Menilik Buku Satu Abad Persis

Tatang Muttaqin
Fellow di Groningen Research Centre for Southeast Asia and ASEAN.
Konten dari Pengguna
5 Januari 2021 14:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Muttaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menilik Buku Satu Abad Persis
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Buku bertajuk “Menuju Satu Abad Persatuan Islam: Merambah Dawah Menata Wijhah” nampaknya terbit bertepatan dengan rencana Muktamar Persatuan Islam (selanjutnya Persis) yang ke-16 pada bulan April 2021 di tempat kelahirannya, Kota Bandung. Di samping hajat lima tahunan organisasi yang berpusat di Kota Kembang tersebut, buku Satu Abad Persis juga memasuki usianya yang hampir satu abad sehingga tema dan kehadiran buku ini tepat waktu dan relevan.
ADVERTISEMENT
Buku yang diterbitkan oleh semacam think-thank Pusat Pimpinan Persis, Dewan Tafkir ini merupakan bunga rampai dengan horizon pembahasan yang beragam dengan latar penulis yang beraneka latar belakang kiprah, usia dan pendidikan menjadi semakin menarik untuk dibaca publik yang memiliki perhatian pada perkembangan organisasi keagamaan yang cukup berkembang di tanah Pasundan ini.
Diakui dalam pengantar, bahwa bunga rampai ini merupakan perenungan atau refleksi Satu Abad Persis yang berdiri pada tahun 1923. Subtema buku “Merambah Dakwah dan Menata Wijhah” merupakan potret Persis sebagai organisasi dakwah beserta karakter gerakannya yang terangkum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (wijhah).
Sebagaimana Muhammadiyah yang dikategorikan sebagai gerakan Islam modernis, gerakan Persis juga sama di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Sekalipun, hadir satu dekade setelah Muhammadiyah, Persis sempat cukup dikenal dalam diskursus kebangsaan terutama di masa A. Hassan yang terkenal dengan dialog korespondensinya dengan Bung Karno yang terkenal dengan “Surat-surat Islam Endeh: Dari Ir. Sukarno kepada Tuan A. Hassan Guru Persatuan Islam Bandung.” Korespondensi Bung Karno selama dalam pengasingan ini terekam dalam buku yang sangat terkenal di Indonesia, “Di bawah Bendera Revolusi Jilid I”.
ADVERTISEMENT
Gagasan-gagasan A. Hassan ini selanjutnya diperluas horizonnya dengan polesan intelektual oleh M. Natsir, lulusan sekolah menengah Belanda, Algemene Middelbare School (AMS) yang menjadi Menteri Penerangan dan juga Perdana Menteri. Saat itu, Persis cukup menonjol dalam pemikiran sehingga menarik perhatian Howard W Federspiel, mahasiswa doktoral di Cornel University, Amerika Serikat dengan mengangkat disertasi yang bertajuk "Persatuan Islam: Islamic reform in twentieth century Indonesia (1970)".
Dalam ulasannya, Federspiel tertarik dengan gerakan intelektual yang dimotori mahaguru Persis A. Hassan, Mohamad Natsir, dan Isa Anshari yang cukup menonjol mewarnai wacana kebangsaan dan keislaman saat itu, termasuk pertukaran pemikiran yang cukup terkenal antara A. Hassan dan Bung Karno. Terlepas dari keterbatasannya yang lebih banyak merujuk sumber Persis, sebagaimana dikritisi Van Bruinessen (2003), Federspiel mampu membingkai potret Persis saat itu dengan sangat baik.
ADVERTISEMENT
Itulah masa “kejayaan Persis” dan sebagaimana gerakan pembaruan lainnya, pelan namun pasti mengalami kematangan dan akhirnya cenderung bergumul di dalam (involutif). Sepeninggal A. Hassan dan M. Natsir tak ada sosok di Persis yang mampu menyemarakkan pertukaran gagasan di kancah nasional. Menjelang Satu Abad Persis, para penulis bertutur tentang potret dan prospek untuk Persis ke depan ditinjau dari berbagai perspektif dan topik pembahasan.
Bunga rampai Satu Abad Persis setebal 460 halaman ini terdiri dari tujuh bagian yang memotret: Pertama, mengideakan Persis untuk menjadi Gerakan Dakwah Transformatif yang berfokus pada: bagaimana aktualisasi dakwah Persis di era tanpa batas untuk selanjutnya melakukan transformasi gerakan Persis dari yang berorientasi pemurnian mengancik ke pesan dan inspirasi untuk menjadi Islam yang rahmatan lil-‘alamîn. Di samping itu, dakwah Persis perlu mengisi ruang kosong di usia satu abad dakwahnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, meneropong bagaimana Persis melakukan reformulasi pendidikan sebagai salah satu pusat gerakan dan pengkaderannya dengan merawat pengalaman masa lalu yang baik berupa penelaahan kembali pemikiran pendidikan founding fathers Persis. Selanjutnya melakukan pemetaan potret pendidikan Persis saat ini untuk melakukan semacam idealisasi prospek pendidikan Persis ke depan sebagai ikhtiar mengkreasi hal baru yang lebih baik (inovasi), termasuk bagaimana kurikulum pesantren Persis melakukan revitasilasi untuk merespon era yang semakin kompetitif dan membutuhkan sumberdaya manusia yang lincah, andal dan berkualitas.
Ketiga, menelaah bagaimana ijtihad hukum, termasuk fikih Persis agar lebih menekankan pada prinsip dan semangat keadilan, termasuk pergeseran dari sekadar fiqih ritual kepada hukum yang lebih luas dan juga konstitusi. Perluasan horizon hukum dan fikih bukan dalam kerangka “cul dogdog tinggal igel” namun sekaligus upaya untuk meneguhkan manhaj fikih Persis agar lebih kokoh sekaligus relevan dengan kebutuhan zaman, termasuk bagaimana rasionalisasi dasar argumen dan implikasi praktisnya dalam beragam hukum termutakhir, seperti hukum dan tata kelola Dana Talangan Haji, perbandingan dan rekonsiliasi Fatwa Dewan Hisbah Persis dengan Dewan Syariah Nasional MUI.
ADVERTISEMENT
Keempat, membincang teologi dan sufisme di kalangan Persis sebagai refleksi sekaligus respons terhadap fenomena Sufisme.
Kelima, mendiskusikan pemikiran politik founding fathers Persis sekaligus menelaah dan menafsirnya dalam konteks pemikiran kontemporer dan bagaimana mempraktikkannya dalam politik Persis di zaman now.
Keenam, memetakan peluang ekonomi dan filantropisme Persis, termasuk mengusulkan gagasan marketplace Persis sebagai wujud gotong-royong dan sinergi ekonomi, dan juga mempertajam gerakan filantropi Persis melalui Pusat Zakat Umat (PZU) misalnya untuk pemberdayaan masyarakat.
Ketujuh, membincang kaderisasi dan budaya literasi Persis dengan melihat kembali pola kaderisasi Persis dengan menyelaraskan literasi sebagaimana dialog A. Hassan dengan Bung Karno yang mampu menjadi landasan dalam merumuskan nilai dasar kader Persis yang melek ilmu, lingkungan, manusia dan juga teknologi digital saat ini.
ADVERTISEMENT
Menyimak buku bunga rampai yang cukup tebal yang disampaikan dengan bahasa yang cukup sistematis daan populer membantu memudahkan pembaca untuk mengarungi Persis dari berbagai aspek. Dengan demikian, sebagai bunga rampai buku ini layak dibaca tak hanya oleh warga dan simpatisan Persis namun khalayak yang lebih luas.
Tak ada gading yang tak retak, masih ada ruang-ruang untuk perbaikan agar buku ini semakin baik, di antaranya: (1) perlu memperkuat koherensi antarbagian dan juga di dalam bagian dengan pengantar (heading) dalam setiap bagian; (2) sebagaimana bunga rampai yang melibatkan banyak penulis yang beraneka, maka keragaman pun muncul tak hanya dalam gaya bahasa dan alur setiap bagian namun juga cara penulisan, sitasi, kutipan, dan juga cara menuliskan referensi; (3) keterbatasan waktu untuk melakukan baca-ulang, proof-reading menyisakan beberapa kekeliruan minor seperti typos dan juga penulisan nama. Untuk itu, dalam membuat bunga rampai dibutuhkan panduan awal untuk keseragaman dan juga reviewer untuk saling membaca dan memperbaiki serta kehadiran penyunting yang jeli dan teliti. Terlepas dari area perbaikan untuk selanjutnya, selamat atas penerbitan buku bunga rampai yang tentunya dinanti khalayak pembaca.
ADVERTISEMENT
Oleh: Tatang Muttaqin
Fellow di Groningen Research Centre for Southeast Asia and ASEAN, Rijksuniversiteit Groningen dan alumni Executive Education di Harvard Kennedy School, AS.