Bahasa Indonesia di Dunia Maya, Peluang atau Ancaman?

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
26 Januari 2019 23:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menyikapi bahasa Indonesia dalam dunia maya. Dok: Syarif Yunus.
zoom-in-whitePerbesar
Menyikapi bahasa Indonesia dalam dunia maya. Dok: Syarif Yunus.
ADVERTISEMENT
Bahasa Indonesia di dunia maya itu sebenarnya ancaman atau peluang?
ADVERTISEMENT
Apalagi di tahun politik seperti sekarang. Makin banyak pengguna media sosial yang bergentayangan di dunia maya semakin meramaikan khasanah bahasa Indonesia. Tentu saja, segala rupa bahasa. Mulai dari bahasa yang lembut hingga yang sarkasme, dari bahasa yang lugas hingga ambigu, bahkan dari bahasa kesenangan hingga kebencian.
Bahasa dunia maya makin menjadi-jadi. Apalagi diwarnai bahasa alay yang kadang lebay. Contohnya: "Aluww c3M3ntz cEmMeNtzz, mEtzz c1aNkz?? bUol3Hh kEn4Lanzt guGs? K4lEantdz t4uw gUgs cI3hh hRi N3cCh tUch 4ckUhH G4lwW bU4ngEttzz," ...Bahasa alay, bahasa pada jejaring sosial semakin berlimpah.
Tidak ada yang dapat menyangkal, bahasa memiliki peran yang sangat penting. Bahasa menjadi alat yang paling efektif dalam setiap aktivitas komunikasi. Setiap manusia memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Dalam pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman bahasa sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa, baik lisan maupun tulisan adalah ekspresi atas apa yang dirasakan, dan dialami pemakainya.
ADVERTISEMENT
Seiring majunya peradaban manusia, termasuk di Indonesia, banyak cara yang dipilih pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya makin beragam tapi juga semakin canggih. Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang didukung oleh perangkat teknologi mutakhir, khususnya bahasa yang digunakan pada dunia maya dan jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, Chatting, email, SMS, dan sebagainya.
Penggunaan bahasa di dunia maya dan jejaring sosial inilah yang patut mendapat perhatian para praktisi dan pemerhati bahasa. Apalagi di tengah kemunculan fenomena “bahasa alay” yang makin merasuk di kalangan remaja. Dukungan kecanggihan teknologi telah menjadikan bahasa dalam segala bentuknya mengalami kemajuan varian yang sangat pesat.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak? Fakta bahwa pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2015 ini telah mencapai 80 juta orang atau naik 300% dalam 5 tahun terakhir. Bahkan hingga tahun 2018, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 145 juta orang. Bahkan 60 juta orang di antaranya, mengakses internet secara mobile. Hal ini menjadi tanda tingkat produktivitas pemakaian bahasa yang luar biasa.
Di sisi lain, data Kominfo April 2012 menyebutkan jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga sangat besar. Setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan di tahun 2016 lalu sudah mencapai 80 juta orang. Belum lagi para pengguna media sosial lainnya, pasti terus bertambah pesat dari waktu ke waktu. Kondisi ini bertolak belakang dengan realitas adanya 15 bahasa daerah yang sudah punah dan 139 bahasa daerah yang terancam punah dari sekitar 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi begitu cepat dan dahsyat, manusia selalu mencari cara berkomunikasi yang cepat, murah, dan praktis. Hanya dalam hitungan detik, kita dapat terhubung ke seluruh penjuru dunia tanpa batas ruang dan waktu. Inilah yang dinamakan dunia maya. Kita dapat dengan mudah beranjang sana kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun asalkan memiliki dukungan teknologi yang dibutuhkan dan terkoneksi ke berbagai penjuru dunia tersebut. Jika saja teknologi mampu “bergerak cepat”, bagaimana bahasa mengantisipasinya?
Berlatar pada kondisi itulah, kita perlu berdiskusi dan menentukan sikap terhadap fenomena bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial yang semakin mengglobal. Bagaimana kita memandang bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial; ancaman atau peluang?
Ilustrasi anak Indonesia.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak Indonesia. Foto: Shutterstock
Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa Indonesia. Kenapa? Karena Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi yang membantu berbagai suku di Indonesia untuk berkomunikasi secara baik (Mustakim, 1994:2). Namun Bahasa Indonesia hari ini menghadapi tantangan yang berat seiring intervensi dan realitas penggunaan bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial yang bertolak belakang dengan prinsip penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
ADVERTISEMENT
Apalagi bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial semakin mendapat tempat di kalangan anak muda. Sebut saja, fenomena “bahasa alay” yang benar-benar sudah menjadi bahasa favorit mereka daripada Bahasa Indonesia itu sendiri. Hal ini terjadi karena anak muda sekarang membutuhkan pengakuan akan eksistensi mereka. Mereka hampir tidak punya ruang untuk mewujudkan eksistensi mereka. Jadi, anak muda yang tidak memakai bahasa alay maka tidak disebut anak gaul, dan status sosial seseoranglah yang paling memengaruhi penggunaan bahasa itu sendiri (Meyerhofff, 2006:108).
Mari kita simak salah satu contoh “bahasa alay” dalam status Facebook seorang anak muda: • "haii, namaq aiiu (Ayu), quw tinggal dii dkeeet mumphunk (mampang) quw niie tmenndna kakag kaoo sii mhilaa, lam knall ya, oiyawh, aq single lowh. kaloo kmuu minadd maoo xmxx aq, xmx quuw jaa dii 0816xxxxxx, quwwtunggu yaachh !! aiiu-chann. XoXoo!" • "beiibbhskuw chayaanx! kuuw chaiang kalii ma kmuuwh, cnenxz beuudh niiy arii bsaa ktmuuw kmuwhh!!!!cmogaaa qtaa bsaaslamanaaablsamaaa…..nathaacwamiikuwww-loubhechaaaduuds..20072009tilltheendophtaimm..lophelophe phorepherr."
ADVERTISEMENT
Sungguh tidak mudah untuk memahami bahasa di atas. Namun apabila dikaji, tampak sudah ada kesepahaman dalam penggunaan kombinasi huruf dan angka untuk merujuk pada kata tertentu yang dimaksudkan. Tentu, kesepahaman ini tidak membutuhkan “Kongres Bahasa Alay” tetapi cukup dengan saling belajar dan meniru melalui WA, SMS, dan media sosial lainnya.
Kita juga patut bersyukur generasi alay ini belum muncul saat perumusan Sumpah Pemuda tahun 1928. Bayangkan, jika generasi alay diberi mandat membuat teks Sumpah Pemuda maka kalimat-kalimat yang dihasilkan seperti berikut ini:
"Smph PMd4K54tu:kaM1p03tR4d4n p03tr11ndn35i4m3n64qubrt0mP4H d4Rh j4N6 54t03, t4n4h A1r 1ndn35i4Kdw4:kaM1p03tR4 d4n p03tr1 1ndon35i4m3n64qubrBngs4j4ng54t03 B4n6541ndn35i4KTi64:kaM1p03tR4 d4n p03tr1 1ndon35i4 m3n64qu m3njUnj0En6 b4h454 pr54tU4nb4h45a1ndon35i4."
Hal yang menarik dari fenomena “bahasa alay” adalah salah satu lembaga survei besar di Indonesia menyatakan bahwa penggunaan "bahasa alay" dalam marketing produk, membuat para remaja tertantang untuk membacanya dan 83% dari mereka akhirnya tertarik dan memutuskan untuk membelinya! Promosi memakai bahasa alay sama dengan kenaikan penjualan, sungguh dampak yang luar biasa! Ciyusss? Enelan.... .Miapah. Begitulah kata-kata bahasa dunia maya dan jejaring sosial yang sedang menjadi tren. Ada yang benar-benar benci dengan bahasa tersebut, ada yang apatis, ada yang senang-senang saja.
ADVERTISEMENT
Bahasa Dunia Maya dan Jejaring Sosial
Ilustrasi membaca pesan di ponsel. Foto: StockSnap via Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membaca pesan di ponsel. Foto: StockSnap via Pixabay
Satu hal yang pasti dalam bahasa dunia maya dan jejaring sosial adalah adanya peralihan dari komunikasi lisan menjadi komunikasi tulisan. Hal ini terjadi karena dilakukan melalui internet. Cara berkomunikasi ini yang mendorong terjadinya eksplorasi untuk memperkaya bahasa tulis yang dipakai, termasuk penggunaan emotikon sebagai simbol ekspresi tertentu.
Dari segi sifatnya, bahasa dunia maya biasanya terjadi pada pemakai bahasa yang sudah saling kenal, meskipun berada di ruang publik. Penggunaan singkatan-singkatan yang umum, seperti km dan u untuk 'kamu' atau 'Anda'; thx atau tks untuk 'terima kasih'; gpp untuk 'tidak apa-apa'; ce untuk 'cewek'; co untuk 'cowok', menjadi contoh adanya konsensus atau kedekatan emosional di antara pemakainya.
ADVERTISEMENT
Bahasa dunia maya dan jejaring sosial telah menjadi realitas. Dalam konteks berbahasa, kita hanya perlu mencermati beberapa ciri bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial, antara lain:
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, bahasa dunia maya dan jejaring sosial dalam bentuk kosakata, ejaan, atau singkatan pada dasarnya dapat dengan mudah dikreasikan oleh siapapun. Bahasa “gaya maya dan alay” telah menjadi bahasa pemersatu pergaulan kalangan anak muda dan remaja saat ini. Karena sifatnya yang santai, bahasa dunia maya dan jejaring sosial perlu dikawal agar tidak merambah ke aktivitas komunikasi dan berbahasa yang bersifat formal. Inilah sikap penting yang harus dijunjung setiap pemakai bahasa.
Bahasa Dunia maya; Ancaman atau Peluang?
Ilustrasi media sosial Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial Foto: Pixabay
Ada yang menerima, ada yang menolak penggunaan bahasa dunia maya dan jejaring sosial. Sebagian kalangan tetap “ngotot” pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun, ada juga yang menganggap Bahasa Indonesia terlalu kaku dan terlalu banyak aturan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, fakta membuktikan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah hasilnya tidak cukup menggembirakan. Setiap kali Ujian Negara, pelajaran Bahasa Indonesia sering kali memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, bahkan dengan pelajaran Bahasa Inggris sekalipun. Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit untuk digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Jika demikan, salahkah kemunculan bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial? Tidak ada yang salah. Peradaban manusia, budaya, dan lingkungan atau demografis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pola berbahasa seseorang (Meyerhoff, 2006:108). Sikap bangsa Indonesia terhadap Bahasa Indonesia cenderung ambivalen, sehingga terjadi dilematis.
Artinya, di satu pihak kita menginginkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti perkembangan zaman serta menginginkan pemakaian yang baik dan benar, tetapi di pihak lain, kita telah melunturkan identitas dan citra bahasa sendiri dengan lebih banyak mengapresiasi bahasa asing sebagai lambang kemodernan (Warsiman, 2006:42-43). Atas dasar itu, tidak heran jika kalangan muda dan remaja masa kini lebih cenderung menggunakan varian bahasa baru atau asing sebagai bagian dari dinamika peradaban manusia.
ADVERTISEMENT
Satu hal yang harus tetap disepakati adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, dunia maya, alay, slang, ataupun bahasa daerah selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Namun, yang menjadi kerisauan kalau ragam formal bahasa Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana mestinya (Nababan, 1993).
Jadi, bahasa dunia maya dan jejaring sosial akan menjadi ancaman apabila penggunaannya yang marak mulai merambah pada aktivitas berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan. Selain itu, kita juga harus mencermati pergerakan bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial pada akhirnya memiliki “nilai ekonomi” yang semakin tinggi atau tidak? Karena bahasa yang memiliki “nilai ekonomi tinggi” biasanya langgeng dan tidak bersifat sesaat, sehingga mampu menggeser keberadaan bahasa utama atau formal.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, fenomena bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial dapat memberi peluang kepada Bahasa Indonesia untuk semakin menegaskan posisinya sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan. Setiap pemakai Bahasa Indonesia menjadi “hati-hati” terhadap perkembangan varian bahasa yang berkembang di masyarakat. Kita menjadi semakin “peduli” terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah munculnya fenomena bahasa dunia maya dan jejaring sosial.
Secara jujur, inilah momentum bagi pemakai Bahasa Indonesia untuk menerapkan pola tutur yang baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Kita harus bersikap bangga terhadap Bahasa Indonesia dan selalu menjunjung tinggi kaidah pemakaiannya agar tidak hilang akibat dinamika peradaban manusia dan intervensi dari bahasa lain.
Kita harus aktif dan tepat dalam menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sarkasme terhadap generasi muda dan remaja. Bahasa adalah keharmonian. “Tidak ada satupun negara di dunia ini yang monolingual secara murni” (Meyerhoff, 2006:103).
ADVERTISEMENT
Bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial yang semakin marak merupakan realitas akibat dinamika peradaban manusia. Bahasa dunia maya dan jejaring sosial merupakan pola bahasa peralihan dari bahasa lisan ke bahasa tulisan. Tidak ada yang salah dalam bahasa dunia maya karena dinamika peradaban manusia, budaya, dan lingkungan/demografis adalah faktor-faktor yang memengaruhi pola berbahasa seseorang.
Karena bahasa adalah ungkapan kelembutan, bukan ujaran kebencian. Maka bijaklah dalam berbahasa di dunia maya dan jejaring sosial. Sekarang dan seterusnya. Jagalah cara komunikasi dan berbahasa di dunia maya, hingga kapanpun Bravo Bahasa Indonesia #AkuBanggaBerbahasaIndonesia!