Perkuat Kompetensi Menulis Mahasiswa

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
14 Maret 2019 21:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bisa jadi, salah satu kekurangan mahasiswa adalah kemampuan menyusun kalimat. Tidak banyak mahasiswa yang memiliki kemampuan menulis sebagai refleksi dari cara berpikir yang runtut lagi logis. Maka wajar, seringkali mahasiswa kesulitan menyelesaikan studi saat skripsi karena kompetensi menulis yang tidak terlatih. Ilmu cukup tapi keterampilan menulis tergolong rendah. Kalimat yang disajikan jadi terasa janggal, sulit dimengerti, dan tidak memenuhi kaidah bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari realitas itu, STBA LIA melalui mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib bertekad untuk memperkuat kemampuan menulis mahasiswa. Bahasa Indonesia untuk penulisan, begitu kira-kira penekanan yang dilakukan pada tiap perkuliahan.
Dibimbing dosen pengampu, Syarifudin Yunus, mahasiswa Prodi Bahasa Inggris difokuskan bukan hanya mengetahui seluk-beluk ilmu bahasa Indonesia. Tapi diarahkan pada menulis bahasa Indonesia sebagai kompetensi. Karena menulis adalah aktivitas yang harus dilakukan bukan dipelajari. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan kompetensi menulis ilmiah yang menjadi ciri utama mahasiswa di manapun.
"Melalui kuliah Bahasa lndonesia, saya melatih mahasiswa agar bisa dan berani menulis. Karena menulis bukan pelajaran tapi perilaku" ujar Syarifudin Yunus di Kampus STBA LIA Pengadegan.
Perkuat kompetensi menulis mahasiswa sangat diperlukan
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kompetensi menulis ilmiah tergolong rendah. Hal ini dibuktikan hanya ada 0,8 artikel per satu juta penduduk Indonesia, sedangkan di India mencapai 12 artikel per satu juta penduduk. Bahkan dibandingkan negara-negara ASEAN, Indonesia Indonesia berada di posisi terendah dalam menulis ilmiah dibandingkan Malaysia, Singapura, atau Thailand.
Karena itu, upaya mengintensifkan perkuliahan berbasis menulis ilmiah sebagai kompetensi penting dilakukan. Di era milenial ini, mahasiswa pun dituntut harus lebih banyak menulis ilmiah, bukan menulis imajinasi.
Kuliah bahasa Indonesia pada akhirnya harus bermuara pada kompetensi menulis ilmiah. Karena saat menulis ilmiah, mahasiswa pun belajar untuk bersikap objektif, melatih gaya bahasa yang impersonal, diksi yang lugas, serta kalimat yang efektif. Kompetensi menulis ilmiah akan menjadi cermin bahasa Indonesia yang baku. Sebab, di era media sosial seperti sekarang, bahasa Indonesia harus mampu menunjukkan identitas sebagai bahasa yang egaliter, demokratis, dan tidak memandang kasta.
ADVERTISEMENT
"Di kalangan anak muda dan akademisi, menulis ilmiah bagai jauh panggang dari api. Maka untuk menegakkan Bahasa Indonesia perlu dikampanyekan kompetensi menulis. Menulis harus jadi gaya hidup anak-anak muda" tambah Syarifudin Yunus.
Kompetensi menulis dengan sendirinya akan dapat meningkatkan minat mahasiswa dalam menulis ilmiah, di samping melatih kemampuan berbahasa Indonesia yang lugas dan sistematis.
Syarifudin Yunus menambahkan, menulis harus jadi kompetensi mahasiswa. Agar mahasiswa terbiasa dan berperilaku nyata dalam menuangkan ide atau gagasan ilmiah secara tertulis. Menulis ilmiah gagal karena banyak orang yang belajar menulis tapi tidak mau menulis. Sehingga,bahasa yang dimiliki tidak terlatih dan seringkali ambigu.
Maka sebagai solusi, mahasiswa STBA LIA peserta mata kuliah Bahasa Indonesia nantinya di akhir perkuliahan pun akan praktik menulis dan menerbitkan ke dalam buku kumpulan tulisan ilmiah karya mahasiswa. Melalui kuliah Bahasa Indonesia, setiap mahasiswa diajarkan untuk mampu menuangkan ide dan gagasan secara tertulis, lalu diterbitkan ke dalam bentuk buku. Tujuannya, untuk melatih mahasiswa agar berani menulis dan memperkuat kompetensi menulis; menuangkan ide dan gagasan secara tertulis.
ADVERTISEMENT
Karena tatap muka di kelas adalah sinergi pembelajaran dan perilaku dalam menulis. Maka menulis tidak cukup hanya dipelajari. Tapi harus dilakukan. Menulis itu perilaku bukan pelajaran. Dan untuk menulis dibutuhkan keterampilan Bahasa Indonesia yang memadai. Agar mahasiswa dapat menjadi diri sendiri karena setiap ide dan gagasan yang diketahui atau dialaminya mampu dinuliskannya…. Berbahasa Indonesia-lah dengan baik, benar, dan santun. #STBALIA #BahasaIndonesia