Idul Fitri, Kembali Ke Titik Nol

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
19 Juni 2018 9:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Abi, apa sih artinya fitrah?” tanya anakku Farah kemarin.
ADVERTISEMENT
Menurutku, jawaban sederhananya, fitrah itu kembali ke nol. Karena setelah sebulan penuh ditempa puasa. Hakikatnya, manusia seperti dilahirkan kembali. Dibebaskan (bukan terbebas) dari dosa dan salah, baik dalam hubungan dengan Allah SWT maupun sesama manusia.
Fitrah sama dengan kembali ke nol.
Kembali ke nol. Karena angka nol adalah angka netral. Tidak plus tidak minus. Setelah fitrah lewat Idul Fitri, maka tiap manusia tinggal memilih. Mau memulai dengan plus (+) atau minus (-).
Selama puasa, kita sudah ditempa dengan ibadah wajib maupun sunnah. Seharusnya, puasa itu berdampak pada kehidupan manusianya. Untuk menjadi lebih baik. Atau disebut lebih takwa, lebih baik, lebih optimis. Maka itulah plus (+).
ADVERTISEMENT
Tapi sebaliknya, kalau puasa kita hanya sebatas ritual rama-rame saja, lalu tidak “berbekas” dalam kehidupan. Hari ini atau esok tidak lebih takwa, tidak lebih baik bahkan malah pesimis. Maka itulah minus (-).
Lalu, siapa yang bisa dibilang fitrah? Siapa manusia yang “kembali ke nol”?
Tentu sederhananya, orang yang hari ini lebih bail dari hari kemarin. Orang yang level ketakwaannya lebih baik daripada kemarin. Orang yang fitrah, kembali ke nol adalah orang mampu “menahan diri” agar tidak terbawa nafsu perut, tidak jumawa akibat kekuasaan.
Ketahuilah, ada dua hal hidup manusia yang patut diwaspadai, yaitu DOSA dan KEINGINAN. Tiap manusia harus mampu menghindari DOSA. Karena sifat dosa itu akan selalu bertambah, tidak ada pengurangan. Begitu pula dengan KEINGINAN. Karena keinginan selalu mengundang hawa nafsu dan menjadi sebab manusia terjerembab ke dalam kesesatan. Ingin berkuasa, ingin kaya, ingin mengalahkan orang lain; semua itu sesat maka harus mampu dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Kembali ke nol. Artinya, manusia harus mampu menghindar dari DOSA sebisa mungkin dan mampu mengelola KEINGINAN. Tetap berhati-hati dalam hidup. Karena istilahnya sekarang, godaan kehidupan selalu menghantui tiap manusia.
Nol seringkali disebut “kosong”.
Sungguh, itu berarti hidup manusia hakikat nya tiada, kosong atau hampa. Hanya Allah SWT yang mengisinya, Allah yang berkehendak manusia akan jadi seperti apa? Manusia adalah tidak ada apa-apanya, bahkan bukan apa-apa. Kosong pun bisa jadi tanda dimulainya “pertarungan” kembali kehidupan manusia. Kosong adalah simbol kemenangan bagi penyucian jiwa. Dan semuannya tergantung iman dan takwa si manusianya.
Maka kembali ke nol.
Cairkan semua yang pernah dan telah beku. Singkirkan kesombongan dan keangkuhan akibat harta dan tahta. Karena nol, sungguh bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Kembalilah ke nol …
ADVERTISEMENT
#CatatanPerjalananIdulFitri2018