Apa Sekolah Masih Diperlukan?

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
8 Maret 2020 8:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Kaki Gunung Salak, saya terdampar dengan sengaja dalam tiga tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Meninggalkan kegaduhan yang luar biasa kota besar. Menjauhi ruang-ruang yang terlalu banyak celoteh tanpa ada yang diperbuat. Melepaskan segala benci dan prasangka buruk yang telah merasuki hati nurani kaum terdidik. Tentang apapun yang diributkan. Karena itu semua sudah tidak menarik lagi untuk diperbincangkan.
Di Kaki Gunung Salak ini, saya mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Sebuah taman bacaan sebagai tempat bernaung anak-anak kampung yang selama ini jauh dari akses buku bacaan, bahkan terancam putus sekolah. Akibat soal ekonomi. Dan kini, tidak kurang dari 50 anak usia sekolah SD-SMP telah menjadi pembaca aktif di taman bacaan. Anak-anak yang rutin 3 kali seminggu membaca buku dan mampu “melahap” 5-8 buku per minggu. Ada pula 10 ibu-ibu buta huruf yang secara rutin belajar bacatulis dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka. Jauh sebelumnya, saya secara pribadi pun mengadakan pengajian yatim binaan setiap bulan. Ada sekitar 10 anak yatim yang secara rutin tiap bulan mengaji. Agar 1) tetap bisa sekolah dan 2) menasehati anak yatim yang telah lama kehilangan sosok ayah. Semuanya berlangsung hingga kini, atas nama cinta dan berpijak pada pengabdian serta kepedulian.
ADVERTISEMENT
Maka hari ini, bila ada kaum yang telah belajar di sekolah hingga ke perguruan tinggi. Lalu menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur sambil mengabdikan diri kepada masyarakat. Sungguh di benak saya, lebih baik pendidikan itu tidak ada sama sekali. Untuk apa sekolah? Bila hanya untuk memperbesar ego dan hawa nafsu.
Sekolah sama sekali tidak diperlukan. Bila tujuannya:
1. Agar bertambah pengetahuan tapi tidak ada manfaatnya untuk orang lain.
2. Agar bisa meraih karier atau pekerjaan tanpa adanya empati untuk berbagi pada kaum yang membutuhkan.
3. Agar memperkuat karakter hanya sebatas teori tanpa pernah diimplementasikan.
4. Agar memperoleh pencerahan tanpa bisa mencerahkan orang lain.
5. Agar ikut membantu kemajuan bangsa walau hanya sebatas narasi, faktanya tidak ada.
Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gunung Slaak Bogor
Di Kaki Gunung Salak Bogor ini, masyarakatnya 81% tingkat pendidikannya hanya SD. Bahkan mata pencahariannya pun 72% tidak tetap alias peladang atau petani. Mereka hanya punya cangkul tanpa pernah tahu artinya virus corona, apalagi masker. Mereka yang hanya punya cita-cita sederhana. Agar hidupnya esok, bisa lebih baik dari sekarang.
ADVERTISEMENT
Maka saya bertanya, apa arti pengabdian itu?
Pengabdian bukan hanya kepedulian. Tapi sebuah komitmen untuk berbuat kepada masyarakat secara konsisten. Bukan “hit and run” sebatas promosi atau kegiatan parsial, tanpa ada keberlanjutan. Buat kalangan terdidik, pengabdian itu bukanlah secarik kertas berstempel. Apalagi dibuat ketika administrasinya pengabdian masyarakat diperlukan. Pengabdian adalah sebuah kepedulian yang dijalani secara istiqomah.
Kadang kita lupa. Ternyata di dunia ini, yang paling tinggi itu bukan gunung; yang paling luas pun bukan lautan. Tapi hawa nafsu dan ego akibat tingginya sekolah dan luasnya pengetahuan. Tapi kemudian "membunuh" kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan.
Bagi kaum yang membutuhkan. Mungkin, dunia ini suatu kali sangat berbahaya untuk terus ditinggali. Bukan karena orang-orangnya jahat. Tapi karena orang-orangnya tidak peduli.
ADVERTISEMENT
Tabikk, salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi
Masihkah sekolah diperlukan?