Remaja Jarang Curhat ke Orang Tua: Tanda Adanya Trust Issue?

Syauqi S Wibisono
Halo saya Syauqi Septian Wibisono. Saat ini saya seorang mahasiswa S1 Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas, Sumatera Barat
Konten dari Pengguna
8 November 2022 13:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syauqi S Wibisono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Oleksandr Pidvalnyi/Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Oleksandr Pidvalnyi/Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita pasti pernah melewati masa-masa remaja. Masa di mana sedang mencari jati diri dan pada masa ini lah kita mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada tahap ini tubuh kita mengalami perkembangan baik secara fisiologis maupun psikologis. Di mulai dengan kemunculan jerawat yang signifikan, terutama pada bagian wajah. Selanjutnya, wanita mulai mengalami siklus reproduksinya, dan pria mulai bertumbuh jakunnya.
ADVERTISEMENT
Dari sisi psikologis, remaja mulai mengalami ketidakseimbangan dalam mengatur emosinya akibat adanya perubahan hormon. Di saat seperti ini biasanya para remaja merasa begitu banyak masalah yang hadir dalam hidupnya membuat jiwa dan raganya tertekan. Pada akhirnya mereka mencari orang yang dapat dipercayai sebagai tempat untuk mendengarkan segala curahan hati mereka dan berharap mendapatkan solusi atas permasalahan tersebut.
Orang yang menjadi tempat para remaja untuk mencurahkan hatinya biasanya adalah sahabat atau teman terdekat mereka ketimbang orang tua mereka sendiri. seperti yang kita tahu bahwa orang tua lebih mengenal tentang anaknya sendiri namun mengapa para remaja lebih sering mencurahkan segala masalah yang ada di hatinya kepada sahabat atau teman terdekatnya?
Masa remaja sering di isi dengan canda dan tawa bersama teman-teman sebayanya. Mereka lebih sering berkumpul dan berinteraksi satu sama lain membuat mereka menjadi sefrekuensi. Dalam perspektif ilmu komunikasi, percakapan-percakapan yang terjadi pada masa remaja termasuk ke dalam kategori komunikasi interpersonal di mana komunikasi tersebut melibatkan dua orang atau lebih. Hal-hal yang menumbuhkan rasa interpersonal dalam suatu komunikasi interpersonal adalah rasa percaya.
ADVERTISEMENT
Sefrekuensi ini menimbulkan rasa percaya di antara mereka dan membuat hubungan mereka lebih dari sekadar teman, yaitu sahabat. Ketika membicarakan mengenai masalah-masalah yang bersifat intim mereka akan lebih mudah mengutarakannya dalam bentuk curahan hati karena adanya rasa percaya tersebut. Lantas mengapa rasa percaya itu tidak dihadirkan kepada orang tua? Walaupun mereka tinggal satu atap bersama orang tuanya, mengapa remaja kurang memiliki rasa percaya di saat ingin bercerita kepada orang tuanya ketika di hadapi oleh suatu permasalahan?
Pada masa sekarang ini banyak orang tua yang lebih memilih untuk menjadi pekerja atau karyawan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Orang tua pun menjadi sibuk untuk bekerja membuat kurangnya masa untuk meluangkan waktu bersama anak mereka. Situasi dalam keluarga pun terasa seperti sebuah formalitas semata di mana orang tua hanya makan dan beristirahat saja ketika sampai di rumah. Hal ini menjadikan hubungan antara orang tua dan anak pun menjadi keruh.
ADVERTISEMENT
Selain mengenai pekerjaan, sifat orang tua ketika di rumah juga memengaruhi rasa percaya para remaja. Salah satunya adalah sifat orang tua yang toxic. Orang tua yang toxic adalah sifat orang tua di mana mereka terlalu sering memberikan hal-hal yang tidak enak didengar kepada anak seperti dikomentari secara negatif, disepelekan atas permasalahannya, dan kurangnya rasa empati orang tua terhadap mereka. Remaja yang ingin mencurahkan isi hatinya pun menjadi ragu karena, apabila mereka mengatakannya kepada orang tua yang toxic ini pasti akan mendapatkan balasan seperti yang sudah disebutkan tadi.
Sifat orang tua yang permisif pun juga menjadi salah satu alasan yang menjadikan remaja susah untuk bercerita. Orang tua yang memiliki sifat ini cenderung cuek atau tidak acuh dengan permasalahan remaja tersebut. Permasalahan mereka pun tak kunjung mendapatkan solusi ketika dihadapkan dengan sifat orang tua yang seperti ini. Sifat orang tua permisif ini biasanya dapat dijumpai di orang tua yang memiliki kesibukan bekerja tadi sebab, yang menjadi prioritas orang tua itu hanyalah pekerjaan semata tanpa memedulikan kondisi remaja tersebut.
ADVERTISEMENT
Suasana di dalam rumah seakan-akan menjadi ‘neraka’ bagi remaja. Remaja menjadi resah ketika berdiam diri di rumah karena dianggap seperti ‘sampah’ yang tidak diperhatikan ketika di dalam rumah. Tidak ada yang ingin mendengarkan segala curahan hati mereka ketika di rumah. Remaja yang awalnya ingin mencurahkan hatinya untuk meringankan beban yang dirasakan, malah mendapatkan beban yang lebih berat lagi ketika mendapatkan omongan-omongan dan sikap-sikap yang tidak mengenakkan dari orang tua yang memiliki sifat di atas. Hal ini dapat menjadikan suasana antar keduanya menjadi makin keruh dan dapat membuat seorang remaja berakhir dengan kondisi yang dinamakan dengan trust issue terhadap orang tua.
Jika dikutip dari gramedia.com, trust issue merupakan kondisi seseorang yang mengalami rasa tidak/sulit percaya pada orang lain. Riset menyatakan bahwa 61% trust issue terjadi pada anak yang memiliki hubungan buruk dengan kedua orang tuanya, baik orang tua yang tidak bisa memberi waktunya kepada anak sehingga kurangnya perhatian maupun faktor hubungan antara sang ibu dan ayah yang kurang harmonis.
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor tadi membuat para remaja menjadi kesulitan untuk mencurahkan isi hatinya kepada orang tua. Para remaja menjadi tidak terbuka membuat orang tua mereka mengalami kesusahan dalam memahami anaknya. Ini menunjukkan bahwa trust issue menjadikan lemahnya hubungan antara orang tua dan remaja tersebut. Dalam ranah ilmu komunikasi, lemahnya hubungan antar keduanya ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal mereka telah di tahap perusakan. Pada tahap ini hubungan pun menjadi renggang dan tidak terasa spesial lagi. Remaja pun menjadi lebih sering berdiam diri ketika berkumpul dengan orang tuanya.
Remaja yang memiliki permasalahan ini hanya nyaman ketika mereka dikelilingi oleh sahabatnya sebab, mereka lah yang menjadi support system bagi remaja ini. Selain itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sahabat ini terbentuk karena lebih memiliki hubungan yang sefrekuensi. Sahabat bagi seorang remaja cenderung tidak menghakimi ketika mereka sedang berkeluh kesah atas suatu permasalahan. Tak heran seorang remaja pun menjadi jarang untuk bercerita kepada orang tuanya apabila masih sikap dan sifat tadi masih melekat pada orang tua tersebut. Dalam beberapa kasus pun remaja menjadi jarang untuk pulang ke rumah akibat suasana rumah yang terasa seperti neraka.
ADVERTISEMENT
Jika kondisi trust issue ini terus berlanjut akan mengakibatkan komunikasi interpersonal mereka memasuki tahap yang fatal, yaitu tahap pemutusan. Di tahap ini tali ikatan antara orang tua dan remaja menjadi putus akibat kerenggangan hubungan tadi. Putusnya tali ikatan antara orang tua dan remaja tadi ditandai dengan konflik yang berkecamuk di antara kedua belah pihak. Konflik yang biasanya terjadi adalah ketidaksepahaman antara remaja dan orang tua.