Sepak Bola Sebagai Alat Pencegahan Konflik di Afrika

syachidah riskha aisyah
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
8 April 2024 8:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari syachidah riskha aisyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Gencraft AI
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Gencraft AI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepak bola merupakan olahraga yang paling banyak digemari masyarakat dunia. Olahraga yang memainkan 11 orang dalam satu tim ini menjadi favorit karena dapat diakses oleh berbagai kalangan dan kelas sosial mulai dari rakyat miskin hingga masyarakat kelas atas.
ADVERTISEMENT
Keseruan dan ketegangan yang dihadirkan oleh sepak bola dapat menyatukan masyarakat untuk bersatu, bekerja sama dan saling mendukung tim kesayangan. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia yang bersatu beramai-ramai mendukung Tim Nasional Indonesia di laga-laga Internasional.
Biasanya masyarakat akan melakukan “nobar” atau nonton bareng di tiap-tiap pemukiman (RT atau kompleks) yang bertujuan untuk memberikan semangat pada Tim Nasional dan mempererat rasa persaudaraan atau sense of belonging di masyarakat.
Selain menjadi alat pemersatu masyarakat, ternyata sepak bola juga bisa menjadi alat untuk pencegahan konflik bersenjata. Hal inilah yang terjadi di benua Afrika dimana masih banyak sekali konflik bersenjata salah satunya adalah konflik yang melibatkan perebutan wilayah di sekitar danau-danau besar Afrika.
Danau-danau tersebut antara lain Danau Victoria, Danau Tanganyika, Danau Malawai, Danau Turkana, Danau Albert, Danau Kivu dan Danau Edward. Danau-danau ini diperebutkan karena merupakan sumber penghidupan dari negara-negara Afrika tengah seperti Burundi, Republik Demokratik Kongo, Rwanda dan Uganda.
ADVERTISEMENT
Tercatat di tahun 2019, ada setidaknya 5 juta orang tewas akibat konflik perebutan wilayah di sekitar danau-danau tersebut. Adapun, faktor-faktor dari terbentuknya konflik wilayah ini meliputi adanya perebutan sumber daya alam, pergerakan dari kelompok bersenjata, manipulasi identitas hingga terdapat stereotype dan stigma buruk antar masyarakat.
Banyaknya korban jiwa dan dampak buruk yang diakibatkan oleh konflik ini menginspirasi sebuah organisasi non pemerintah yakni Pleaders of Children and Elderly People at Risk (PEPA) membuat sebuah terobosan unik untuk pencegahan konflik yang terjadi di Afrika tengah.
PEPA memanfaatkan “the joy of football” untuk mempromosikan perdamaian dan upaya pencegahan konflik melalui olahraga dengan mengadakan sebuah kompetisi yang diberi nama “Soccer for Peace Africa”. Dalam kompetisi ini PEPA mengikutsertakan orang-orang yang telah cacat secara fisik akibat menjadi korban perang sipil, sebagai bentuk penyampaian pesan bahwa perang hanya akan membawa dampak buruk bagi sesama.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya pelaksanaan kompetisi sepak bola dari negara-negara yang kerap berkonflik ini, diharapkan dapat memberi dampak sosial pada masyarakat-masyarakat di Afrika tengah serta menghapus sifat-sifat Chauvinisme dan meningkatkan rasa toleransi pada sesama. Mengingat salah satu pemicu konflik bersenjata di Afrika adalah tensi antar etnis seperti kasus genosida di Rwanda yang melibatkan suku Hutu dan Tutsi.
Pemanfaatan sepak bola sebagai alat resolusi konflik memainkan peran yang tidak bisa dipenuhi negara maupun militer. Negara cenderung memanfaatkan posisinya untuk membuat peraturan atau undang-undang (UU) dalam menghadapi suatu masalah. Lalu, militer sudah pasti menggunakan kekerasan dan senjata untuk menyelesaikan suatu konflik.
Kedua entitas tersebut terkadang tidak cukup mampu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di bagian akar yakni masyarakat (grassroot). Dalam artian, penyelesaian konflik dengan memanfaatkan UU atau kekuatan militer cenderung akan menimbulkan konflik baru di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Konflik yang melibatkan masyarakat (antar etnis) memerlukan pendekatan yang lebih humanis dan non-militer. Pendekatan ini haruslah pendekatan yang bisa “menyentuh hati” sesama masyarakat agar tercipta rasa persaudaraan dan kasih sayang antar sesama. Oleh sebab itu, penyelenggaraan kompetisi “Soccer for Peace Africa” dapat menjadi salah satu upaya pencegahan konflik di Afrika.