Rekam Jejak Pegiat Sosial Meraih Citizenship Award

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2020 12:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
KENANGAN CITIZENSHIP AWARD TAHUN 2003
Persis 17 tahun lalu, Oktober 2003, saya berhasil meraih penghargaan “Citizenship Award 2003” dari perusahaan asuransi jiwa asing berskala internasional. Ajang bertajuk “Manulife – Stars of Excellence” ini untuk kali pertama digelar di Hongkong. Saya bersama para peraih award lainnya dari berbagai negara di Asia pun dijamu khusus oleh para petingginya. Bangga dan berkesan. Apalagi dari Indonesia diwakili 4 orang. Sementara negara lain hanya diwakili 2 penerima award.
ADVERTISEMENT
Layaknya awarding di mana-mana, apalagi skala Asia. Seleksi award ini tergolong ketat dan objektif. Disaring dari berbagai negara dan kandidat hingga hasilnya diumumkan terbuka se-Asia. Selain dijamu khusus makan malam, semua penerima award diajak jalan-jalan. Bahkan dapat uang pula yang nilainya kala itu, luar biasa. Buat saya sendiri, ajang ini merupakan kali pertama saya pergi ke luar negeri. Alhamdulillah, kini sudah menapak kaki hingga ke 10 negara lainnya.
Pendiri TBM Lentera Pustaka saat menerima "Citisenship Award 2003 Asia"
Di ajang ini saya meraih “citizenship award”. Apa itu citizenship award? Intinya adalah kepedulian sosial. Karena sejak 1994, saat mulai bekerja seusai kuliah, saya menyisihkan sebagian rezeki untuk sekolah anak-anak yatim. Hingga ada yang tinggal di rumah untuk sekolah. Jangankan kemewahan material, anak-anak yatim itu mendapat perhatian dari “sang ayah” saja tidak bisa. Karena itulah, saya mengambil peran untuk membantu dan memperhatikan mereka. Intinya, bernasihat dan memastikan mereka tetap sekolah. Agar tidak ada anak yang putus sekolah, agar tidak ada pernikahan dini. Hingga kini pun, saya tegas bersikap untuk mengayomi 34 anak yatim binaan yang setiap sebulan sekali bertemu di pengajian.
ADVERTISEMENT
Maka setelah “menemukan kembali” foto-foto ini, saya ditantang. Untuk menguak dan menuliskan sebuah sejarah. Sejarah baik yang bisa terjadi pada siapapun. Sejarah baik berupa praktik baik itu patut disuarakan. Bukan sejarah buruk yang selalu diumbar-umbar tanpa jelas maksudnya.
Apa yang saya mau bilang di sini?
Semua ada sejarahnya, semua ada rekam jejaknya. Jalani saja tiap proses dengan sepenuh hati. Tetap istiqomah di jalan kebaikan sekalipun terjal dan banyak gangguan.
Seperti pengabdian di taman bacaan. Saya di TBM Lentera Pustaka pun hanya bertekad. Untuk membantu anak-anak usia sekolah dari masyarakat prasejahtera. Agar tidak putus sekolah dan punya akses terhadap buku bacaan, di samping tradisi membaca di kesehariannya. Maklum ini era digital, biar tidak tergilas zaman. Karena taman bacaan adalah sebuah proses panjang yang tidak mudah. Maka harus terus dipelihara dan dikolola sepenuh hati… salam literasi #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi #TamanBacaan
Kisah pegiat sosial menekan angka putus sekolah