Bonus Atau Bencana Demografi?

Tasylichul Adib
Aparatur Sipil Negara (ASN)
Konten dari Pengguna
30 September 2020 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tasylichul Adib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penduduk Indonesia yang dihuni oleh banyak usia produktif. Sumber : Pexels/Tom Fisk
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penduduk Indonesia yang dihuni oleh banyak usia produktif. Sumber : Pexels/Tom Fisk
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia sebenarnya tengah berada dalam posisi yang sangat diuntungkan untuk beberapa tahun ke depan jika dilihat dari komposisi usia penduduk yang ada. Hal ini lantaran adanya fenomena bonus demografi yang sedang singgah di republik ini. Atau istilah gampangnya, Indonesia saat ini didominasi oleh penduduk usia kerja/usia produktif (15-64 tahun) ketimbang bukan usia kerja/non produktif.
ADVERTISEMENT
Menurut kajian yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 silam, Indonesia diprediksi akan mengalami fase puncak bonus demografi pada rentang tahun 2020-2030. Artinya, produktivitas Indonesia akan baik-baik saja jika dilihat dari banyaknya penduduk usia produktif. Bahkan bisa saja mengalami lonjakan yang signifikan dalam pembangunan ekonomi jika pasar tenaga kerja yang melimpah bisa dioptimalkan dengan baik.
Dominasi penduduk usia produktif yang ada kini juga menyebabkan angka ketergantungan (dependency ratio) Indonesia menurun pada level 44 persen (BPS, 2020). Atau dengan kata lain, setiap 100 orang penduduk produktif akan menanggung sebanyak 44 jiwa penduduk non produktif (sebelumnya tahun 1971 angka ketergantungan Indonesia mencapai 86,8 persen). Kajian demografi menyebutkan, apabila saat angka ketergantungan di bawah 50 persen, maka akan membuka peluang untuk mengoptimalkan produktivitas negara itu sendiri. Tidak lain dan tidak bukan hal ini dikarenakan berkurangnya beban negara dalam membiayai pemenuhan atas penduduk non produktif (selain usia 15-64 tahun), sehingga sumber daya yang ada dapat dialihkan untuk memicu pertumbuhan di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, industri dan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian sudah sepatutnya kondisi ini dipersiapkan dengan matang oleh pemerintah selaku perumus dan pengambil kebijakan. Maka yang jadi pertanyaan di sini apakah kondisi Indonesia saat ini sudah baik-baik saja? Apakah strategi manajemen sumber daya manusia sudah dipersiapkan agar kondisi demografi yang akan menjadi bonus bisa dipetik? Atau justru sebaliknya yang akan mendatangkan bencana demografi ?

Kondisi Ketenagakerjaan

Perlu kita tahu bahwa pada bulan Agustus tahun 2019 lalu, BPS merilis angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia sebesar 5,28 persen atau mencapai 7,05 juta orang yang dikatakan menganggur. Meskipun secara tren mengalami penurunan, jumlah ini dirasa masih cukup besar. Hal ini menandakan masih banyak tenaga kerja nasional yang belum terserap. Belum lagi ditambah dengan adanya pandemi COVID-19 yang memporak-porandakan sektor perekonomian nasional, maka disinyalir jumlah pengangguran kian bertambah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, TPT Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sendiri pada bulan Agustus 2019 sebesar 4,45 persen atau mencapai 110.272 orang. Angka TPT Kalbar justru menunjukkan adanya kenaikan sebesar 0,19 persen apabila dibandingkan bulan Agustus tahun 2018. Kota Pontianak merupakan penyumbang angka pengangguran terbesar (27.311 orang) dan disusul Kabupaten Kubu Raya (15.006 orang). Hal ini perlu diwaspadai agar tingkat pengangguran bisa diatasi dengan arif dan bijaksana.
Sementara itu apabila dilihat dari tingkat pendidikannya, banyaknya orang yang menganggur paling banyak didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Uniknya hal itu selalu terjadi dalam lima tahun beruntun. Hal ini mengindikasikan bahwa skill yang dihasilkan tidak sesuai dengan skill yang dibutuhkan dalam pasar tenaga kerja. Atau dengan kata lain, jurusan yang ada di SMK belum sepenuhnya terintegrasi dengan link pengampu tenaga kerja yang sesuai. Padahal apabila lulusan SMK bisa ditampung dalam wadah pasar kerja, tentu saja akan berdampak pada segala bidang kehidupan, terutama untuk pembangunan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Apabila dilihat dari pekerjaan yang dijalani, mayoritas penduduk Indonesia bekerja pada sektor informal atau pekerja kasar yang notabene secara kesejahteraan belum sepenuhnya dirasakan secara optimal. Hal ini lantaran adanya kendala modal dan pemasaran produk yang dihasilkan. Begitu juga dengan adanya jaminan sosial yang kurang begitu menyeluruh dirasakan bagi mereka yang menggeluti sektor informal.
ilustrasi pixabay.com

Analogi Demografi

Hal yang perlu diwaspadai adalah akan adanya blunder jika bonus demografi tidak segera dipetik. Jika penulis pribadi mengibaratkan, ada suatu wilayah dengan hamparan sawah yang teramat luas dengan kondisi tanah yang subur. Sungguh sangat merugi apabila hamparan tersebut tidak dimanfaatkan. Pengelolaan yang tepat mulai dari persiapan lahan, penyemaian benih dan pemupukan, penanaman dan perawatannya pun perlu diperhatikan. Tujuannya untuk mendapatkan produksi padi yang melimpah di wilayah itu agar pasokan pangan bisa terpenuhi, sehingga masyarakat di wilayah itu tidak kelaparan.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, apabila hamparan sawah tadi tidak terawat maka akan sia-sia kesuburan tanahnya. Rumput ilalang pun akan liar tumbuh bahkan bisa saja tergenang banjir tanpa hasil yang diperoleh. Alhasil warga di wilayah itu kekurangan pasokan pangan dan akhirnya kegagalanlah yang diperoleh.
Begitulah kira-kira analoginya apabila suatu bonus gagal diraih, yang ada hanyalah sebuah bencana yang melanda. Kesuburan tanah kita analogikan sebagai usia produktif yang sedang mendominasi, hamparan sawah merupakan sumber daya yang ada di Indonesia, sementara banjir serta rumput ilalang merupakan pengangguran yang merupakan sebuah peringatan untuk diantisipasi. Sedangkan kelaparan merupakan bencana apabila bonus demografi gagal dipetik.
Maka dari itu, di masa pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir ini alangkah baiknya pemerintah mulai mempersiapkan rencana untuk memberdayakan tenaga kerja yang didominasi oleh usia produktif. Dominasi pekerja yang bekerja di sektor informal tidaklah menjadi masalah, hanya saja perlu diperhatikan dengan detail. Bantuan modal usaha tanpa bunga misalnya. Hal ini akan sangat membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam memproduksi produk yang mereka pasarkan. Kemudian memfasilitasi pemasaran produk UMKM dengan meyakinkan masyarakat serta beriklan untuk membeli produk dalam negeri. Hal ini semakin elok karena Indonesia kaya akan budaya, sehingga produk lokal misalnya kerajinan atau makanan khas daerah bisa dipatenkan dan melanglang buana hingga ranah internasional.
ADVERTISEMENT
Akhirnya usia produktif bisa berdaya guna, bisa berdaya saing dengan sehat, dan akhirnya bisa mendongkrak perekonomian nasional. Kesempatan untuk memetik bonus demografi ini belum tentu datang dua atau tiga kali. Proses panjang transisi demografi lah yang membawa Indonesia pada tahap yang diuntungkan kini. Atau jika tidak, hanya bencana demografi lah yang akan membebani Indonesia beberapa decade ke depan.*
*Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat