Ibu Euis Ingin Merdeka Dari Buta Huruf di Saat 75 Tahun Indonesia Merdeka

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2020 8:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kaum Buta Huruf Jelang 75 Tahun Indonesia Merdeka
Bangsa Indonesia sebentar lagi memperingati 75 tahun kemerdekaan. Bukti kemenangan dan terbebas dari belenggu penjajajahan. Berpuluh-puluh tahun membangun dalam bidang pendidikan untuk meraih kesejahteraan. Agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hingga kini tiba di era digital, di era revolusi industri 4.0. Semuanya bergantung pada 1) digitalisasi, 2) otomatisasi, dan 3) kecerdasan buatan. Maka siapapun, berlomba-lomba untuk menguasai digital; gawai, laptop, daring, startup sebagai ciri kaum hi-tech.
Namun siapa sangka, tidak jauh dari Jakarta sang ibukota negara di Kaki Gunung Salak Bogor. Masih ada kaum ibu-ibu buta huruf yang masih terus berjuang untuk bisa membaca dan menulis, sekalipun terkendala usia dan mengalami gangguan mata. Agar terbebas dari belenggu “buta hurf”, bukan “penjajahan” bukan pula “teknologi”.
Kaum buta huruf yang masih berjuang jelang 75 tahun Indonesia merdeka.
Ibu Euis dan 10 temannya ingin merdeka dari buta huruf sekalipun Indonesia sudah 75 tahu merdeka
Kaum buta huruf di Kaki Gunung Salak Bogor yang masih berjuang ...
Mungkin, kita boleh tidak percaya. Bahwa masih ada orang-orang buta huruf di sekitar kita. Mereka bukan hanya tidak bisa baca. Tapi juga tidak bisa menulis. Berhitung pun hanya sebatas urusan uang dan belanjaan.
ADVERTISEMENT
Seperti Ibu Euis, 48 tahun. Sekalipun mengalami gangguan penglihatan. Mata yang sulit melihat dari jauh. Kini masih berjuang untuk terbebas dari buta huruf. Melalui kegiaran Gerakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka yang dibimbing langsung oleh Syarifudin Yunus, seorang dosen Unindra dan kandidat doktor manajemen pendidikan Pascasarjana Unpak. Bahkan tiap kali belajar baca dan tulis, kuam buta huruf pun “dihadiahi” seliter beras atau mie instan agar tetap datang belajar. Sebagai motivasi untuk terbebas dari buta huruf.
Buta huruf jelang 75 tahun Indonesia merdeka. Tentu bukanlah keinginan Ibu Euis dan 10 temannya di Kampung Warug Loa Desa Sukaluyu Bogor. Tapi keadaan keluarga di masa kecil dan lingkungan yang telah "membesarkan" dia menjadi buta huruf. Lalu, siapa yang harus peduli terhadap kaum buta huruf di tengah era digital, saat jelang 75 tahun Indonesia merdeka?
ADVERTISEMENT
Indonesia memang sudah merdeka lama. Tapi masih ada rakyatnya yang belum belum merdeka dari belenggu buta huruf. Saatnya membangun kepedulian yang lebih besar kepada mereka, kaum buta huruf. Agar merdeka itu berarti paripurna …. #GEBERBURA #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi
GErakan BERantas BUta aksaRA Lentera Pustaka rutin setiap minggu mengajar baca dan tulis 11 ibu-ibu
Tiap warga belajar buta huruf "dihadiahi" mie instan/seliter beras seusai belajar