Musim Politik Silat Lidah; Modal Kemasan Bukan Gagasan

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
12 Januari 2019 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hati-hati, sekarang ini lagi musim silat lidah. Bareng sama musim duren, beriringin sama musim hujan. Hampir semua topik, apalagi politik jadi arena permainan silat lidah. Saling berbantah, saling adu argumen. Biar semua jadi "abu-abu", biar gak jelas mana yang benar mana yang salah.
ADVERTISEMENT
Penyebar hoaks "7 kontainer surat suara tercoblos" sudah ditangkap. Sekarang buru-buru bilang "tidak kenal sama orangnya". Si VA ketangkap di dalam kamar hotel sama cowok diduga terlibat prostitusi online, lalu dibantah cuma jadi korban, atau dijebak. Ahh, semua itu cuma silat lidah. Emang udah musimnya, silat lidah.
Paling anyar dan saking bencinya, Om AR sengaja bikin buku "revolusi moral" untuk mengalahkan "revolusi mental" Pak JW. Apapun modelnya, semua bagian dari silat lidah.
Benar kata pepatah "lidah tak bertulang". Itulah kiasan yang pas buat orang-orang yang pandai bersilat lidah. Kata-katanya manis yang keluar dari mulutnya. Tapi perilaku dan realitasnya, tidak semanis lidahnya. Silat lidah jadi gaya hidup dan budaya yang kian digemari. Begitulah, silat lidah.
ADVERTISEMENT
Hati-hatilah. Ketika kita senang berbantah-bantahan seperti politisi itu. Senang menuding, menebar berita bohong, menghujat dan membenci. Itu semua bagian dari pekerjaan orang-orang pesilat lidah. Selalu saja ada yang harus dibantah. Fakta atau bukan, nyata atau tidak dianggap sudah tidak penting. Asalkan masih bisa bersilat lidah. Musim silat lidah, makin gak jelas. Apa yang dibantah, dan kenapa harus dibantah?
Hari-hari ini, mungkin di bulan-bulan ke depan. Suguhan silat lidah bisa jadi makin membahana. Apalagi di medsos, para pendukung dan tifosi politik pun saling mempertontonkan "drama silat lidah" yang tidak berkesudahan. Namanya pertunjukkan "silat lidah". Adu komentar, adu argumen. Tentang siapa yang layak dibela, siapa yang harus dibenci? Seringkali, silat lidah tidak menghibur pun tidak mencerahkan. Mendingan meme si "Dildo" pasangan capres cawapres fiktif itu.
ADVERTISEMENT
Sungguh, silat lidah memang sebuah "pertarungan" yang tak akan pernah usai. Seperti orang-orang di warung kopi, makin banyak berdalih makin asyik. Makin mahir memutar balik fakta, makin keren. Makin banyak koar tanpa data dikira makin ciamik. Begitulah pikiran pesilat lidah.
Yang hoaks dianggap nyata, yang nyata dianggap hoaks. Bila benar dibuat salah, sedangkan salah malah dibilang benar. Silat lidah, begitulah akibat nafsu kekuasaan dan kebencian yang akut.
Silat lidah itu ibarat menonton atraksi 'tong setan' zaman dulu. Atas nama kepedulian, lalu membangun argumen bak motor "tong setan" yang berputar-putar di arena bulatan kerangka besi. Padahal di situ-situ saja. Tapi kesannya, seperti sudah melakukan perjalanan jauh. Kita yang nonton hampir gak percaya, dis-orientasi, hingga kehilangan logika. Bahkan kehilangan kata-kata saking kagum dan takjub. Pesilat lidah memang penuh tipu daya.
ADVERTISEMENT
Hati-hati, ini lagi musim silat lidah.
Pesilat lidah itu sangat pandai menyembunyikan fakta-fakta yang merugikan dirinya. Tapi hebatnya, mereka mampu menonjolkan hal-hal yang menguntungkan dirinya. Selalu ada segudang 'amunisi' argumen untuk menghantam lawan politik, lawan yang dianggap beda pilihan. Maka ketika itu terjadi, kata-kata pun diputar balik lalu menyerang seperti bumerang.
Bukan bersilat lidah namanya. Bila gak punya jurus-jurus untuk berkelit. Jurus jitu untuk mencari pembenaran semu. Jurus untuk membela kepentingan sendiri atas nama kepentingan bangsa. Aneh bin ajaib.
Ketika bersilat lidah.
Orang yang tidak mengerti pun seolah tahu banyak. Silat lidah itu bikin lupa, apa yang ada hari ini adalah hasil dari proses masa lampau yang terus berjalan. Bahkan pesilat lidah itu pun punya spirit yang luar biasa, katanya "agar maslahat buat umat dan kebaikan bangsa". Tapi cara-caranya kontraproduktif.
ADVERTISEMENT
Lupa bersyukur, atau gak perlu yang ada disyukuri. Di mata kaum pesilat lidah, bangunan kokoh yang bertengger puluhan tahun pun dengan mudahnya diruntuhkan dalam sekejap. Bakal punah, bakal selesai katanya. Itu semua hanya karena logika silat lidah yang mumpuni. Jadi, hati-hatilah dalam bersilat lidah.
Kita sering lupa.
Lidah itu adalah organ tubuh manusia yang paling tidak patuh oada pemiliknya. Makanya, disuruh berhati-hati terhadap lidah.
Sungguh, silat lidah itu bak perdebatan yang menyesatkan hati dan mempusakai kedengkian, begitu kata Malik bin Anas. Maka pantad, hampir semua orang yang pandai bersilat lidah itu pasti berakhir pada kebencian.
Hati-hatilah terhadap silat lidah. Karena sekarang lagi musimnya. Andai kita tahu, "sedikit sekali lidah itu berlaku adil kepada siapapun, baik dalam menyebarkan keburukan maupun kebaikan".
ADVERTISEMENT
Silat lidah itu tak lebih dari kemasan bukan gagasan. Tak lebih dari mimpi bukan implementasi.
Kalau lagi musim silat lidah, kadang kita kangen pada kata indah Ali bin Abi Thalib "lidah orang yang berakal itu ada di belakang hatinya; sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya". Layak jadi renungan ... salam silat lidah #TGS #PolitikSilatLidah