Kerugian yang Lebih Luas Dibandingkan Menolak Gaji Rp 8 Juta

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
3 Agustus 2019 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gaji. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gaji. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Pastinya, orang yang merugi itu bukan yang menolak gaji Rp 8 juta karena merasa jebolan dari kampus ternama. Bukan rugi pula, bila ada perusahaan bayar mahal karyawan tapi kerjanya tidak sesuai harapan. Kadang rugi itu cuma soal persepsi, cuma soal pikiran.
ADVERTISEMENT
Sahabat, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri. Siapakah orang yang merugi?
Rugi itu bukan penolakan, bukan pula kekalahan. Rugi bukan kemiskinan yang melanda. Orang yang merugi itu bukan mereka yang belajar keras tapi nilainya kecil. Bukan pula orang yang belinya mahal tapi jualnya murah.
Bisa jadi, orang yang merugi juga bukan yang bekerja dengan gaji kecil tapi pengeluarannya besar. Ketika muda getol bekerja, saat pensiun tidak sejahtera pun belum tentu rugi. Sama sekali tidak merugi, bila makan di restoran mahal tapi rasanya tidak enak. Itu semua bukan rugi, bukan kerugian yang hakiki.
Rugi itu tidak melulu soal material, soal harta. Hanya dalam ilmu dunia, ketika kerugian hanya dilihat dari harta.
ADVERTISEMENT
Maka ketika ada anak muda bertanya pada saya, siapa orang yang merugi?
Jawaban saya sederhana. Orang merugi itu “orang yang melalaikan kesempatan beramal saleh, atau berbuat untuk menolong orang lain padahal kita mampu”.
Bila kita banyak ilmu, kenapa kita tidak membantu orang-orang yang kurang ilmu? Bila kita merasa kaya, mengapa kita tidak bantu menyekolahkan anak-anak yang terancam putus sekolah? Bila ada anak-anak di dekat kita yang tidak mempunyai akses buku bacaan, kenapa kita tidak memudahkan mereka untuk membaca? Sungguh rugi, bila siapa pun orangnya, punya kesempatan besar beramal tapi disia-siakan.
Jadi, siapa orang yang merugi?
Tentu, mereka yang lalai terhadap amal kebaikan. Mereka yang membiarkan “kesempatan emas” lewat begitu saja. Amal kebaikan yang dilakukan masih sedikit, sementara perbuatan buruk makin menggunung. Sangat rugi, orang yang timbangan keburukannya mengalahkan timbangan kebaikannya.
ADVERTISEMENT
Maka bisa disimpulkan, orang yang merugi atau kerugian itu berkaitan dengan akhlak, berkaitan dengan amal ibadah. Rugilah orang-orang yang tidak mau berbuat baik untuk orang lain dalam kehidupannya. Hingga kematian itu tiba.
Salah satu anak yang mengikuti kegiatan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat.
Bahkan hari ini. Di dekat kita pun betapa banyak orang yang paling merugi. Siapa mereka? Mereka adalah orang-orang yang gemar berbuat hal yang sia-sia. Tapi menyangka sudah berbuat yang paling hebat lagi mengagumkan dalam hidupnya.
Mereka yang hanya mempertontonkan “kesenangan” pribadi, tapi tidak menyadari telah menyakitkan orang-orang yang belum bisa meraih “kesenangan”. Merasa sudah berbuat banyak, padahal amalnya sedikit saja. Orang paling merugi itu orang kaya di dunia tapi miskin di akhirat.
Satu riwayat menyebutkan, orang yang merugi adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan banyak pahala salat, puasa, zakat, dan haji. Tapi di sisi lain, orang itu gemar mencaci orang, menyakiti orang, dan memukul orang lain. Orang itu, kemudian diadili dengan cara dibagi-bagikan pahalanya untuk orang-orang yang pernah dizaliminya.
ADVERTISEMENT
Hingga habis pahalanya, sementara masih ada orang yang menuntutnya. Maka dosa orang yang menuntutnya pun diberikan kepadanya. Akhirnya, orang itu pun dilemparkan ke dalam neraka.” (Rasulullah SAW dalam HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
Jadi, siapa orang yang merugi?
Sungguh, kerugian itu bukan soal materi, bukan pula soal harta. Melainkan soal amal ibadah. Amal ibadah yang tidak bernilai apa-apa, kecuali diikuti dengan amal sosial. Pahalanya boleh menggunung, tapi batal akibat akhlak yang tidak baik.
Siapa pun sangat penting memahami agama dengan baik. Namun tanpa dibuktikan dengan baiknya akhlak dan perilaku maka menjadi sia-sia. Rugi bila perbuatan baik hanya sebatas niat tanpa aksi nyata.
Rugi bukan soal barang dagangan. Rugi pun bukan soal banyaknya harta yang dipunya. Rugi itu soal moralitas. Dagangan banyak yang laku, tapi orang miskin tetap tidak mampu ditolong. Harta banyak tapi tidak berguna bagi anak yatim yang tidak mampu sekolah. Rugi.
ADVERTISEMENT
Mungkin, zaman now bisa jadi makin banyak orang yang merugi.
Orang-orang yang idealis tapi tidak realistis. Orang-orang kaya tapi gagal menjadikan orang lain berdaya. Orang yang senang tapi justru bikin orang lain meriang. Rugi, orang-orang yang punya niat baik tanpa diikuti perbuatan nyata yang baik.
Orang yang merugi. Ketika kekayaan di dunia malah menjadi sebab miskin di akhirat.
Seperti dinasihatkan “Maukah kami kabarkan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al-Kahfi: 103-104).
Siapa orang yang merugi?
Mereka yang merasa berbuat banyak padahal masih sedikit. Mereka yang berceramah pentingnya kebaikan, tapi tidak diikuti akhlak dan perilaku baik. #TGS #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi
Salah satu kegiatan yang dijalankan oleh Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat.