Kronologi Persekongkolan Jahat Megakorupsi e-KTP

10 Maret 2017 14:12 WIB
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bea Cukai rilis KTP dan NPWP dari Kamboja. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP dinilai sebagai kasus yang masif dan sangat terstruktur. Diduga, proyek itu direncanakan untuk dapat dikorupsi.
ADVERTISEMENT
Babak baru kasus e-KTP dimulai di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). Eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan anak buahnya yang bernama Sugiharto didakwa terlibat kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.
Dari surat dakwaan, terungkap ada sejumlah pertemuan yang dilakukan untuk membahas proyek e-KTP. Berikut rangkuman beberapa pertemuan itu.
Februari 2010
Gedung DPR, Jakarta.
Irman dan Burhanudin Napitupulu (anggota DPR) bertemu di ruang kerja Ketua Komisi II DPR membahas pemberian uang oleh Andi Narogong (pengusaha) kepada sejumlah anggota Komisi II. Pemberian itu bertujuan agar DPR menyetujui usulan Kemendagri perihal anggaran proyek e-KTP.
Februari 2010
Hotel Gran Melia, Jakarta.
Irman, Sugiharto, Andi Narogong, dan Diah Anggriani (Sekjen Kemendagri) melakukan pertemuan dengan Setya Novanto (Ketua Fraksi Golkar DPR). Pada pertemuan itu, Setya menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Juni-Desember 2010
Ruko Fatmawati
Beberapa kali pertemuan digelar di Ruko milik Andi Narogong. Pertemuan Tim Fatmawati ini membahas pembentukan beberapa konsorsium untuk ikut dalam tender proyek e-KTP. Bahkan pada sejumlah pertemuan juga membahas pengaturan untuk memenangkan tender hingga mendaftar penggelembungan harga sejumlah barang yang akan dibeli terkait proyek. Pengaturan ini juga melibatkan pihak panitia lelang yang berasal dari Kemendagri.
Juli-Agustus 2010
Gedung DPR, Jakarta.
DPR mulai melakukan pembahasan R-APBN Tahun Anggaran 2011 yang di antaranya termasuk anggaran untuk proyek e-KTP. Terkait hal tersebut, Andi Narogong beberapa kali bertemu Setya Novanto, Anas Urbaningrum (Ketua Fraksi Demokrat DPR), dan Muhammad Nazaruddin (Bendum Demokrat), yang dinilai sebagai representasi Partai Golkar dan Partai Demokrat untuk mendorong Komisi II menyetujui anggaran.
ADVERTISEMENT
Anas memberikan keterangan seusai diperiksa KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Akhirnya dicapai kesepakatan anggaran proyek sebesar Rp 5,9 triliun dengan 49 persen di antaranya atau sebesar Rp 2,5 triliun (setelah dipotong pajak) akan dibagi-bagi ke sejumlah orang, termasuk DPR.
September-Oktober 2010
Gedung DPR, Jakarta.
Andi Narogong memberikan uang kepada sejumlah anggota DPR di ruang kerja Mustoko Weni (Golkar). Total uang yang diberikan Andi sebesar 3.450.000 dolar AS kepada sembilan orang anggota DPR, di antaranya Anas Urbaningrum, Ganjar Pranowo (PDIP), Teguh Juwarno (PAN), hingga Agun Gunandjar Sudarsa (Golkar).
Mereka disebut dalam kasus e-KTP. (Foto: Berbagai sumber)
September-Oktober 2010
Gedung DPR, Jakarta.
Bagi-bagi uang kembali dilakukan Andi, namun kali ini di ruangan Setya Novanto dan Mustoko Weni. Uang sebesar 3.300.000 dolar AS kepada para pimpinan Banggar, yakni Melchias Marcus Mekeng (Golkar), Mirwan Amir (Demokrat), Olly Dondokambey (PDIP), dan Tamsil Linrung (PKS).
ADVERTISEMENT
Olly Dondokambey berbicara kepada wartawan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Andi pun memberikan uang sebesar 500.000 dolar AS kepada Arif Wibowo untuk dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II. Rinciannya, Ketua mendapat 30.000 dolar AS, tiga Wakil Ketua masing-masing mendapat 20.000 dolar AS, sembilan Ketua Kelompok Fraksi masing-masing mendapat 15.000 dolar AS, serta 37 anggota masing-masing mendapat 10.000 dolar AS.
Oktober 2010
Restoran Peacock, Hotel Sultan, Jakarta.
Pertemuan dilakukan antara Irman, Sugiharto, Diah Anggriani, Andi Narogong, Husni Fahmi (pegawai Kemendagri), Chairuman Harahap (Golkar), dan Johannes Marliem (swasta). Pada pertemuan itu, Chairuman sebagai Ketua Komisi II diminta segera menyetujui anggaran proyek sebesar Rp 5.952.083.009.000 secara multiyears.
22 November 2010
Gedung DPR.
Rapat Kerja antara Komisi II dan Kemendagri akhirnya menyepakati anggaran proyek e-KTP untuk tahun 2011 sebesar Rp 2.468.020.000 yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2011.
ADVERTISEMENT
Desember 2010
Rumah Dinas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Andi Narogong memberikan uang sejumlah 1.000.000 dolar AS kepada Diah Anggraini sebagai kompensasi telah membantu pembahasan anggaran hingga akhirnya disetujui DPR.
Mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraeni, diperiksa oleh KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Februari 2011
Kementerian Dalam Negeri.
Andi Narogong menemui Sugiharto di ruang kerjanya. Andi mengatakan akan memberikan uang sebesar Rp 520.000.000.000 untuk memperlancar urusan penganggaran proyek. Uang akan diberikan kepada Partai Golkar Rp 150 miliar, Partai Demokrat Rp 150 miliar, PDI Perjuangan Rp 80 miliar, Marzuki Alie (Demokrat) Rp 20 miliar, Chairuman Harahap Rp 20 miliar, serta pada sejumlah partai lain sejumlah Rp 80 miliar. Rincian uang tersebut atas persetujuan Irman.
21 Juni 2011
Gamawan Fauzi (Mendagri) menetapkan konsorsium PNRI sebagai pemenang tender proyek e-KTP. Pemenangan tender sudah diatur sejak awal. Konsorsium PNRI tetap dimenangkan meskipun sejumlah syarat belum dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Gamawan Fauzi diperiksa di KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Juni 2011
Penetapan pemenang lelang digugat, namun Sugiharto tetap menunjuk konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang.
Maret 2012
Konsorsium PNRI belum dapat menyelesaikan pengadaan blangko e-KTP sebanyak 65.340.367 keping dengan nilai Rp 1.045.445.868.749. Namun tidak diberikan teguran maupun sanksi kepada konsorsium, bahkan dibuat laporan seolah-olah pekerjaan sudah sesuai target sebagaimana kontrak. Sehingga pembayaran kepada pihak PNRI tetap bisa dilakukan.
Gamawan meminta penambahan anggaran dalam APBN-P tahun 2012. Anggota DPR Markus Nari (Golkar) lantas meminta uang Rp 5 miliar kepada Irman guna memperlancar pembahasan anggaran itu. Namun usai diberikan uang Rp 4 miliar, DPR tidak memasukan penambahan anggaran itu.
Agustus 2013
Anggaran kemudian masuk ke dalam APBN Tahun Anggaran 2013. Atas hal tersebut, Miryam Haryani (Hanura) meminta uang Rp 5 miliar untuk diberikan kepada pimpinan dan anggota Komisi II, di antaranya Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, dan Teguh Jurwano.
ADVERTISEMENT
November-Desember 2012
Bagi bagi uang juga dilakukan Andi Narogong kepada staf Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretariat Komisi II DPR, dan Bappenas terkait pengusulan dan pembahasan anggaran proyek e-KTP.
Desember 2012
DPR menyetujui APBN tahun 2013 yang di dalamnya turut memuat anggaran untuk proyek e-KTP sebesar 1.492.624.798.000.
2013
KPK membuka penyelidikan kasus e-KTP.
22 April 2014
KPK menetapkan kasus ini naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan Sugiharto sebagai tersangka.
Sugiharto usai diperiksa terkait kasus E-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
11 Mei 2016
BPKP mengeluarkan hasil laporan bahwa kerugian keuangan negara akibat kasus ini sebesar Rp 2.314.904.234.275,39.
30 September 2016
KPK menetapkan Irman sebagai tersangka.
Irman dalam sidang e-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
9 Maret 2017
Irman dan Sugiharto mulai menjalani proses persidangan.
ADVERTISEMENT
Irman dan Sugiharto sidang e-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)