Apa yang Perlu Dikatakan kepada Anakmu soal Pendidikan Seks?

Konten Media Partner
9 September 2019 15:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: unsplash.com
ADVERTISEMENT
Bulan Juli silam, muncul film Dua Garis Biru yang turut meramaikan jagat perfilman Indonesia. Film yang tayang di layar lebar itu sukses meraih dua juta penonton.
ADVERTISEMENT
Menurut Starvision Plus, rumah produksinya, film Dua Garis Biru berkisah tentang anak remaja yang hamil di luar nikah. Film ini membuat kita sadar akan pentingnya edukasi seks, khususnya bagi anak remaja.
Hal ini perlu menjadi perhatian penting bagi setiap orang tua, mengingat salah satu kasus akibat kurangnya edukasi seks–seperti perkawinan anak–masih kerap terjadi di Indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis oleh United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dalam laporan State of The World’s Children tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-7 dalam isu perkawinan anak.
Selain itu, hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan prevalensi perkawinan anak pada tahun 2015 sebesar 23 persen. Artinya, satu dari lima perempuan usia 20-24 tahun telah melakukan perkawinan pertamanya sebelum usia 18 tahun.
ADVERTISEMENT
Untuk kamu para orang tua atau calon orang tua, sudah tahukah kamu cara mengedukasi anak tentang seks? Dan apakah yang akan kamu katakan pada anakmu tentang hubungan seksual?
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dalam International Guidance Sexuality Education membagi pendidikan seksual pada anak menjadi empat level menurut usia. Level I untuk anak usia 5-8 tahun, level II untuk 9-12 tahun, level III untuk 12-15 tahun, dan level IV untuk 15-18 tahun ke atas.

Level I (Usia 5-8 Tahun)

Foto: unsplash.com
Pada level I, mulailah edukasi seks dari hal mendasar. Jelaskan pada anak fungsi dan peran keluarga serta masing-masing anggotanya. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anak. Setiap anggota keluarga harus berupaya saling menjaga satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Lalu, ajarkan anak untuk berteman dengan siapa pun. Pertemanan tersebut berlandaskan pada rasa percaya, peduli, empati, dan solidaritas. Teman bisa ditemukan di mana saja, seperti di lingkungan rumah, di sekolah, dan di tempat ibadah. Sampaikan juga edukasi tentang perbedaan setiap manusia.
Selanjutnya, ajarkan anak cara mengekspresikan cinta dan kasih dengan benar. Banyak cara untuk mengekspresikan cinta. Cinta kepada anggota keluarga dan teman ditunjukkan dengan kata-kata dan perbuatan.
Ajarkan anak untuk mengatakan salam dan berterima kasih. Ungkapan “Aku sayang ibu” atau “Aku sayang ayah” dapat menunjukkan rasa cinta. Cinta pada saudara atau teman dapat dilakukan dengan saling berbagi dan saling menjaga.
Edukasi seks terakhir yang penting dilakukan saat anak usia 5-8 tahun adalah mengenalkannya arti pernikahan. Setiap orang bisa memilih pasangan untuk menikah atau dijodohkan.
ADVERTISEMENT
Lalu ceritakan bagaimana kamu–sebagai orang tuanya–bisa menikah. Ini akan membangun pemahaman dasar bahwa anak lahir setelah ada hubungan pernikahan antara ibu dan ayah.

Level II (Usia 9-12 Tahun)

Foto: unsplash.com
Pada level II, ada beberapa poin penting edukasi seks kepada anak, yaitu:
Di usia ini anak tak hanya tahu peran, namun juga tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Misalnya kakak dan adik juga bertanggung jawab saling menjaga selama bermain. Jika ada hal yang membahayakan, maka kakak atau adik harus segera memberitahu ayah atau ibunya.
Komunikasi antar-anggota keluarga penting dalam mengambil keputusan. Karena dalam level ini anak sudah dikenalkan dengan tanggung jawab, tak ada salahnya meminta pendapat mereka dalam musyawarah keluarga.
ADVERTISEMENT
Misalnya saat orang tua berencana memisahkan kamar anak-anak. Coba tanyakan, “Apakah kamar kakak dan abang sudah saatnya dipisahkan? Bagaimana menurut kalian?”
Anak akan merasa dihargai dan lebih percaya diri untuk mengungkapkan isi pikiran mereka.
Hubungan pertemanan bisa jadi sehat atau tidak sehat. Jika terjadi kekerasan seperti memukul, mencaci, atau mem-bully, maka hubungan pertemanan tersebut bisa dibilang tidak sehat.
Melecehkan, mengucilkan, dan memukul dapat melukai hati seseorang. Setiap orang bertanggung jawab membela orang yang dilecehkan, di-bully, atau dikucilkan. Sampaikan pada mereka, kalau adik atau kakak melihat ada teman yang dipukul atau diperas teman lain, segera beritahu ayah, ibu atau guru di sekolah.
ADVERTISEMENT
Ini adalah dasar pendidikan seksual untuk anak. Orang dewasa yang telah menikah dapat menjadi orang tua karena kehamilan, adopsi, atau cara lain untuk punya anak. Jelaskan lebih detail apa itu hamil dan mengapa orang mengadopsi anak.
Setelah menjadi orang tua, orang dewasa harus bertanggung jawab terhadap anak mereka, misalnya dengan memberi makan, pakaian, uang jajan, dan kasih sayang.

Level III (Usia 12-15 Tahun)

Foto: unsplash.com
Pada level ini, mungkin anak kita sudah mengalami masa pubertas. Mereka mulai mengerti artinya cinta, kerja sama, persamaan gender, dan kepedulian pada keluarga dan teman.
Tak hanya keluarga, teman sebaya pun sangat berpengaruh pada anak di level ini. Pada level ini juga rentan mulai terjadi konflik antara anak dan orang tua karena emosi masa pubertas anak.
ADVERTISEMENT
Hal yang perlu dijelaskan pada anak usia ini adalah:
Pertemanan yang terlalu dekat dapat berakhir dengan hubungan seksual. Hubungan seksual yang terlalu dini berisiko pada kesehatan reproduksi dan berdampak negatif pada psikologis anak. Misalnya, jika hamil saat masa sekolah, maka anak-anak akan cenderung malu untuk meneruskan sekolah.
Setiap orang bertanggung jawab dalam melawan kekerasan, bias, dan intoleransi dalam hubungan pertemanan.
Pernikahan yang terlalu cepat (di bawah 20 tahun) rentan mendapat pandangan negatif dan berisiko untuk kesehatan.
Pada poin ini, orang tua bisa menjelaskan lebih detail soal anatomi tubuh dan organ reproduksi manusia. Hindari mengganti kata-kata yang dianggap tabu. Tetap gunakan kata vagina dan penis untuk menjelaskan alat vital manusia. Hal ini juga merupakan bagian inti dalam pendidikan seksual untuk anak.
ADVERTISEMENT
Jelaskan juga secara ringkas proses pembuahan yang bisa menyebabkan seseorang hamil. Terangkan tentang risiko kesehatan akibat hubungan seksual yang tidak sehat, misalnya hubungan seksual yang terlalu dini. Selain itu, jelaskan pula risiko berganti-ganti pasangan secara kesehatan dan agama yang kamu anut.

Level IV, (Usia 15-18 Tahun ke Atas)

Foto: unsplash.com
Pada level ini, peran keluarga bisa berubah ketika ada anggota keluarga yang hamil, menolak menikah, atau menunjukkan orientasi seksual tertentu.
Di sini orang tua bisa menjelaskan apa itu LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender) dan bagaimana masyarakat memandang kelompok LGBT di negara ini. Jika kamu termasuk orang tua yang khawatir, maka jelaskan pula kekhawatiran dan harapanmu pada anak.
Hindari memberikan stigma, namun berikan alasan jelas mengapa kamu khawatir. Misalnya, karena hal itu dilarang agama dan keyakinan keluarga. Biarkan anak paham dan menyadari dengan bijak kekhawatiranmu sebagai orang tua.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, anak akan bisa mengambil sikap sesuai kesadaran mereka tanpa paksaan saat menemukan fenomena ini dalam kehidupan mereka. Ini akan membuat orang tua lebih tenang, bahkan jika anak kelak berada jauh darimu.
Selanjutnya, pastikan anak kita paham dan mengerti aturan dan hukum terkait pelecehan dan kekerasan seksual.
Ada hukum bagi orang yang melakukan pelecehan dan setiap orang harus bertanggung jawab atas pelecehan atau kekerasan yang dilakukan. Pelaku kejahatan seksual tidak mengenal usia, jenis kelamin, dan orientasi seksual. Banyak organisasi dan institusi yang bisa membantu pendampingan bagi korban kekerasan seksual.
Tanggung jawab terakhir orang tua adalah menyadarkan anak bahwa pernikahan bisa jadi hal yang sangat berharga dan penuh tantangan.
Pada poin ini, anak harus mengerti tanggung jawabnya terhadap sikap yang diambil dan keputusannya terkait pernikahan. Orang tua bisa menyarankan anak untuk menunda menikah dan berhubungan seksual minimal hingga usia 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Orang tua juga bisa menyarankan pendidikan ini hingga kehidupan setelah pernikahan, seperti harus berani menolak kekerasan dalam rumah tangga.
Semoga ulasan di atas bermanfaat buat para orang tua dan calon orang tua! Karena anak adalah amanah dari Tuhan yang harus dididik dan dijaga.
[Penulis: Izzudin | Editor: Nurul]