Kasus Zikria Dzatil dan Rendahnya Literasi Media Sosial

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
4 Februari 2020 22:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi media sosial. Foto: PhotoMIX-Company via Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial. Foto: PhotoMIX-Company via Pixabay
ADVERTISEMENT
Zikria Dzatil, perempuan 43 tahun yang menghina Wali Kota Surabaya akibat postingan di Facebook-nya, akhirnya ditangkap. Sambil terisak tangis, ibu tiga anak asal Bogor ini mengaku menyesal atas perbuatannya. Ia meminta maaf kepada Ibu Risma sang wali kota. Katanya, ujarannya di media sosial itu hanya sekadar emosi dan terbawa situasi di media sosial.
ADVERTISEMENT
Zikria Dzatil tentu hanya salah satu dari ribuan contoh orang yang gagal bermedia sosial. Bukti rendahnya literasi media sosial di kalangan masyarakat. Media sosial dipakai hanya untuk menebar kebencian yang akut, menyebarluaskan berita bohong. Bahkan tidak jarang di dekat kita sekarang, mereka yang masih saja menggunakan media sosial tanpa adab. Sekali lagi, ini bukti rendahnya literasi media sosial. Walau di saat yang lain, mengaku berpendidikan.
Agak aneh. Zikria Dzatil itu warga Bogor, tapi berani menghina Wali Kota Surabaya yang jauh secara geografis dengannya. Konon, dia emosi dan ingin membela Gubernur DKI Jakarta yang juga bukan wilayahnya untuk dibela. Jadi, apa sebenarnya yang dibela? Lalu kenapa pula harus membenci orang yang tidak dia kenal dan jauh dari lingkungannya? Sungguh, jawabnya hanya kebencian yang akut ada pada dirinya. Termasuk rendahnya literasi media sosial yang dia miliki. Itu fakta.
ADVERTISEMENT
Tentu, bukan hanya Zikria Dzatil yang harus belajar dari kondisi ini. Namun, semua yang bermedia sosial pun harus mengambil hikmah dari apa yang terjadi. Untuk apa bermedia sosial, bila akhirnya menyengsarakan diri sendiri dan bahkan keluarga? Apa dalil yang membenarkan kebencian layak diumbar di media sosial?
Sungguh, tidak ada urusan siapa membela siapa. Bahkan siapa membenci siapa. Silakan dan itu hak masing-masing. Tapi penting di kedepankan, mengapa kebencian harus diumbar di media sosial? Lalu, mengapa banyak orang gemar menebar kebencian via media sosial? Kenapa dan kenapa?
Pentingnya memperkuat literasi media sosial
Literasi media sosial sejatinya adalah kesadaran masyarakat untuk memahami fungsi media sosial. Bukan hanya mampu memilih informasi yang baik. Tapi setiap pengguna media sosial pun harus mampu melibatkan akal budi pada setiap unggahannya. Bermedia sosial tidak cukup hanya akal, tapi budi pekerti atau akhlak pun harus diikutsertakan.
ADVERTISEMENT
Maka dibutuhkan kehati-hatian dalam bermedia sosial. Sehingga jangan ada lagi Zikria Dzatil yang lainnya di masa yang akan datang. Cukuplah media sosial digunakan sebagai alat ekspresi yang berkonten positif. Atau kritikan yang sifatnya membangun dan solutif. Bukan soal remeh-temeh yang akhirnya menjadi “boomerang” bagi penggunanya. Akibat gemar menebar kebencian dan berita bohong di media sosial.

Literasi media sosial sangat penting

Agar tiap unggahan bukan malah mengundang keributan baru. Atau malah memperkeruh keadaan. Apalagi saat ini, tidak kurang dari 5,5 jam sehari orang Indonesia berselancar di media sosial atau dunia maya. Maka literasi media sosial harus mampu mendeteksi: 1) dampak dari unggahan atau postingan, 2) reaksi pembacanya, 3) hindari emosi dan sentimen personal, dan 4) tetap bersikap empati dan hati-hati terhadap isu yang ditanggapi.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari realitas itu, literasi media sosial menjadi penting untuk diprioritaskan. Agar kehidupan berbangsa dan bermasyarakat tidak terkoyak akibat “salah pakai” media sosial. Maka penting dalam literasi media sosial untuk “saring sebelum sharing; gunting sebelum posting”.
Bila dulu ada pepatah “mulutmu harimaumu” maka kini di media sosial ada “jarimu harimaumu”. Maka, perkuatlah literasi media sosial agar jangan ada lagi “korban” akibat kebodohan yang tidak perlu dalam bermedia sosial.
Maka bijaklah bermedia sosial … #LiterasiMediaSosial #MediaSosial