Ilustrasi Manchester City

Premier League: Mengenang Terakhir Kali Manchester City Terdegradasi

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
21 Mei 2020 18:38 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Manchester City. Foto: Reuters/Craig Brough
zoom-in-whitePerbesar
Logo Manchester City. Foto: Reuters/Craig Brough
ADVERTISEMENT
Alkisah, pada musim 2000/01, Manchester City mengawali hari baru. Mereka telah meniti langkah demi langkah, dengan tertatih-tatih, untuk kembali ke 'tanah terjanji' bernama Premier League.
ADVERTISEMENT
Kenapa tertatih-tatih? Jawabannya karena, tentu saja, belum ada Arab Money.
Alhasil, The Citizens membutuhkan proses selama empat musim untuk bisa kembali berlaga di kompetisi sepak bola paling elite di Inggris itu, sejak mereka mesti menanggalkan eksistensi mereka di sana pada akhir musim 1995/96.
Setelahnya, Manchester City lama berkubang di kompetisi level kedua--bahkan ketiga--di sistem Liga Inggris. Barulah pada akhir musim 1999/2000, 'Manchester Biru' bisa memastikan diri untuk kembali menghiasi langit Premier League. Promosi.
Tak heran jika kemudian Manchester City begitu antusias menyambut musim 2000/01. Klub yang kala itu masih memiliki sketsa elang emas di logonya tersebut bertekat untuk menancapkan kuku mereka selamanya di Premier League.
Oleh karena itu, Manchester City mendatangkan sejumlah pemain yang dinilai kapabel untuk mewujudkan mimpi tersebut. Dengan anggaran seadanya, mereka berusaha totalitas.
Ilustrasi logo lama Manchester City. Foto: REUTERS/Jason Cairnduff
"Itu musim yang lucu. Di lini depan, ada [Paulo] Wanchope dan George Weah. Kesannya 'wow', tetapi tak terbangun chemistry. Alf-Inge Haaland datang sebagai kapten dan, entahlah, mungkin itu membuat chemistry tim berubah," ujar Gerard Wiekens pada M.E.N Sports, dilansir Manchester Evening News.
ADVERTISEMENT
Wiekens adalah salah satu personel skuat Manchester City kala itu yang berposisi sebagai gelandang. Kesaksian pria Belanda itu bukan bualan.
Nyatanya, Joe Royle memang mengepalai Wanchope si bomber Timnas Kosta Rika, Weah si pemilik trofi Ballon d'Or, dan Haaland--bokapnya Erling--yang pernah jadi andalan lini belakang/tengah Nottingham Forest dan Leeds United.
Selain itu, Manchester City juga meminjam Andrei Kanchelskis, eks winger Manchester United, dari Rangers; membeli Richard Dunne dari Everton; serta masih memiliki Shaun Wright-Phillips di sisi sayap dan Shaun Goater di posisi penyerang.
George Weah berjersi Manchester City . Foto: Getty Images/Graham Chadwick
Paulo Wanchope berjersi Manchester City Foto: AFP/MARTIN HAYHOW
Alf Inge Haaland (tengah) saat masih di Nottingham Forest. Foto: Press Association/David Jones
Sayangnya, masalahnya itu tadi. Skuat tersebut cuma menang 'wah', tetapi chemistry-nya kagak. Hasilnya, ambyar.
"Aku ingat, kami melawan Charlton Athletic di tandang pada laga pekan pertama musim itu dan kami kalah 4-0," kenang Wiekens.
ADVERTISEMENT
"Padahal, mereka juga berada di First Division [bersama kami] pada musim sebelumnya, sehingga kekalahan 4-0 itu menjadi pukulan yang sangat keras," lanjutnya.
Logo Charlton Athletic. Foto: Shutter Stock
Setelah itu, Manchester City mengalami fase menang, kalah, menang, kalah, seri, seri, kalah, menang, menang, dan kalah lagi. Hasil itu membuat mereka tercecer di peringkat 10.
Lalu, dari awal November hingga mukadimah Desember, Manchester menelan lima kekalahan beruntun. Jadilah, mereka terjerembab hingga peringkat 16.
Ketiadaan chemistry itu benar-benar jadi kendala utama. Campuran pemain baru dan pemain lama yang membawa City promosi tampaknya mengganggu harmonisasi. Weah bahkan cabut dari Maine Road pada Oktober, tak sampai setengah musim.
Maine Road, kandang lama Manchester City. Foto: Wikimedia Commons
Carlo Nash, yang kala itu menjadi kiper kedua City, mengatakan ada faktor non-sepak bola yang juga memengaruhi kondisi tim. Itu adalah kebiasaan mabuk.
ADVERTISEMENT
"Pada saat itu, masih ada sedikit budaya 'minum' di dalam tim, tetapi itu sebenarnya membangun kekompakkan. Namun, kalau Anda seorang atlet profesional, Anda tak boleh menjadikan itu pelarian setiap habis bermain buruk," kata Nash.
"Pers kerap menyorot kami karena berada di posisi itu (papan bawah klasemen Premier League. Namun, kekompakkan tim lama-lama fantastis. Ada cukup banyak pemain yang mengarungi susah-senang bersama City dan kami melaluinya dengan baik," lanjutnya.
Pada akhirnya, Manchester City mengakhiri musim 2000/01 di peringkat 18. Mereka kembali terpental ke First Division, tetapi langsung menjuarai kompetisi level dua itu pada musim berikutnya, kembali promosi, dan belum pernah terdegradasi lagi hingga sekarang.
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten