KPK Panggil Presiden Direktur PT Gajah Tunggal Terkait BLBI

21 November 2017 11:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung KPK. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung KPK. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK memanggil bos PT Gajah Tunggal, Budhi Santoso Tanasaleh. Dia dipanggil sebagai saksi untuk Syafruddin Arsyad Temenggung yang merupakan tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kami mengagendakan pemeriksaan terhadap Budhi Santoso Tanasaleh sebagai saksi tersangka SAT," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Selasa (21/11).
Selain Kiswuyono, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Eha Wirawan selaku staff PT Gajah Tunggal Group dan Herman Kartadinata alias Robert Bono dari pihak swasta sebagai saksi untuk Syafruddin.
Berdasarkan situs perusahaan PT Gajah Tunggal, Budhi tercatat menjabat sebagai Presiden Direktur pada perusahaan tersebut. Sejumlah Direktur PT Gajah Tunggal pun sebelumnya pernah dipanggil oleh penyidik KPK, seperti Kisyuwono, Jusup Agus Sayono, serta Ferry Lawrentius Hollen.
Pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat PT Gajah Tunggal ini diduga terkait dengan sosok Sjamsul Nursalim yang pernah menjadi pemilik perusahaan. Sjamsul sendiri adalah pemilik BDNI yang menerima dana BLBI.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka. Syafruddin dijerat sebagai tersangka karena diduga melakukan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI untuk BDNI milik Sjamsul.
BDNI adalah salah satu bank yang sempat terganggu likuiditasnya. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat rekstruturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suaminya. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp 3,7 triliun yang merupakan utang tak dibahas dalam proses resutrukturisasi. Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih. Namun kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun. Sehingga Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.