Siapa yang Meneror Miryam Haryani?

24 Maret 2017 11:16 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Miryam di sidang e-KTP. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Miryam Haryani menjadi pihak yang paling disorot dalam persidangan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin. Pada awal persidangan, politikus Hanura itu secara mendadak mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
Pencabutan itu memang terkesan mendadak karena Miryam meminta seluruh keterangannya dalam BAP dicabut. Miryam berdalih dia mendapat tekanan selama menjalani proses pemeriksaan. Dia pun menyebut penyidik KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik sebagai orang yang menekannya.
Miryam terlihat sedang mengusap air mata. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Permintaan Miryam sontak mengundang keheranan majelis hakim. Sebab keterangan Miryam dalam BAP dinilai tidak terkesan diberikan saat dia berada dalam tekanan penyidik. Hakim melihat keterangan yang diberikan oleh Miryam jelas dan mendetail.
Kalaupun ingin mengubah keterangannya, Miryam yang 3 kali menjalani pemeriksaan penyidik dinilai mempunyai beberapa kesempatan untuk melakukan koreksi. Namun hal tersebut tidak dilakukan Miryam. Hakim pun sempat beberapa kali mengingatkan agar Miryam memberikan keterangan yang benar dalam persidangan, sebab ia sudah disumpah.
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Irene Putrie, menegaskan bahwa penyidik mempunya standar khusus dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, termasuk Miryam. Dia menyebut setiap pemeriksaan saksi pasti direkam oleh kamera. Sehingga jalannya proses pemeriksaan dapat terpantau.
Irene pun menjamin tekanan yang diakui oleh Miryam bukan berasal dari KPK. "Saya tidak tahu apakah tekanan yang ibu Yani (Miryam Haryani) tadi menangis itu tekanan penyidik atau beliau menganalisis tekanan yang lain," kata Irene usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Kamis (23/3).
Irene Putri, Jaksa di Pengadilan Tipikor. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Penuntut umum pun menyatakan kesiapannya menghadirkan para penyidik yang memeriksa Miryam sebagai saksi verbalisan. Nantinya mereka akan dikonfrontir dengan Miryam untuk mengkonfirmasi apakah tekanan itu berasal dari penyidik.
ADVERTISEMENT
Bila terbukti memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan, Irene pun menyebut Miryam dapat dijerat pidana. Pasal yang bisa menjerat Miryam adalah pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 22 itu mengatur ancaman hukuman paling lama 12 tahun dan denda Rp 600 juta untuk seseorang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, di persidangan.
Namun bila nantinya terbukti bukan penyidik KPK yang menekan Miryam untuk memberikan keterangan tidak benar, lantas siapa yang melakukannya?
ADVERTISEMENT