news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

20 Mei, Bangkit Dari Apa Bila Tiktok Jadi Sebab Dikeluarkan Dari Sekolah?

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
20 Mei 2021 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Tapi kok masih ada anak sekolah yang dikeluarkan dari sekolah. Hanya karena menghina negara lain melalui tiktok. Kok masih banyak orang yang “dilarang” mudik tapi masih cari cara untuk pulang kampung. Bahkan disuruh putar balik malah mencaci-maki. Sementara korupsi masih merajalela kok bisa 75 pegawai KPK di-nonaktifkan dengan dalih gagal tes. Belum lagi, praktik “makelar” perkara atau proyek yang kian marak. Itu semua fakta. Jadi kita patut bertanya, Indonesia bangkit dari apa?
ADVERTISEMENT
Indonesia mau bangkit dari apa hari ini?
Secara maknawi, bangkit itu artinya bangun lalu berdiri. Atau bangun untuk hidup kembali. Sementara penjajah sudah tidak ada. Sementara musuh tidak harus dari bangsa luar. Jadi hari ini, Harkitnas itu bangkit dari apa dan bangkit untuk apa? Bukankah bangsa Indonesia justri sedang “melawan” dirinya sendiri? Mungkin, Hari Kebangkita Nasional sudah tidak pas lagi dalam konteks sekarang.
Mungkin, Harkitnas sudah tidak tepat lagi. Karena tidak ada lagi yang harus dibangkitkan. Selain pembangkit listrik, pembangkit tenaga mathari, atau lainnya. Saran konkretnya, Harkitnas sebaiknya diganti jadi “Harsadnas”. Hari Kesadaran Nasional. Agar masyarakat dan bangsa ini bisa lebih sadar dari apapun, soal apapun.
Iya, karena faktanya masih banyak orang yang bermasalah kesadarannya. Orang Indonesia hari ini ada yang "kurang sadar", "belum sadar", atau "kelebihan sadar". Untuk hal apapun, urusan apapun. Walau tetap ada yang sudah “cukup sadar”. Sadar untuk lebih produktif daripada berisik di media sosial. Sadar untuk lebih peduli kepada masyarakat miskin yang memang harus dibantu. Sadar untuk tidak korupsi tapi bicara atas nama rakyat di TV. Sadar era digital itu menyesatkan bila pemakainya tidak literat. Sadar untuk jadi masyarakat yang lebih literat.
ADVERTISEMENT
Harkitnas diganti saja jadi Harsadnas.
Agar ada Hari Kesadaran Nasional. Agar siapapun menyadari apa yang telah dilakukan dan bagaimana ke depannya? Kata “sadar” itu artinya insaf; merasa; tahu dan mengerti (kata sifat) atau ingat kembali (kata kerja). Jadi, Harsadnas bisa jadi momentum bagi bangsa Indonesia dan rakyatnya untuk menyadari, menginsafi, atau memahami keadaan yang sesungguhnya. Intinya, siapapun dengan jabatan, pangkat apapun jadi lebih sadar.
20 Mei bukan Hari Kebangkitan Nasional harusnya Hari Kesadaran Nasional
Seperti orang-orang di medsos. Banyak yang kok yang belum sadar. Hoaks atau berita bohong kok disebarluaskan. Sehari-hari kok kerjanya hanya nyinyir dan mencaci-maki negara. Beda pilihan politik kok jadi baper sepanjang masa. Orang-orang medsos itu senang banget mempersoalkan urusan orang lain. Sementara dirinya sendiri bermasalah. Sama sekali tidak literat. Harus diubah jadi lebih sadar. Agar lebih produktif.
ADVERTISEMENT
Bangsa ini butuh kesadaran nasional. Bahwa kebersamaan dan keutuhan adalah segalanya. Untuk apa berdebat soal NKRI, soal Pancasila. Bukan tu soalnya. Justru harus ada kesadaran, untuk tidak ego dan mau menang sendiri. Untuk tidak mudah membenci dan menebar hoaks atau fitnah. Butuh kesadaran untuk menerima realitas apapun.
Sadar nasional. Untuk mengingatkan bangsa dan kita. Bahwa potensi baik di masa depan jauh lebih penting dari masa lalu yang buruk. Sadar akan pentingnya menyiapkan hari esok yang lebih baik dari hari kemarin. Itulah Kesadaran Nasional yang dibutuhkan, bukan lagi Kebangkitan Nasional. #Harkitnas #Harsadnas #KebangkitanNasional