Keluarga Toksik Membuat Komunikasi Menjadi Terusik

Syauqi S Wibisono
Halo saya Syauqi Septian Wibisono. Saat ini saya seorang mahasiswa S1 Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas, Sumatera Barat
Konten dari Pengguna
16 November 2022 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syauqi S Wibisono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Geralt/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Geralt/Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kehidupan sosial ada berbagai macam kelompok sosial, mulai dari yang besar seperti organisasi, perkumpulan suku, majelis agama, dan yang kelompok terkecil yaitu keluarga. Keluarga merupakan suatu kelompok yang jika berdasarkan kepentingannya termasuk kelompok primer atau keluarga menjadi tempat pertama dan utama untuk kita dalam menjalani ikatan komunikasi.
ADVERTISEMENT
Walau seperti itu, ikatan komunikasi di dalam suatu keluarga dapat menjadi renggang apabila adanya sesuatu yang menjadikan suasana di dalam keluarga tersebut terasa tidak mengenakkan. Ada banyak faktor yang menyebabkan keadaan di dalam keluarga tersebut menjadi runyam dan tidak mengenakkan, salah satunya adalah keluarga yang memiliki sifat toksik.
Ada banyak hal yang melatarbelakangi terbentuknya keluarga yang memiliki sifat toksik. Biasanya ini terjadi di keluarga-keluarga yang memiliki konflik yang berkecamuk di dalamnya. Ketika ada konflik, anggota keluarga cenderung untuk diam dan tidak ada melakukan komunikasi dengan anggota keluarga lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Selain konflik, lingkungan juga menjadi salah penyebab sebuah keluarga memiliki sifat yang toksik. Lingkungan yang dipenuhi dengan sifat-sifat yang tidak mengenakkan seperti suka menggunjing, iri dengki, dan lain-lainnya, secara tidak langsung membuat sebuah keluarga menjadi terpapar dengan sifat-sifat tersebut yang menjadikan keluarga itu menjadi toksik.
ADVERTISEMENT
Keluarga yang toksik dapat menjadikan komunikasi di dalam keluarga menjadi runyam akibat sifat-sifat yang didasarkan oleh egoistik dari keluarga itu sendiri. Keluarga yang sudah toksik ini, biasanya memiliki sifat yang abusive atau melakukan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan oleh keluarga ini biasanya bersifat verbal, entah itu ke anggota keluarga sendiri atau ke orang lain. Ucapan yang mereka layangkan biasanya berbentuk cemoohan atau hinaan. Sifat yang abusive ini membuat mereka tidak memiliki apresiasi lebih terhadap anggota keluarga lainnya dan menunjukkan kurangnya empati.
Sifat yang abusive ini dapat menjadikan salah satu atau sebagian anggota keluarga menjadi tidak nyaman dan komunikasi antar anggota pun tidak berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Selain abusive, sifat yang kental dengan keluarga yang toksik ini yaitu suka berkompetisi. Berkompetisi di sini biasanya adalah perasaan untuk menjadi yang terbaik dan cenderung harus perfeksionis dalam segala bidang. Kompetisi ini membuat keluarga toksik cenderung menuntut hal-hal yang harus direalisasikan sesuai ekspetasi mereka. Seperti contohnya seorang adik yang selalu dibanding-bandingkan dengan prestasi kakaknya. Jika salah satu anggota tidak mencapai ekspektasi tadi, keluarga yang toksik ini cenderung melakukan hal-hal yang manipulatif seperti menyudutkan, memunculkan rasa bersalah, dan mengkritik.
ADVERTISEMENT
Komunikasi pun menjadi tidak lancar dalam keluarga ini. Bentuk komunikasi yang terjadi adalah cenderung menjadi komunikasi satu arah di mana hanya menurut saja ke yang menjadi komunikator. Yang menjadi korban dari keluarga toksik ini biasanya adalah anggota keluarga yang lebih muda. Dikutip dari Gramedia.com. Toxic family mampu memicu timbulnya stres, gangguan kecemasan, perasaan tidak aman, dan membuat seseorang menjadi introvert karena takut bertemu orang lain. Segala perlakuan buruk, kata-kata kasar, sifat yang tidak patut dicontoh akan terekam terus-menerus dalam otak dan memunculkan aura negatif juga pada orang lain. Kondisi keluarga menjadi begitu negatif dan tidak nyaman.