Ciri Manusia Literat, Antara Nafsu dan Amanah?

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
19 September 2021 7:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pixabay.com
ADVERTISEMENT
Jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil.
Seperti kasus korupsi yang menjerat Bupati Probolinggo dan suaminya. Ada lagi Bupati Banjarnegara, mantan mensos yang korupsi bansos, dan baru-baru ini Pak Alex Noerdin saat dinyatakan sebagai tersangka kemarin. Sebelumnya, entah sudah berapa banyak pejabat atau politisi yang dibekuk OTT KPK. Kenapa mereka korupsi, apa mereka tidak punya cukup uang?
ADVERTISEMENT
Itulah yang disebut “DAUN yang kecil menutupi BUMI yang luas".
Kurang bersyukur atas nikmat karunia dan anugerah yang Allah SWT berikan. Terlalu nafsu atas kekuasaan. Terjebak pada gaya hidup dan nafsu kesenangan sesaat di dunia. Salah menggunakan amanah rakyat. Bukan menyejahterakan malah menyesatkan. Manusia yang lupa bersyukur dan lupa arti hidup di duia untuk ke akhirat. Bumi yang luas ditutup daun yang kecil.
Manusia sering lupa. Bahwa bumi itu luas, daun itu kecil.
Anugerah Allah itu tidak terbatas. Rezeki Allah pasti ada untuk setiap hamba-Nya. Setiap makhluk sudah punya “jatah” masing-masing. Karena bumi itu luas dan akan memberi apa pun yang dibutuhkan manusia. Sementara uang, harta, pangkat jabatan, bahkan popularitas itu cuma selembar daun. Terlalu mudah hilang, mudah habis. Seperti daun yang mudah dipetik atau jatuh ke bawah. Jadi, mana mungkin selembar "daun yang kecil" bisa menutupi "bumi yang luas" ini?
ADVERTISEMENT
Adalah fakta di masa kini dan di era bergaya hidup ini. Banyak daun yang kecil akhirnya menutupi bumi yang luas. Karena daun itu menempel di pelupuk mata manusia. Sehingga tertutuplah bumi dari pandangan mata yang sempit. Semua jadi gelap dan gagal melihat jalan yang lurus lagi terang. Selembar daun yang menggelapkan tatapan mata terhadap bumi yang luas. Korupsi, maling, merampok, mengambil yang bukan haknya, bahkan menyusahkan orang ain.
Anehnya, para koruptor dan teman-temannya itu selalu bilang. Di depn publik di televisi-televisi. Bahwa hidup di dunia cuma sementara. Jabatan dan kekuasaan sebagai Amanah rakyat. Tapi sayangnya, mereka pula yang melanggar omongannya sendiri. Karena "daun yang kecil menutupi bumi yang luas".
Begitulah kehidupan manusia. Ketika daun yang kecil menutupi bumi yang luas. Maka hari-harinya diisi keluh kesah. Seolah hidupnya merana dan berjiwa “korban”. Hingga lupa bersyukur. Hidupnya berubah jadi mudah menyalahkan orang lain. Gemar menebar kebencian, gibah, hingga penuh sentimen dalam hidup. Berpikir negatif dan merasa paling benar. Saat manusia bermentalitas “korban”, berjiwa menderita. Itu bumi yang luas ditutupi daun yang kecil.
Ciri manusia literat, jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil
Sungguh di dekat kita. Banyak manusia berjiwa “daun yang kecil menutupi bumi yang luas”. Mereka yang tidak bersyukur lalu menghalalkan berbagai cara. Tidak peduli orang lain susah. Asal dia senang sendiri. Itulah contoh manusia yang tidak literat. Manusia yang gagal menjalankan amanah untuk menebar kebaikan dan bermanfaat untuk orang lain.
ADVERTISEMENT
Maka begitu pula, spirit yang semestinya ada di taman bacaan, di pegiat literasi. Di mana pun. Untuk tetap bergerak dalam menegakkan tradisi membaca dan budaya literasi masyarakat. Apa pun keadaannya. Karena memang jalan di taman bacaan. Tidak selalu lurus dan gampang. Kadang berbelok tajam, terjal, dan mendaki. Selalu ada hambatan dan tantangan. Tapi apa pun kondisinya, taman bacaan dan pegiat literasi tidak bisa berhenti atau berbalik arah. Tidak ada jalan lain, selain "melanjutkan perjuangan di taman bacaan". Demi kebaikan dan kemanfaatan orang banyak.
Manusia sering lupa. Nabi Ayyub itu sepanjang hidupnya penuh cobaan. Mulai dari dilenyapkan kekayaannya. Kehilangan anak-anaknya. Diberi penyakit beratus-ratus tahun. Hingga ditinggalkan istri tercintanya. Tapi hebatnya, ia tetap sabar dan bersyukur. Memang sulit meneladani Nabi Ayyub. Tapi dari kisah beliau. Manusia diajarkan untuk sabar dan tetap bersyukur atas keadaaanya. Memang hari, seberapa sengsara sih hidup kita di dunia ini?
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil.
Jangan sampai hidup di dunia dilandasi nafsu dan kesenangan semata. Sehingga selalu merasa kurang dan lupa bersyukur. Saat itu terjadi, maka jalan sesat akan ditempuh siapa pun. Syukurilah apa yang dimiliki, jangan mengejar apa yang tidak dimiliki.
Ketahuilah, hal yang paling besar di dunia itu adalah nafsu. Dan yang paling berat di dunia adalah amanah. Maka kendalikanlah keduanya. Tentu dengan memperbesar rasa syukur dan mendekat kepada-Nya. Bahwa semua yang manusia miliki saat ini adalah anugerah yang sudah pantas. Sudah cukup, tdak kurang dan tidak lebih.
Seperti spirit di taman bacaan. Lebih baik mensyukuri yang ada daripada mengeluhkan yang belum ada. Agar jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu
ADVERTISEMENT