Ironi Guru, Direndahkan dan Dimuliakan

Tatang Hidayat
Pegiat Student Rihlah Indonesia
Konten dari Pengguna
25 November 2018 11:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 25 November di negeri kita selalu di peringati sebagai hari guru nasional, hal itu ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Karena pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dan sekolah ditutup sehingga Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Namun, semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi dasar PGI menggelar Kongres Guru Indonesia pada 24-25 November 1945 di Surakarta (Okezone.com, 24/11/2014).
ADVERTISEMENT
Di dalam kongres ini tepatnya pada 25 November 1945, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Maka sebagai penghormatan kepada para guru, pemerintah menetapkan hari lahir PGRI tersebut sebagai Hari Guru Nasional dan diperingati setiap tahun (Okezone.com, 24/11/2014).
Momen Hari Guru Nasional
Salah satu guru kami mengatakan bahwa pintar tidak jadi jaminan, bodoh juga bukan jadi penghalang. Sehingga pintar saja tidak cukup untuk menjamin orang tersebut bisa sukses, begitupun dengan kebodohan jangan sampai menjadi penghalang kita untuk meraih kesuksesan.
Di tengah kesuksesan saat ini, kita tidak boleh melupakan peran guru kita yang ikhlas dan penuh kesabaran mendidik kita. Mulai dari tidak bisa membaca sampai kita bisa membaca, dari tidak bisa menghitung sampai kita bisa menghitung, dari tidak tahu sampai kita menjadi tahu. Dan itu memerlukan proses kesabaran dalam mendidik.
Ilustrasi guru mengajar. (Foto: Shutterstock)
Di momen Hari Guru Nasional ini, sejenak kita merenung ke belakang, mungkin saja ada beberapa guru yang kita sakiti selama proses pembelajaran dan sampai saat ini kita belum sempat meminta maaf kepada beliau, alangkah baiknya kita berkunjung ke beberapa guru kita, untuk tetap menyambungkan tali silaturahim antara guru dan murid.
ADVERTISEMENT
Karena dalam Islam, hubungan guru dan murid bukan hanya hubungan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi ada hubungan batin antara guru dan murid. Ada sambungnya hati antara guru dan murid, sehingga guru mendoakan murid dan murid mendoakan guru.
Teruntuk guru-guruku, terima kasih atas semua jasamu, namamu tak akan terganti. Maafkan muridmu yang selama ini belum bisa ta’dhim sebagaimana harusnya murid bersikap kepada guru, maafkan muridmu yang selama ini belum bisa membalas jasa-jasamu. Mudah-mudahan engkau selalu diberikan kesehatan, dipanjangkan umurnya, diberkahkan rezekinya dan dimudahkan segala urusannya. Amiin yaa Rabbal ‘Alamiin.
Islam Memuliakan Guru
Tugas sebagai seorang guru merupakan tugas yang sangat mulia, karena melalui wasilah para gurulah ilmu itu bisa tersampaikan. Menjadi seorang guru bukanlah hal yang sangat mudah, tetapi perlu keterampilan yang khusus supaya bisa menjadi guru yang profesional.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan Islam, guru merupakan tugas yang sangat mulia, sebagaimana dijelaskan Zuhri (1974: 103) menjadi guru adalah sangat mulia. Mendidik dan mengajar orang lain walaupun tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan family, tujuannya ingin membentuk manusia agar menjadi orang yang baik, berbadan sehat, berilmu, dan berakhlak mulia.
Ilustrasi murid dan guru (Foto: Thinkstock)
Jika kita ingin memperoleh ilmu, salah satu syaratnya kita harus ada bimbingan dari guru, sebagaimana tercantum dalam kitab Ta’lim Muta’allim karya az-Zarnuji (2012: 24) bahwa Ali bin Abi Thalib r.a berkata “ketahuilah, kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan bekal enam perkara, yaitu : cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk atau bimbingan guru, dan waktu yang lama.
Tanpa seorang guru kita tidak akan mendapatkan ilmu apa-apa, karena hakikatnya guru adalah orang yang menjadi wasilah ilmu tersebut sampai. Saking pentingnya posisi guru dalam Islam, dijelaskan oleh Az-Zarnuji (2012: 27) Para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru
ADVERTISEMENT
Jika seorang pelajar tidak menghormati ilmu dan guru, maka pelajar tersebut tidak akan memperoleh ilmu tersebut. Karena jika kita menginginkan ilmu yang kita pelajari, di samping kita mencintai ilmunya, kita juga harus mencintai wasilah yang menyampaikan ilmu tersebut, yaitu guru.
Islam memosisikan guru sebagai orang yang mulia, dijelaskan oleh Sayyidina Ali karramallahu wajhah yang dikutip az-Zarnuji (2012: 28) beliau berkata “aku adalah sahaya (budak) orang yang mengajariku walau hanya satu huruf, jika dia mau silahkan menjualku, atau memerdekakan aku, atau tetap menjadikan aku sebagai budaknya.”
Saking dimuliakannya posisi guru dalam Islam, siapapun yang mengajari hanya satu huruf, maka itu bisa disebut guru. Di Hari Guru Nasional ini yang selalu diperingati setiap tahunnya, sejenak kita merenung peran guru bagi kehidupan kita semua begitu banyaknya, tetapi terkadang kita melupakan jasa-jasa mereka, bahkan sekedar mendo’akan pun mungkin kita lupa.
ADVERTISEMENT
Begitu banyak jasa guru-guru kita selama ini, yang telah mengorbankan jiwa, raga, waktu, tenaga, pikiran dan yang lainnya demi mendidik murid-muridnya. Baik itu guru dari pendidikan formal, in formal maupun non formal, semuanya yang telah mendidik kita dengan kebaikan adalah guru kita.
Martabat Guru dalam Pendidikan Materialisme
Namun sayangnya posisi guru yang dalam Islam begitu sangat dimuliakan, itu berbanding terbalik ketika pendidikan berkiblat kepada pendidikan materialisme. Guru saat ini tidak lagi dihargai sebagai guru di hadapan murid-muridnya. Terkadang kita menemukan ada beberapa murid yang tidak lagi memandang guru sebagai halnya seorang guru. Sehingga hilanglah jiwa kewibawaan guru tersebut.
Menurut Tafsir (2014: 87-88) rendahnya martabat guru dalam masyarakat Islam saat ini agaknya disebabkan beberapa hal:
ADVERTISEMENT
Keterpengaruhan guru dan masyarakat oleh paham barat itu, menurut Tafsir (2014: 88) disebabkan oleh dua hal:
Pendidikan yang materialistik menanamkan basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi kepada anak didik. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.
ADVERTISEMENT
Sehingga dalam sistem pendidikan materialisme, martabat guru begitu rendah, murid tidak lagi menghormati gurunya. Karena murid tidak menghormati gurunya, maka ilmu yang didapatkan murid tersebut tidak akan berkah.
Begitu banyak kita menyaksikan hari ini, kebanyakan para koruptor yang mendekam di penjara, mayoritas mereka adalah orang-orang pintar lulusan perguruan tinggi.
Peran Guru dalam Sistem Pendidikan Islam
Untuk mewujudkan peran guru yang dimuliakan oleh murid tentunya itu ada dalam sistem pendidikan Islam. Untuk mewujudkan sistem pendidikan Islam bukanlah hal yang mudah, karena banyak kendala yang akan dihadapi.
Menurut Yusanto (2002: 20) bahwa model pendidikan atau sekolah unggulan itu hanya dapat diterapkan oleh negara. Karena negaralah yang memiliki seluruh otoritas yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi, sarana, prasarana yang memadai, dan sumber daya manusia yang bermutu.
ADVERTISEMENT
Dalam membangun model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam, saat ini tentu saja akan menghadapi kendala utama, yakni belum diterapkannya bangunan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Oleh sebab itu penting bagi kita untuk terus mengedukasi masyarakat akan pentingnya penerapan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam aspek pendidikan. Hanya dengan cara itu saja, peran guru yang siap membina generasi bangsa untuk menjadi pemimpin dunia akan terwujud. Wallohu A’lam bi ash-Shawab.