Azalea Ayuningtyas, Bantu Ibu-ibu NTT Lewat Bisnis Anyaman

Konten Media Partner
22 Mei 2017 17:53 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Azalea Ayuningtyas, Bantu Ibu-ibu NTT Lewat Bisnis Anyaman
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Lahir dan besar di Kota Metropolitan Jakarta, serta melanjutkan pendidikan S-2 di Amerika Serikat, tidak membuat Azalea Ayunigtyas lupa permasalahan masyarakat di Tanah Air. Bahkan ia rela meninggalkan pekerjaan bergengsi di perusahaan besar demi bisa meluangkan waktu lebih banyak untuk membantu ibu-ibu hamil di Nusa Tenggara Timur (NTT).
ADVERTISEMENT
Ketertarikan Ayu – sapaan akrab Azalea Ayuningtyas – pada permasalahan kesehatan masyarakat terpupuk setelah banyak terlibat dalam proyek peningkatan nutrisi dan sanitasi di Indonesia, India dan Kamboja. Namun, baru sejak tahun 2014, wanita kelahiran tahun 1989 ini mendedikasikan 100% waktu, pikiran dan tenaganya untuk membantu masyarakat di daerah tertinggal.
Ayu tidak sendirian mendirikan Du'Anyam. Ia mengajak beberapa temannya: Hana Keraf, Melia Winata dan Zona Ngadiman. Modal awalnya sebesar Rp 300 juta, yang diperoleh dari hadiah memenangi berbagai perlombaan dan dari tabungan masing-masing pendiri (co-founder). Lewat Du'Anyam, mereka mencoba memperbaiki tingkat kesehatan ibu, anak dan bayi di NTT. “Kami memang sangat tertarik pada masalah kesehatan,” ujar Ayu menegaskan.
ADVERTISEMENT
Mulanya, lanjut Ayu, mereka merasa prihatin dengan fakta yang menyebutkan bahwa NTT merupakan wilayah dengan peringkat teratas dalam hal kekurangan gizi pada ibu hamil, bayi dan anak. Provinsi ini menjadi salah satu daerah dengan angka kematian ibu hamil dan bayi tertinggi di Asia Tenggara. Selain itu, NTT juga menduduki peringkat Human Development Index ke-31 dari total 33 provinsi di Indonesia.
Akar permasalahan kesehatan di NTT, menurut Ayu, lantaran sebagian besar wanita di NTT berperan sebagai tumpuan hidup keluarga. Tak jarang, mereka harus ikut turun ke ladang guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sayangnya, meskipun telah ikut berladang, hal tersebut tidak cukup menolong ketersediaan cadangan uang tunai sepanjang tahun. Ada kalanya, ketika kemarau datang, mereka sulit memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Apalagi, para ibu itu tetap harus bekerja walaupun sedang dalam kondisi mengandung. Praktis, segala permasalahan ini acap kali membuat kondisi ibu hamil kekurangan gizi.
ADVERTISEMENT
Dari sanalah, disebutkan Ayu, timbul inisiatif untuk memberikan alternatif pekerjaan lain yang bisa menghasilkan uang tunai selain dari kegiatan berladang. Ayu dan teman-temanya pun mendayagunakan keahlian penduduk lokal dalam menganyam daun lontar menjadi aneka produk seperti tas, sandal, sovenir, dsb. Penjualan produk-produk ini bisa menjadi penghasilan tambahan untuk meningkatkan kemampuan finansial guna mengakses fasilitas kesehatan dan nutrisi yang layak.
Du’Anyam mengajak para ibu di Desa Duntana Lewoingu, NTT, untuk membentuk kelompok usaha anyaman yang beranggotakan 10-15 orang. Saat tidak ada yang hamil, anggota kelompok anyaman Du’Anyam menggarap ladang masing-masing dari pagi hingga siang hari dan dilanjutkan dengan mengerjakan pesanan anyaman di waktu senggang. Ketika ada anggota kelompok yang hamil, dia akan mendapatkan cuti dari kewajiban menggarap ladang dan di sisi lain akan bekerja penuh untuk mengerjakan tugas anyaman kelompoknya. Sebagai kompensasi, anggota kelompok yang lain bebas dari tugas menganyam dan sebaliknya ditugasi menggarap ladang anggota kelompok yang cuti. “Setiap ingin membuka di desa baru, kami selalu masuk lewat posyandu,” ungkapnya. Tujuannya agar bisa menjangkau ibu-ibu usia produktif hamil (18-45 tahun), ibu yang sedang hamil, dan ibu yang memiliki bayi ataupun balita.
ADVERTISEMENT
Saat ini, dengan beranggotakan 270 orang dari kalangan ibu, Du'Anyam bisa memproduksi sekitar 4.000 unit produk per bulan. Kebanyakan hasil produksinya disalurkan ke hotel dan resor (industri hospitalitas).
Untuk pembayaran ke para perajin, Ayu menetapkan skala penilaian tertentu. Setiap produk yang dihasilkan bisa memperoleh pembayaran berbeda-beda, bergantung pada kualitasnya.
Hingga saat ini, ada 12 hotel di Bali yang telah menjadi mitranya. Du'Anyam memang lebih memfokuskan pada segmen business to business ketimbang pasar ritel. Toh, Du'Anyam tetap melirik pasar ritel dengan menitipkan produknya ke sejumlah mal seperti Pacific Place dan Grand Indonesia.
Fransiskus Kumanireng, suami perajin anyaman Meliana Adinda Soge (Do'a Milli) mengaku awalnya skeptis dengan program yang dijalankan Du'Anyam. Karenanya, ia pun sempat menyuruh istrinya berhenti. Pasalnya, banyak LSM yang melakukan pelatihan tetapi tanpa tindak lanjut dalam hal akses pasar. Namun lambat laun, Kumanireng merasa program Du'Anyam berpengaruh signifikan pada penghasilan Do'a Mili. Ia pun kemudian mendukung, malah tak ragu membantu pekerjaan Do'a Milli di rumah, seperti membantu tugas rumah tangga saat istrinya sedang menganyam. “Saya bisa melihat hasil yang nyata,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ananda Putri & Nerissa Arviana
Riset: Armiadi