Man United vs Brugge

Seperti Liverpool Dulu, Man United Kini Terjebak Masa Lalu

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
3 Juni 2020 15:32 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Manchaster United. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Logo Manchaster United. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kalian ingat? Sebelum jago kayak sekarang, Liverpool pernah mengalami fase seret prestasi dan dianggap sebagai klub besar yang hanya bermodal prestasi dan sejarah masa lalu, alih-alih trofi terkini. Kini, peran itu diambil Manchester United.
ADVERTISEMENT
Begini, kita fokus ke Liverpool dulu. Setidaknya, fase 'cuma modal kisah masa lalu' itu hadir dalam dua periode berbeda: Era 1990-an dan pasca-2005 (usai menjuarai Liga Champions).
John Barnes hadir pada periode yang pertama. Namun spesialnya, pria kelahiran Jamaika itu juga menjadi bagian dari skuat The Reds yang berjaya pada era 1980-an.
Jadi, Barnes tahu banget rasanya ketika Liverpool lagi jaya dan paham betul rasanya saat mereka sedang jatuh. Atas dasar itu, si pemegang 79 caps Timnas Inggris menganggap Liverpool dan Manchester United berada di sirkuit roda nasib yang sama.
"Liverpool adalah tim yang sukses saat pertama dan sebelum aku bergabung dengan mereka. Tuntutan dan tekanan untuk menang jadi hal paling utama, terlepas dari keberadaan pemain bintang seperti Ian Rush, Kenny Dalglish, dan mereka telah memenangi segalanya," terangnya pada Bein Sports, dilansir Goal International.
ADVERTISEMENT
Sekadar informasi, Barnes menghuni Stadion Anfield selama 1987-1997. Meski tak sempat merasakan pengalaman menjuarai Liga Champions, dia tahu betul nikmatnya menjadi juara First Division (2x), Piala FA (2x), Piala Liga Inggris, dan Charity Shield (3x).
Momen Liverpool menjuarai First Division 1989/90. Foto: Getty Images
Kemudian, rezim berganti. Liverpool yang tadinya begitu digdaya tiba-tiba kesulitan memenangi trofi juara di era 1990-an. Pada saat yang bersamaan, Manchester United menggantikan peran mereka sebagai 'raja' di tanah Inggris dan sempat juga merajai Eropa.
Nah, sampai di sini, Barnes punya teori menarik. Sekalipun buruknya prestasi Liverpool saat itu, mereka tetap diperhitungkan sebagai klub besar.
Kenapa? Karena ada sejarah besar yang membayangi setiap langkah mereka. Maksudnya, Liverpool enggak butuh kemenangan, enggak butuh trofi juara baru, untuk bisa diakui sebagai klub besar yang diimpikan banyak orang.
ADVERTISEMENT
Hanya dengan membaca sejarah, orang-orang sudah bisa memahami bahwa si 'Merseyside Merah' adalah klub yang 'wah' di tanah Inggris. Bekal sejarah itu pun cukup untuk menjaga basis penggemar mereka agar tak berpindah ke lain hati.
Anfield. Foto: Alex Livesey/Getty Images
Jadi, kalaupun tak finis di puncak klasemen Liga Inggris, andaipun jarang juara, Liverpool tetap tim besar, fannya tetap ada, tetap banyak bahkan.
Sekarang, masa-masa itu telah berlalu. Di bawah asuhan Juergen Klopp, Liverpool menjelma sebagai tim yang benar-benar layak ditakuti, klub penantang juara, dan bisa juara betulan.
Nah, di sisi lain, menurut Barnes, kini Manchester United-lah sedang mengambil peran Liverpool itu. Mereka telah memenangi banyak hal semasa dilatih Sir Alex Ferguson, dengan pemain-pemain berbakat macam Ryan Giggs, Roy Keane, etc.
ADVERTISEMENT
Dengan modal cerita-cerita jaya masa silam, seburuk apapun prestasi The Devils sekarang, tetap sulit disangkal bahwa mereka adalah klub besar. Fan mereka akan tetap banyak di seluruh dunia karena modal sejarah besar mereka.
Sir Alex Ferguson pada laga terakhirnya sebagai pelatih Manchester United. Foto: Getty Images/Michael Regan
"Menurutku, setelah Manchester City mengambil alih [dominasi di kompetisi domestik], Manchester United masih merupakan klub terbesar. Para pemainnya pun senang jadi bagian Manchester United, meski tanpa menyadari adanya tanggung jawab untuk menang," jelas pria 56 tahun itu.
Kami bantu perjelas. Jesse Lingard bisa tetap 'wah' di mata orang-orang hanya karena dia adalah pemain Manchester United--klub yang kaya sejarah akan jaya. Sekalipun, dia mainnya kurang maksimal atau klubnya gagal menang.
Para pemain Manchester United berpesta gol 5-0 saat melawan Club Brugge. Foto: Action Images via Reuters/Jason Cairnduff
Di sisi lain, hal yang sama enggak berlaku bagi John Stones. Bek asal Inggris itu harus mati-matian bermain bagus agar dipandang 'wah' oleh publik.
ADVERTISEMENT
Bahkan kalau ditarik lebih jauh, contoh lain, orang-orang mungkin enggak akan terlalu ngeh bahwa Vincent Kompany adalah bek yang hebat, salah satu yang terhebat di Premier League, andai The Citizens tak pernah menjuarai Premier League lebih dari sekali semasa dia main di sana.
Para pemain Manchester City merayakan gelar juara Premier League 2011/12. Foto: Shaun Botterill/Getty Images
Jadi, hingga nanti Manchester United jadi klub yang menangan lagi, yang rutin juara lagi, biarkanlah para penggemarnya membangga-banggakan masa lalu. Sebab, cuma itu mungkin yang mereka punya.
Fan Liverpool juga tak boleh jemawa, lho. Lha wong, kalian pernah berada di posisi yang sama 'kan.
----
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten