Batu Pusat Kampung, Simbol Tegaknya Adat di Desa Boleng, NTT

Susanto Jumaidi
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
16 Mei 2022 18:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Susanto Jumaidi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Batu Pusat Kampung Ds. Boleng (Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Batu Pusat Kampung Ds. Boleng (Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Batu Pusat Kampung, begitulah masyarakat Desa Boleng, Kecamatan Ile Boleng, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur menyebutnya. Batu itu terlihat sangat sederhana, tanpa pagar, tidak ada tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa batu itu bersejarah bagi penduduk Boleng. Di balik kesederhanaannya, batu tersebut merupakan simbol tegaknya adat di Desa Boleng, konon ketika awal mula diresmikannya kampung atau desa Boleng.
ADVERTISEMENT
‘’Batu ini adalah simbol tegaknya adat di Desa Boleng ketika diresmikannya sebagai kampung atau desa,’’ kata Sekretaris Desa Boleng, Idris, Sabtu (14/5/2022).
Idris mengatakan, elemen wajib sebagai syarat ketika akan mendirikan kampung adalah harus terdapat 7 suku dalam kampung tersebut, ketika elemen wajib sudah terpenuhi, langkah selanjutnya adalah menentukan tupoksi tugas setiap suku yang mendiami kampung. Kala itu seluruh suku dikumpulkan untuk membagi tugas masing-masing per suku dan segala tatanan adat beserta hukum-hukum adat yang harus ditaati secara bersama.
“Ketika semua sudah sepakat mengenai tugas-tugas dan tatanan adat beserta hukumnya, sebagai simbol kesepakatan atas tatanan adat tersebut, mereka meletakkan sebuah batu besar sebagai tanda bahwa semua sepakat akan mentaati tatanan adat secara bersama-sama”, tegas Idris.
ADVERTISEMENT
Salah satu hukum adat yang termuat dalam hasil musyawarah tersebut yaitu kepala kampung hanya boleh diduduki oleh seseorang yang berasal dari keturunan suku Lamanele Geo. Selain orang dari suku tersebut tidak boleh menduduki posisi sebagai kepala kampung Boleng.
Batu Pusat Kampung yang menjadi simbol kesepakatan atas tatanan adat ini menjadikannya sebagai batu keramat. Masyarakat Desa Boleng sangat menghormati batu tersebut sehingga tidak ada yang berani melangkahi batu tersebut atau memindahkan posisinya.
“Batu tersebut akan diangkat jika ada perubahan dalam tatanan adat Desa Boleng”, imbuh Idris.
Tetapi, dalam sejarahnya tidak pernah terjadi pengangkatan batu tersebut dengan tujuan merubah tatanan adat di Desa Boleng. Tatanan adat lama Boleng tetap dijalankan tanpa ada perubahan. Warga yang masih mengikuti tatanan adat lama yaitu dari keturunan suku Lamanele Geo.
ADVERTISEMENT
Pemilihan Kepala Desa Boleng
Desa Boleng dalam hal pemilihan kepala desa secara tidak langsung masih menjalankan warisan adat terdahulu yaitu sistem monarki dari keturunan suku Lamanele Geo. Namun, meskipun sistem monarki yang menjadi hukum adat tetap berlaku, mereka juga tidak melanggar hak konstitusi demokrasi yaitu setiap orang memiliki hak memilih dan dipilih yang ditulis dalam perundang-undangan Republik Indonesia. Sisi monarkinya akan terlihat dalam pandangan masyarakatnya tentang siapa yang berhak menjadi kepala desa.
Meskipun demokrasi ditegakkan dalam pesta pemilihan kepala desa, dalam implementasi pemilihannya, masyarakat sebagai pemilih masih memegang teguh hukum adat bahwa yang boleh menjadi pemimpin desa adalah mereka yang dari suku Lamanele Geo, terlepas dari siapa saja calon kepala desa meskipun dari suku selain Lamanele Geo, mereka tetap akan memilih calon yang berasal dari suku tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejarah Desa Boleng
Boleng merupakan nama sebuah desa di pulau Adonara, Kecamatan Ile Boleng, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Secara geografis Desa Boleng merupakan desa yang bersentuhan secara langsung dengan laut atau pesisir. Mayoritas laki-laki di desa ini bekerja sebagai nelayan, dan perempuan sebagai pengrajin tenun ikat. Desa Boleng merupakan salah satu di antara dua desa yang ada di Kecamatan Ile Boleng yang masyarakatnya 100 persen beragama Islam. Struktur masyarakatnya terbagi berdasarkan suku-suku yang memiliki tupoksi tugas berbeda-beda dalam lingkup desa.
Sejarah singkat tentang Desa Boleng menurut tradisi lisan masyarakat yang bersangkutan, mulanya nenek moyang masyarakat di desa ini merupakan kakak adik yang hidup di lereng gunung Ile Boleng yang bernama Laba dan Geo. Suatu ketika Laba sebagai kakaknya Geo turun dari gunung dan mendapati tanah kosong di pesisir (Boleng) kemudian ingin mendiami tanah tersebut. Tetapi ketika Laba ingin buang air besar (BAB) di laut, ia kaget dan takut ketika air laut menyentuh kulitnya. setelah itu ia memutuskan untuk kembali ke kampungnya Nelelamadike di gunung Ile Boleng dan menceritakan temuannya kepada adiknya bernama Geo.
ADVERTISEMENT
Setelah Geo mendengarkan cerita Laba, dia bergegas turun gunung menuju tanah kosong yang diceritakan kakaknya itu. Berbeda dengan Laba, Geo tidak merasa takut atau kaget dengan air laut yang membuatnya memtuskan mendiami tanah kosong tersebut. Laba yang kemudian mendengar kabar bahwa adiknya mendiami tanah tersebut akhirnya kembali turun ke tanah kosong di pesisir itu (boleng). Setelah Laba dan Geo bertemu dan berunding, akhirnya mereka berdua sepakat tanah kosong itu dibagi dua. Meskipun tanah sudah dibagi dua, berdasarkan kesepakatan yang dibuat keduanya, tuan kampung tetap dipegang oleh Geo hingga anak turunnya sebagai orang yang pertama mendiami wilayah tersebut.
Melihat perkampungan sudah ramai, tuan tanah yaitu Geo mengajak orang-orang yang mendiami kampung tersebut berkumpul dan didapati bahwa di kampung ini sudah terisi 7 suku. Berdasarkan tradisi di pulau Adonara bahwa jika ingin mendirikan suatu kampung, maka sebuah kampung harus memiliki 7 suku di dalamnya. Setelah suku-suku sudah terkumpul, tuan tanah merumuskan tugas-tugas wajib setiap suku beserta tatanan adat di kampung yang dinamai Boleng hingga saat ini.
ADVERTISEMENT