa itu, Green mengenakan jersi kiper warna 'hijau'. Seolah, hari itu telah ditakdikan untuknya bernasib baik.
Kisahnya jelas memberi kita sebuah pelajaran hidup: Yang namanya rezeki, termasuk yang berupa trofi, mah enggak bakal tertukar. Selamat menjalani masa pensiun dengan tenang, Robert Green.
----
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League. Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer, gratis! Ayo buruan daftar di sini. Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan Mola TV, dan jersey original.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten