Sistem Pensiun Pekerja Formal Swasta Perlu Penguatan Signifikan, Kenapa?

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
21 Juli 2022 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian penyusunan kajian prioritas nasional tahun 2022 bertajuk “Grand Design Sistem Pensiun Nasional dalam rangka Penguatan Perlindungan Sosial di Hari Tua dan Akselerasi Akumulasi Sumber Dana Jangka Panjang”, tim kajian Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait 1) strategi pengembangan pensiun sukarela dan perlindungan pensiun bagi pekerja formal swasta dan 2) sistem pensiun nasional sebagai perlindungan sosial pekerja swasta di hari tua di Semarang (21/7/2022).
ADVERTISEMENT
Sesi diskusi “strategi pengembangan pensiun sukarela dan perlindungan pensiun bagi pekerja formal swasta” dipimpin oleh Dr. Dias Satria (UB Malang) dan Tiara dari UPN Yogya sebagai peneliti dan dihadiri 23 peserta dari BKF, Prospera, pekerja formal baik swasta maupun ASN, Asosiasi DPLK, dan DPLK Bank Jateng. Dapat disimpulkan bahwa pekerja formal swasta sangat perlu mengikuti program pensiun DPLK karena tidak cukupnya dana yang tersedia saat pensiun, di samping pentingnya merencanakan masa pensiun yang layak. Menariknya, pekerja formal swasta dan ASN yang hadir punya kesadaran menjadi peserta secara individual. Karena itu, program DPLK perlu lebih massif dalam edukasi dan promosi agar banyak pekerja paham manfaatnya untuk masa pensiun.
“Saya menjadi peserta DPLK secara individual. Karena belajar dari keluarga sendiri yang tidak mempersiapkan masa pensiunnya. Saat muda bekerja dan jaya tapi di masa tua jatuh. Di situlah saya sadar dan harus punya program pensiun. Biar kecil tapi sudah mulai dan konsisten” ujar Lisa dari Univ. Kristen Soegijapranata Semarang.
FGD Sistem pensiun pekerja formal swasta di Indonesia
Saat sesi diskusi siang bertajuk “sistem pensiun nasional sebagai perlindungan sosial pekerja swasta di hari tua” dipimpin oleh Ronald dari BKF Kemenkeu RI dan diikuti 35 peserta oleh unsur DJSN, Kemenaker RI, APINDO dan Pengusaha, Serikat Pekerja, Akademisi dari UB, UNS, Undip, Prospera, dan Asosiasi DPLK. Diskusi ini membahas tentang formula dan skema pensiun sebagai reformasi sistem pensiun Indonesia sebagai perlindungan sosial di hari tua, baik melalui program wajib JHT, JP atau program pensiun sukarela. Karena secara prinsip, program pensiun adalah mencapai “comsumption smoothing” yaitu mampu mempertahankan daya beli saat masih bekerja hingga pensiun agar tidak terjadi “kesenjangan” yang besar. Karena itu diperlukan sistem pensiun yang memadukan formula terbaik dari layak, terjangkau dan berkelanjutan. Agar mampu mencapai replacement ratio atau tingkat penghasilan pensiun sebesar 40% dari upah terakhir setiap pekerja. Maka untuk itu, setidaknya pendanaan iuran untuk pensiun dan hari tua minimal dialokasikan sebesar 15% dari upah pekerja.
ADVERTISEMENT
Melalui kegiatan FGD ini diharapkan tim kajian reformasi sistem pensiun bisa mendapatkan masukan penting untuk merekomendasikan “Grand Design Sistem Pensiun Nasional dalam rangka Penguatan Perlindungan Sosial di Hari Tua dan Akselerasi Akumulasi Sumber Dana Jangka Panjang”. Perlu diketahui, saat ini sedang dilakukan 17 subtopik kajian yang dilakukan. Termasuk mencarikan solusi masalah pensiun di sektor swasta, yaitu rendahnya cakupan kepesertaan pekerja khususnya sektor informal dan rendahnya iuran pensiun.
Semoga ke depan, sistem pensiun di Indonesia bisa lebih memadai dan berkualitas. Sehingga mampu menjadi “kendaraan” yang pas untuk menyejahteraka pekerja di Indonesia saat tidak bekerja lagi. Karena cepat atau lambat, siapa pun pasti pensiun. Maka soal pensiun, bukan gimana nanti tapi nanti gimana? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #ProgramPensiunSukarela
ADVERTISEMENT