#2019GANTI Politik Tuna Susila

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
13 April 2018 20:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
#2019GANTI … Politik tuna susila
Susila, kali ini bukan nama orang. Susila di sini, urusannya sama sifat dan karakter baik. Lalu tercermin dalam perilaku yang baik pula. Susila, sebagian orang bilang peradaban baik. Tentu, susila bisa dimiliki oleh individu maupun kelompok. Individu yang beradab baik, kelompok yang beradab baik.
ADVERTISEMENT
Kata orang pintar, susila mirip-miriplah dengan etika, dengan moral. Kalo yang agak religius, susila sering dimaksud dengan akhlak. Boleh-boleh saja, silakan. Intinya susila di sini, hadirnya karakter dan perilaku baik. Baik saat sendirian atau saat rame-rame. Tetap baik. Dah gitu aja.
Jadi, kalo dalam realita. Ada yang kampanyekan#2019GANTIPRESIDEN, atau ada yang bilang “kitab suci itu fiksi”. Bahkan ada yang mau nyalon jadi presiden “diarak-arak sambil telanjang dada”. Menurut saya, bisa jadi itu bertentangan dengan susila. Ada karakter dan perilaku yang “tidak cukup susila”. Bolehlah disebut “politik tuna susila”.
Politik tuna susila seperti wanita tuna susila.
Semua kita pasti gak senang sama perempuan pekerja seks komersial (PSK), pastinya. Kenapa? Karena perempuan itu dianggap punya “karakter dan perilaku” yang melanggar susila. Maka wajar PSK dibilang “wanita tuna susila”, perempuan gak punya susila, gak punya moral. Setuju gak? Lha, kalo kita tidak suka “wanita tuna susila” maka harusnya gak suka juga pada “politik tuna susila”.
ADVERTISEMENT
Karena susila. Secara etimologis, terdiri dari dua suku kata: “Su” dan “Sila”. “Su” berarti baik, indah, harmonis. “Sila” berarti perilaku, tata laku. Jadi, kalo ada tingkah laku manusia yang baik itu berarti sesuai dengan susila. Kalo susilanya baik, maka itu cerminan objektif isi hatinya, pun pikiran yang baik. Sementara politik yang tidak menghadirkan perilaku, tata laku yang baik lagi indah serta menjaga keharmonian, patutlah disebut “politik tuna susila’.
Zaman now. Susila, mungkkin kata sebagian orang udah gak penting.
Atas nama kebencian, demi ketidaksukaan lantas boleh omong apa saja. Katanya, gak usah susila-susilaan asal yang penting #2019GANTI. Entah, kenapa harus ngotot tuk mengganti? Bisa jadi, karena mereka sedang memperjuangkan mimpi-mimpi mereka yang terkungkung sebelumnya. Atau mereka tidak tahu gimana cara “mendekatkan” antara harapan dengan kenyataan.
ADVERTISEMENT
Daripada #2019GANTI mendingan #2019GANTI Politik tuna susila.
Agar negeri yang gemah ripah loh jinawi, lagi majemuk ini bisa lebih menata kembali sendi-sendi kesusilaan yang tiap hari dirongrong dan dirusak. Rasa benci, gak suka, hujatan, hingga fitnah makin melenggang dan menjadikan “susila” kian terpuruk. Kalo terus-menerus, mau jadi apa negeri ini. Hingga ujungnya, selamat tinggal susila, sayonara adab baik yang dulu diajarkan nenek moyang kita.
Zaman now kadang aneh. Banyak orang ingin hidup sempurna, sesuai harapannya. Tapi di saat yang sama aspek susila diabaikan. Kita sering lupa, kesusilaan atau budi pekerti yang luhur. Gimana bisa bangsa ini membangun peradaban umat yang lebih baik. Bila dimensi kesusilaan diabaikan. Kalo mau bahagia lahir batin, maka kesusilaan menjadi perlu. Akhlak yang harus dikedepankan….
ADVERTISEMENT
Mengapa ada orang baik sudi jadi orang tidak baik?
Sebagian besar, karena mereka berani menghancurkan norma susila, akhlak. Coba baca novel “Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur”. Di situ jelas, betapa kebencian, kekecewaan, dan luka hati masa lalu telah merusak pikiran si tokoh wanita. Hingga susila, akhlak pun rontok. Bahkan keimanan pun dengan mudah hancur seperti pelacur.
Karakter dan perilaku yang kontra susila memang tidak disukai siapapun. Tapi di saat yang sama kita sering “terjun bebas” ke dalamnya. Hingga terjadilah pertempuran antara mereka yang “cukup susila” dan “tuna susila”.
Jadi ingatlah, masih ada susila yang baik. Akhlak yang baik untuk mengutarakan niat kita yang baik. Politik yang baik, sungguh masih bisa dimainkan. Dan percayalah, gak ada bangsa yang baik bila cara-caranya gak baik, susilanya gak apik.
ADVERTISEMENT
Karena orang baik itu ada. Bukan karena ingin dibilang baik. Atau ikut-ikutan ingin baik. Tapi sikap baik dan bertindak baik itu penting di zaman now. Untuk menghindari keadaan negeri ini diperlakukan dengan cara-cara tidak baik oleh mereka yang hidup dan ada di dalamnya … salam ciamikk ##2019GANTIPolitikTunaSusila